Jakarta, Prohealth.id – Ada empat kota yang sudah menyatakan komitmen melarang iklan, sponsor rokok demi mendorong terwujudnya Kota Layak Anak (KLA) dan demi mencapai target penurunan prevalensi perokok anak.
Adapun empat yang sudah meraih penghargaan Kota Layak Anak Level Utama dan Nindya, ini antara lain; Surakarta, Yogyakarta, Denpasar dan Sawahlunto. Empat kota ini telah berkomitmen membuat regulasi yang kuat untuk melindungi anak dari ancaman rokok dan dari paparan iklan, promosi, sponsor rokok. Pasalnya, komitmen ini sebagai upaya mencapai target penurunan prevalensi perokok anak sesuai amanat RPJMN 2020-2024 dan mewujudkan Kota Layak Anak Paripurna.
Wakil Walikota Yogyakarta, Heroe Poerwadi, MA, menegaskan Pemerintah Kota Yogyakarta sudah berkomitmen melarang iklan rokok melalui revisi Perda Nomor 2 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Reklame. Dia menjelaskan, sebelum punya Perda KLA Pemkot juga sudah punya Perda Reklame sejak tahun 2015. Saat ini pemerintah kota pun sedang merevisi Perda Reklame dengan mengubah sejumlah paradigma untuk mengubah wajah Yogyakarta.
“Melalui revisi Perda Reklame kita berkomitmen supaya iklan rokok tidak ada lagi di sudut kota Yogyakarta,” tegas Heroe Poerwadi dalam Webinar bertema “Kota Layak Anak Tanpa Iklan, Promosi, Sponsor Rokok Untuk Mendukung Target Penurunan Perokok Anak Dalam RPJMN 2020-2024” yang diadakan Lentera Anak bersama Yayasan Kakak Surakarta, Yayasan Ruandu Padang, TCSC IAKMI Jawa Timur dan Udayana Central Denpasar, di Jakarta pada Kamis (12/8/2021).
Asal tahu saja, Yogyakarta pada tahun 2021 meraih penghargaan KLA level utama, setelah sebelumnya selama dua tahun berturut-turut, pada 2018 dan 2019, meraih penghargaan KLA level Nindya.
Menurut Heroe, penghargaan KLA utama didapat berkat sinergi yang melibatkan seluruh pihak, tidak hanya pimpinan daerah, tetapi juga OPD dan elemen dari tingkat terbawah, mulai dari RT, RW, Kelurahan hingga Kecamatan.
“Perlu energi ekstra untuk melibatkan banyak pihak supaya berlangsung mulus. Kami melibatkan masyarakat mulai dari Kampung Ramah Anak, Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), kelurahan dan semua elemen lain,” sambung Heroe.
Dia juga menegaskan implementasi sangat penting, khususnya dengan monitoring yang terus menerus. Ketika menjadikan Malioboro sebagai Kawasan Tanpa Rokok, maka di lapangan para petugas aktif meminta para pengunjung untuk tidak merokok di Kawasan Malioboro,.
Heroe juga menegaskan pendapatan yang diperoleh dari reklame rokok tidak signifikan, sehingga inilah yang menguatkan komitmen pihaknya untuk melakukan revisi pada Perda Reklame dengan menambahkan aturan tentang larangan iklan rokok.
Sementara itu, Deri Asta, Walikota Sawahlunto, mengatakan pihaknya sangat bersemangat untuk mewujudkan Kota Layak Anak di wilayahnya. “Kami sudah 3 periode menjadi KLA level Nindya, dan kami sesungguhnya berharap tahun ini sudah bisa meraih KLA level Utama,” tegas Deri Asta.
Deri mengatakan, untuk mewujudkan Kota Layak Anak seluruh pihak bersatu padu melakukan upaya-upaya pemenuhan hak anak. Dalam hal regulasi misalnya, Kota Sawahlunto sudah membuat Perda tentang Perlindungan Perempuan dan Anak, Perda KTR, Perda tentang Pendidikan Inklusi, Perda tentang Pemberian ASI eksklusif, Perda Pengarusutamaan gender dan Kesehatan keluarga, dan Peraturan Walikota No 70 tahun 2019 tentang Larangan Reklame Rokok di Kota Sawahlunto.
Menurut Deri, pihaknya mendapat dukungan penuh dari Forum Anak Kota Sawahlunto (FAKA) yang sangat aktif menyampaikan aspirasi terhadap kebijakan Pemerintah daerah, yang disampaikan dalam forum Musrenbang mulai dari tingkat desa, kecamatan hingga tingkat kota. Hal ini menunjukkan peran aktif seluruh masyarakat untuk bersama-sama menjadikan Sawahlunto bisa meraih predikat Kota Layak Anak tingkat Paripurna.
