Jakarta, Prohealth.id – Sebagian besar kawasan tapal Indonesia batas terletak di remote area yang jauh dari pusat pemerintahan, dengan infrastruktur yang belum memadai, sehingga mempersulit akses ke sana.
Berdasarkan data dari Badan Nasional Pengelola Perbatasan, terdapat 222 kecamatan yang menjadi lokus prioritas perbatasan periode 2020–2024 yang perlu diintervensi oleh lintas sektor, termasuk sektor kesehatan. Fasilitas kesehatan yang sudah dibangun mencakup 184 puskesmas pada periode 2017–2021 dan 35 rumah sakit pada periode 2020–2024.
Pemerintah juga mengadakan program Nusantara Sehat untuk mengisi keterbatasan sumber daya manusia (SDM) di puskesmas dan rumah sakit yang ada di daerah terpencil.
Nusantara Sehat merupakan upaya kesehatan terintegrasi yang mencakup aspek preventif, promotif, dan kuratif melalui penugasan khusus tenaga kesehatan berbasis tim dengan jumlah dan jenis tertentu. Program ini ditujukan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK), serta daerah bermasalah kesehatan (DBK). Lulusan Fakultas Kedokeran Universitas Indonesia (FKUI) yang tersebar di berbagai pelosok negeri, mengikuti program Nusantara Sehat ini.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Ir. Budi Gunadi Sadikin, CHFC, CLU., mengapresiasi keterlibatan para alumni Universitas Indonesia dalam program ini. Dia berharap dukungan dari sivitas akademika UI dapat mewujudkan terlaksananya transformasi kesehatan sehingga seluruh masyarakat, termasuk di wilayah perbatasan, dapat mengakses layanan kesehatan yang berkualitas.
“Saya yakin UI dapat memberi kontribusi nyata untuk kemajuan pembangunan kesehatan Indonesia, khususnya dari tapal batas,” kata Budi dalam sambutannya di webinar “Membangun Kesehatan Indonesia dari Tapal Batas” pada Senin (14/3/2022) lalu.
Webinar tersebut dihadiri beberapa narasumber yang merupakan dokter lulusan UI yang bekerja di wilayah Papua. Mereka adalah Dokter Umum RSUD Boven Digoel seperti dr. Satrio Wahyu Fathurahman, Dokter Umum Puskesmas Kabare, Raja Ampat yaitu dr. Nadia Amani, Spesialis Penyakit Dalam di RSUD Fakfak yaitu dr. Subhan Rumoning, SpPD, Spesialis Paru di RS Dok II Jayapura yakni dr. Victor Paulus Manuhutu, SpP, serta Spesialis Obstetri dan Ginekologi di RSUD Teluk Wondama, Papua Barat yaitu dr. Indah Kurniawati, SpOG, FICS.
Kelima dokter tersebut bercerita tentang pengalaman mereka saat bekerja di daerah timur Indonesia. Menurut dr. Nadia, upaya pelayanan kesehatan pimer yang dilakukan di Papua meliputi upaya kesehatan perorangan (UKP), upaya kesehatan masyarakat (UKM), dan penanganan pandemi. UKP mencakup penyediaan layanan poli, instalasi gawat darurat (IGD), dan rawat inap. Sementara itu, pelayanan UKM mencakup posyandu, program pengelolaan penyakit kronis (prolanis), puskesmas keliling (pusling), inspeksi air minum, penanganan gizi buruk, serta pengendalian dan pemberantasan penyakit (P2P).
Dalam menangani Covid-19, dokter berperan sebagai juru bicara terkait penanganan dan penanggulangan. Ia juga membuat kebijakan strategis tentang penanggulangan dan merawat pasien. Menurut dr. Subhan, permasalahan yang dihadapi tenaga kesehatan dalam menanggulangi Covid-19 di Papua adalah kurangnya sumber daya manusia, kebijakan dan aturan yang tidak berbanding lurus dengan kecepatan medis, penunjang medis, serta kultur masyarakat. Di kota besar, budaya kerja sangat cepat, sedangkan di daerah budaya kerja lebih santai. Jika ada inovasi pelayanan yang tidak sesuai ritme kerja, biasanya akan menimbulkan masalah baru.
Untuk menghadapi situasi ini, menurut dr. Victor, para dokter harus bisa menjalin komunikasi yang baik dengan warga dan beradaptasi dengan terbatasnya sarana-prasarana medis. Menurutnya, komunikasi yang baik akan membantu dokter memenuhi kebutuhan prioritas pasien.
“Sebagai lulusan FKUI, kita tidak hanya mengerjakan klinis, tetapi juga harus bisa mengerjakan banyak hal. Misalnya, membuat desain ruang isolasi dan boks untuk swab, menangani pasien, bahkan saat cleaning service takut mengangkat sampah dari pasien Covid-19, kita yang mengangkat sampah. Jadi, dokter di daerah harus gesit, lincah, dan cerdas dalam melakukan banyak hal,” kata dr. Victor.
Sebagai satu-satunya spesialis obstetri dan ginekologi di Teluk Wondama, dr. Indah harus menangani semua kasus obgyn, baik pada pasien Covid maupun non-Covid. Menurutnya, pemerataan kesehatan harus dipikirkan untuk masyarakat luas. Itu merupakan wujud kepedulian para dokter pada kesehatan masyarakat.
Ketika berada di tempat yang jauh, dokter bisa meningkatkan keterampilan karena keadaan. Mereka juga dapat mengasah kemandirian dalam decision making. Kontribusi ini merupakan tanggung jawab dari sumpah profesi dan keilmuan yang telah didapat, karena dokter tidak hanya memberikan pelayanan, tetapi juga berperan sebagai kader untuk membangun sistem kesehatan.
Kontribusi yang diberikan dokter-dokter lulusan UI ini sejalan dengan harapan Dekan FKUI, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB. Bagi Prof. Ari, kegiatan ini luar biasa karena menampilkan sosok UI ada di mana-mana.
“Kami berharap orang-orang dari daerah yang berhasil menyelesaikan studi di FKUI dapat mengabdi ke daerah-daerah asalnya. Alhamdulillah, dengan program Nusantara Sehat, banyak dokter yang mau bergabung dan berkontribusi. Kami berharap alumni FKUI dapat tersebar ke seluruh Indonesia sehingga upaya pemerataan kesehatan bisa tercapai,” kata Prof. Ari.
Penulis: Irsyan Hasyim
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post