Jakarta, Prohealth.id – Hasil Studi Status Gizi Indonesia Kemenkes RI menunjukkan, balita dengan stunting di Indonesia mencapai 24,4 persen pada 2021. Data ini berarti satu per empat balita dalam negeri mengalami stunting pada 2021.
Sementara, studi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan periode usia 12-23 juga terjadi peningkatan stunting 1,8 kali lipat yang diakibatkan rendahnya asupan makanan sumber protein hewani dalam makanan pendamping ASI (MP-ASI). Data Susenas 2022 juga menunjukkan rata-rata konsumsi protein per kapita sehari 62.21 gram (diatas standar 57 gram), tetapi konsumsi telur dan susu 3.37 gram, daging 4.79 gram dan ikan/udang/cumi/kerang berkisar 9.58 persen.
Senior Partnership and Community Engagement Officer Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Zenithesa Gifta Nadirini mengatakan, hambatan pencegahan stunting yakni kerap diasosiasikannya pangan bergizi dengan harga jual yang mahal. Padahal, Kemenkes justru menganjurkan isi piring makanan harian berisikan bahan pangan lokal yang murah, bergizi, dan mudah ditemukan di lingkungan sekitar.
Untuk itu diperlukan sosialisasi atau kampanye guna membumikan kebiasaan makan sehat. CISDI pun menggelar kampanye daring bertajuk “Pilah Pilih Isi Piringku” sekaligus merayakan Hari Gizi Nasional ke-63 yang bertemakan “Protein Hewani Cegah Stunting” pada 25 Januari 2023. Kampanye yang berlangsung daring ini melibatkan 11 puskesmas dari Kota Depok dan Kabupaten Bekasi. Target kampanyenya untuk meningkatkan kesadaran pengguna media sosial mengenai pemenuhan gizi anak melalui konsumsi pangan lokal, murah, dan mudah.
“Pesan kunci yang ingin disampaikan kampanye ini ialah mendukung pencegahan stunting dengan memperhatikan isi piring makanan harian sesuai anjuran Kementerian kesehatan RI,” kata Zenithesa Gifta Nadirini, melalui siaran pers yang diterima Prohealth.id, Kamis (26/1/2023).
Thesa mengungkapkan, melalui kampanye ini beberapa substansi terkait pangan yang belum diperhatikan masyarakat akan menjadi salah satu bahan pertimbangan ketika menyusun program makan. Misalnya saja, konsumsi ikan bisa menjadi alternatif dari daging sapi karena harga ikan jauh lebih terjangkau, tetapi mampu menjadi sumber protein, vitamin, lemak tak jenuh, dan mineral yang baik bagi tubuh.
Periode kampanye ini berlangsung pada 11 hingga 27 Januari 2023 dengan memanfaatkan media sosial Instagram untuk edukasi melalui poster dan menginisiasi perlombaan. CISDI dan 11 puskesmas lain membuka perlombaan sejak 16 hingga 25 Januari 2023.
Masyarakat yang tertarik mengikuti lomba mengunggah foto dengan pita kampanye digital. Mereka harus mengunggah foto piring dengan makanan bergizi dan penuh nutrisi berbahan dasar pangan lokal dan menceritakan menu makanan yang ada dalam unggahan foto tersebut melalui caption.
Sementara, sejumlah puskesmas yang terlibat dalam Program Pencerah Nusantara Puskesmas Responsif Inklusif-Masyarakat Aktif Bermakna (PN PRIMA), salah satu flagship program CISDI, bertugas menyebarkan informasi perlombaan ini dan memberi edukasi tambahan bagi masyarakat.
Secara terpisah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membenarkan bahwa angka stunting yang tinggi selama ini disebabkan salah satunya karena kurangnya asupan penting seperti protein hewani, nabati dan zat besi sejak sebelum sampai setelah kelahiran. Hal ini berdampak pada bayi lahir dengan gizi yang kurang, sehingga anak menjadi stunting.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Kemenkes mengkampanyekan pentingnya pemberian protein hewani kepada anak utamanya anak usia dibawah 2 tahun.
“Setelah bayi berusia 6 bulan harus rajin melakukan pengukuran, karena Selain ASI eksklusif juga ada makanan tambahan, kalau kurang protein hewani anaknya bisa stunting. Protein hewani ini seperti susu, telur, ikan dan ayam,” kata Budi di Jakarta.
Dia menekankan bahwa cara tersebut efektif mencegah stunting pada anak karena protein hewani mengandung zat gizi lengkap seperti asam amino, mineral dan vitamin yang penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak.
Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang menunjukkan adanya bukti kuat hubungan antara stunting dan indikator konsumsi pangan berasal dari hewan, seperti telur, daging/ikan dan susu atau produk olahannya (keju, yogurt, dll). Penelitian tersebut juga menunjukan konsumsi pangan berasal dari protein hewani lebih dari satu jenis lebih menguntungkan daripada konsumsi pangan berasal dari hewani tunggal.
“Tidak hanya memberikan protein hewani pada anak, berat dan tinggi badan anak juga harus dipantau secara berkala di Posyandu. Ini penting untuk melihat keberhasilan intervensi sekaligus upaya deteksi dini masalah kesehatan gizi sehingga tidak terlambat ditangani,” tegas Budi.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post