Drama ini berhasil memikat banyak penggemar tidak hanya di Korea, tempat asalnya, tapi juga mancanegara, termasuk Indonesia.
Saat pertama kali, melihat iklan drama ini di Netflix, saya juga penasaran karena mengangkat isu yang cukup sensitif. Tetapi, tentu saja, bukan Korea kalau tidak menampilkan isu-isu yang sensitif dan “menyerempet”.
Extraordinary Attorney Woo menceritakan pengacara Woo Young Woo, yang dimainkan secara apik oleh Park Eun Bin, di firma hukum Hanbada di mana ia harus berurusan dengan kasus-kasus, ia pun harus berurusan dengan interaksi sosial dengan rekan kerja, bahkan soal percintaan.
Pengacara Woo merupakan lulusan terbaik fakultas hukum di Seoul National University (SNU), tetapi tidak mendapatkan pekerjaan selama beberapa bulan karena tidak ada yang mau menerima kondisinya. Ia masuk ke Hanbada dengan “jalur khusus” (yang ternyata keberadaannya digunakan sebagai ‘senjata’ dari pimpinan Hanbada untuk menjegal ibu kandung Woo Young Woo).
Kecuali sang ayah, awalnya tidak seorang pun memahami “keanehan” yang ditunjukkan oleh Woo Young Woo. Misalnya, harus mengulangi kalimat yang sama saat berkenalan “tamat, katak, taat, malam, Woo Young-woo”. Seniornya juga ragu dengan keterampilan Woo Young Woo berhadapan dengan klien karena dianggap tidak bisa memperkenalkan diri dengan benar.
Meski demikian, hal tersebut tidak menyurutkan niatan Woo Young Woo. Bahkan, di sidang pertamanya, ia mengatakan bahwa dirinya autistik sehingga berbicaranya akan sedikit berbeda dan terlihat canggung, tetapi ia tetap pengacara yang menghormati persidangan.
Tentu saja, penampilan Woo Young Woo bukan tanpa kendala. Ia mengalami kesulitan dengan salah satu kasus di mana ia mempertanyakan integritas dirinya sebagai pengacara. Secara keseluruhan, drama ini merupakan drama yang baik ditonton karena lengkap menampilkan plot cerita yang tidak hanya/melulu soal pengadilan. Kasus-kasus yang ditampilkan juga terasa unik dan berbeda. Para penulis berhasil menggambarkan kasus-kasus yang terkesan ‘sepele’ dengan baik, misalnya kasus pria yang membawa anak-anak bermain di hutan.
Selain kasus-kasus ini, juga diperlihatkan dinamika tim Hanbada dalam membela klien mereka lalu ada persahabatan Woo Young Woo dengan teman sekolahnya, Dong Geurami diperankan oleh Joo Hyun-young. Saking dekatnya, salam mereka berdua, yaitu woo-to-the-young-to-the-woo dan dong-to-the-geu-to-the-rami menjadi sangat terkenal di Korea, negara mereka.
Menonton Extraordinary Woo Young Woo, saya direkomendasikan untuk menonton Good Doctor. Sebuah drama lawas, keluaran tahun 2013, yang diperankan oleh Joo Won sebagai Park Shi-on, yang berharap menjadi dokter anak. Berbeda dengan Extraordinary Attorney Woo, tidak ada kejelasan atau narasi soal Park Shi-on adalah autistik. Dalam dialog, ia hanya disebutkan “berbeda” dan kadang “menyebalkan”.
Sepanjang episode, Park Shi-on harus bekerja keras membuktikan kepada koleganya tentang kemampuannya. Ia juga harus berjibaku dengan love interest dengan sesama dokter, yaitu dokter Cha Yoon-seo yang diperankan oleh Moon Chae-won. Pada akhirnya, kerja keras Park Shi-on terbayar dan menjadi dokter tetap di rumah sakit.
Saat menonton kedua drama ini, saya menyadari bahwa sejak 2013 hingga saat ini pun masih banyak stigma menyelimuti autistik. Di Korea sendiri, banyak artikel yang menyebutkan bahwa tidak semua penderita autistik bisa seperti Woo Young Woo, yang diterima di firma hukum terkenal, punya keluarga dan tim yang suportif, bahkan mempunyai pacar yang tergila-gila dengannya. Pun sama halnya dengan Park Shi-on, dokter autistik akan mengalami tekanan yang diberikan atasan atau mendapatkan kekasih yang cantik dan pemberani seperti dokter Cha Yoon-seo.
Kisah mereka berdua memang untuk drama dan drama cenderung melebih-lebihkan sesuatu. Tapi, banyak yang mengatakan bahwa Park Eun-bin sudah cukup sukses memerankan Woo Young-woo yang autistik. Mulai dari tidak mau bertatapan, ecolalia, tidak bisa langsung mengenali emosi. Namun, ada juga karakter autistik yang bisa diandalkan Woo Young Woo, yaitu kemampuan mengingat peraturan dengan sangat detail.
Hal sama juga dialami oleh Park Shi-on yang mampu mendeteksi penyakit karena menggambarkan organ manusia secara 3D. Dengan kemampuan inilah, keduanya bisa mengatasi masalah yang dihadapi oleh tim mereka. Dengan ini juga, mereka mendapatkan rasa hormat dari rekan kerja mereka. Walau, tentu saja, masih ada yang melakukan perundungan terhadap mereka.
Untuk dialog, saya mendapati bahwa Extraordinary Attorney Woo dan Good Doctor sangat jujur mengungkapkan kondisi mereka, terutama kepada pasangan mereka. Woo Young-woo tiba-tiba memutuskan hubungan dengan Jun Ho karena merasa tidak mau menjadi beban. Park Shi-on juga harus memutuskan hubungan dengan alasan yang sama. Lagi-lagi, karena ini drama mereka akhirnya kembali bersama.
Selama menonton kedua drama ini, saya merasa bahwa saya tidak tahu apa-apa soal autisme. Tetapi, para penulis, sutradara, dan aktor mampu menggambarkan keadaan mereka seperti apa meski dalam episode yang cukup singkat. Saya tidak tahu data berapa penyandang autisme yang memegang profesi seperti dokter, pengacara, dan profesi lainnya. Namun, drama ini setidaknya bisa membuktikan bahwa autisme justru bisa seseorang menjadi ahli dan mumpuni dalam bidangnya masing-masing. Drama ini berhasil memperlihatkan sosok dokter dan pengacara yang high functioning dan diterima di masyarakat. Hal ini mengingatkan saya kepada ending dari Extraordinary Attorney Woo, di mana pada episode 1 dia naik kereta “ditemani” oleh satu paus. Tapi di akhir episode, paus ini sudah tidak sendiri lagi, ada lumba-lumba dan jenis paus lainnya menemani perjalanannya.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post