Deri pun menegaskan, walaupun pendapatan yang didapat dari iklan rokok cukup besar, namun pihaknya concern pada persoalan dampak dan manfaat terhadap anak.
“Anak-anak adalah tabungan kita untuk masa depan, sehingga kita harus menilai apakah suatu hal itu bermanfaat bagi anak. Masa depan anak lebih berharga daripada nilai uang yang kita dapat dari iklan rokok,” tegas Deri,
Sementara itu, Kepala Dinas Perlindungan Anak Kota Denpasar, I Gusti Agung Sri Wetrawati M.Si, menegaskan bahwa aturan pelarangan iklan rokok di kota Denpasar sudah diakomodir dalam Perda KTR. Namun sayangnya Perda KTR ini belum bisa mengatur tentang pelarangan iklan rokok hingga ke tingkat warung.
“Kami mengakui untuk penertiban iklan rokok di warung-warung masih belum bisa diakomodir oleh Perda KTR yang sudah ada,” ujarnya.
Senada dengan kota Denpasar, Pemerintah kota Solo juga sudah berkomitmen untuk mengatur pelarangan iklan rokok. Hal ini disampaikan Sri Wardhani Poerbowidjojo, MT selaku kepala dinas perlindungan anak Kota Solo.
“Perda KTR Kota Solo masih memungkin untuk adanya iklan rokok di kota Solo, karena untuk menghilangkan sama sekali iklan rokok di Kota Solo sangat berat. Tetapi kami sudah membuat strategi Kawasan pembatasan, dimana di 7 kawasan tidak diperbolehkan iklan rokok. Antara lain di fasilitas Kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat bermain, dan rumah ibadah,” tegasnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian PPPA, Agustina Erni mengakui erdasarkan Profil Anak Indonesia saat ini jumlah anak mencapai 31,6 persen dari total seluruh penduduk Indonesia. Kualitas anak Indonesia akan sangat mempengaruhi kualitas bangsa.
“Sehingga kita perlu melindungi mereka, salah satunya melindungi dari iklan promosi rokok yang sangat gencar dan penuh dengan strategi,” kata Agustina.
Dia berharap Pemerintah Daerah membuat kebijakan yang bisa diimplementasikan di daerah, dan meningkatkan strategi edukasi, termasuk kepada keluarga sebagai pelopor dan pelapor.
“Harapan kita, semua upaya ini untuk mencapai target penurunan perokok anak menjadi 8,7 persen sesuai target RPJMN 2020-2024,” tambahnya.
Asal tahu saja, berdasarkan data Kementerian PPPA per Juni 2019, dari 435 kabupaten/kota yang telah menginisiasi proses menuju Kota Layak Anak (KLA), terdapat 247 kabupaten/kota yang mendapat penghargaan KLA. Namun, berdasarkan catatan Lentera Anak, dari 247 kabupaten/kota tersebut, baru ada 103 kabupaten/kota yang memiliki peraturan terkait KTR dan hanya da 13 kabupaten/kota yang memiliki pelarangan Iklan Promosi Sponsor (IPS) rokok. Situasi ini menunjukan bahwa masih banyak kabupaten/kota yang belum memenuhi indikator KLA nomor 17. Padahal, tanpa adanya regulasi pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok, Kabupaten/Kota akan sulit memenuhi indikator 17 KLA sebagai prasyarat menjadi Kota Layak Anak Paripurna
Ketua Lentera Anak, Lisda Sundari, mengapresiasi Kabupaten/Kota yang sudah membuat regulasi pelarangan iklan rokok untuk melindungi anak dari target pemasaran industri rokok dan mencegah anak menjadi perokok pemula.
Menurut Lisda, sejumlah kabupaten kota telah berinisiatif melarang iklan, promosi dan sponsor rokok melalui berbagai peraturan, mulai dari surat himbauan, surat instruksi, Peraturan Bupati, Peraturan Walikota hingga Peraturan Daerah.
“Karena itu kami sangat mengapresiasi Pemerintah Kota Yogyakarta yang sudah berkomitmen melarang iklan rokok melalui revisi Perda Reklame. Ini melengkapi Kota lainnya yang sudah berkomitmen melarang iklan rokok seperti Kota Bogor yang sudah melarang iklan rokok luar ruang dan Pemkot Sawahlunto yang sudah memiliki larangan Reklame Rokok,” pungkas Lisda.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post