Jakarta, Prohealth.id – Penyediaan vaksin bagi kelompok rentan merupakan wujud pengakuan akses kesehatan sebagai hak asasi manusia (HAM).
Untuk itu, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) meluncurkan dokumen kebijakan berjudul “Kajian Kebijakan Studi Inklusivitas Program Vaksinasi Covid-19 Pada Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan” pada Kamis (27/7/2023).
Olivia Herlinda, Chief of Policy and Research CISDI menyatakan, kondisi ini disebakan oleh besarnya tantangan yang dihadapi kelompok rentan dan masyarakat adat. Tantangan ini pun datang dari berbagai dimensi, mulai dari kebijakan dan tata kelola, hingga distribusi dan logistik vaksin Covid-19.
Pertama, dari sisi kebijakan dan tata kelola, ketiadaan kebijakan operasional yang menjelaskan definisi kelompok rentan menyulitkan penjangkauan kelompok tersebut. Di samping itu, prasyarat nomor induk kependudukan (NIK) pada awal pandemi turut menyulitkan masyarakat adat dan individu tanpa NIK untuk mendapatkan vaksin.
“Belajar dari situasi pandemi, keberadaan peraturan yang masih mewajibkan penerima vaksinasi harus memiliki NIK menyulitkan masyarakat adat dan kelompok rentan untuk mengakses vaksinasi,” kata Olivia lagi.
Kedua, dari sisi pembiayaan, setiap daerah memiliki proses dan alur perencanaan anggaran yang berbeda sesuai dengan kapasitas dan kebijakan masing-masing. Walau begitu, CISDI mencatat tren penganggaran di setiap daerah menunjukkan penurunan dari 2021 ke 2022. Selain tren penurunan anggaran, CISDI juga menemukan adanya daerah yang tidak mengalokasikan anggaran vaksinasi COVID-19 pada periode yang sama.
Sementara, pada 2023 semua daerah telah menghapuskan anggaran khusus vaksinasi COVID-19. Di sisi lain, tidak ada satupun daerah yang memiliki komponen anggaran vaksinasi COVID-19 khusus kelompok rentan. Beberapa daerah bahkan merasa anggaran yang diberikan belum mencukupi pelaksanaan program vaksin COVID-19. Selain itu, penentuan dan perencanaan anggaran untuk program vaksinasi hanya melibatkan dinas kesehatan dan pemerintah daerah.
“Tidak ada forum diskusi dengan perwakilan kelompok rentan atau organisasi masyarakat adat dalam penyusunan anggaran program vaksinasi COVID-19 sehingga program dan kebijakan belum tentu sesuai kebutuhan kelompok rentan,” ungkap Olivia.
Ketiga, dari sisi sumber daya manusia kesehatan (SDMK), vaksinator banyak menghadapi kendala dan masalah di lapangan dan kebijakan pemerintah juga tidak berpihak pada mereka.
“Tim vaksinator merupakan komponen penting dalam terlaksananya program vaksinasi COVID-19, namun tidak semua daerah memiliki kemampuan untuk menyediakan anggaran untuk tim vaksinator COVID-19,” kata Olivia.
Situasi ini diperparah dengan absennya regulasi di tingkat pusat yang mengatur kewajiban pemberian insentif kepada vaksinator oleh pemerintah daerah. Selain itu, di beberapa daerah ditemukan keluhan lain, seperti fasilitas Internet yang terbatas dan beban kerja vaksinator yang berlebih. Sebagai gambaran, seorang vaksinator bisa bekerja di lebih dari dua puskesmas. Di luar tiga catatan penting di atas, CISDI juga mengidentifikasi berbagai persoalan yang menghambat tata kelola vaksinasi yang berorientasi masyarakat adat dan kelompok rentan. Di antaranya; . rendahnya transparansi rantai distribusi vaksin COVID-19; dugaan penyimpangan dana program vaksinasi COVID-19; militerisasi pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di semua daerah; minimnya kolaborasi lintas sektor; kurangnya pelibatan masyarakat sipil; data dan sistem informasi vaksinasi yang tidak inklusif kelompok rentan; tidak optimalnya distribusi dan logistik di beberapa daerah terpencil.
Melihat belum optimalnya pemerintah menyediakan akses vaksin COVID-19 kepada kelompok rentan, CISDI memberi beberapa rekomendasi kepada pemerintah pusat maupun daerah.
CISDI mendorong pemerintah pusat merevisi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi agar lebih inklusif dan berorientasi perlindungan masyarakat adat dan kelompok rentan. Pemerintah pusat juga harus memastikan pencabutan status darurat pandemi COVID-19 di Indonesia tidak memperburuk akses vaksinasi COVID-19, termasuk hambatan administrasi dan biaya, terhadap masyarakat adat dan kelompok rentan.
Selain itu, CISDI mendesak pemerintah daerah menyusun peraturan tentang pelaksanaan imunisasi yang inklusif dan sensitif terhadap kebutuhan masyarakat adat dan kelompok rentan. Kami juga mendesak pemerintah daerah mengalokasikan insentif bagi vaksinator yang bersumber dari anggaran APBD murni.
Discussion about this post