Jakarta, Prohealth.id – Ketua umum Perhati-KL Indonesia dr. Yussy Afriani Dewi, Sp.T.H.T.B.K.L mengatakan 60 persen gangguan dengar disebabkan oleh sesuatu yang bisa dicegah.
“Pencegahan dilakukan dengan identifikasi sedini mungkin pada berbagai kelompok usia,” ujar dr. Yussy dikutip dari siaran pers Kementerian Kesehatan yang diterima Prohealth.id pada, Senin (13/3/2023).
Dia menjelaskan, deteksi dini pendengaran yang paling pertama adalah skrining pada bayi baru lahir dan Balita. Kemudian skrining pada anak dan pra usia sekolah, pada individu terpapar bising atau zat kimia yang terus-menerus, pada individu terpapar obat ototoksik karena beberapa obat dapat menyebabkan gangguan dengar, dan pada usia tua.
Upaya menjaga kesehatan pendengaran dapat dilakukan dengan deteksi dini adanya gangguan pendengaran, menghindari kebisingan, pola hidup bersih dan sehat yang baik, memperhatikan kebersihan liang telinga, tidak minum obat ototoksik dalam jangka panjang tanpa konsultasi dengan dokter.
“Hindari membersihkan telinga sendiri, hindari mengkorek-korek telinga, hindari penggunaan earphone dengan volume keras dalam waktu lama,” ucap dr. Yussy.
Pemerintah mentargetkan layanan kesehatan telinga dan pendengaran di 2030 yaitu 20 persen peningkatan layanan skrining pada bayi baru lahir, 20 persen untuk peningkatan layanan masyarakat dewasa dengan gangguan dengar yang menggunakan alat bantu dengar dan implan, dan menurunkan 20 persen angka infeksi telinga kronis dan gangguan dengar pada anak sekolah usia 5 sampai 9 tahun.
Selain itu, gangguan dengar bisa disebabkan oleh lingkungan kerja yang bising.
Perwakilan dokter dari Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia (Perdoki) dr. F. Handoyo, MPH Sp.OK menjelaskan kebisingan di tempat kerja dapat menyebabkan gangguan kesehatan bila kebisingan melampaui 85 desibel selama 8 jam terus-menerus setiap hari.
Kebisingan tersebut dapat berasal dari mesin, peralatan kendaraan, dan proses industri.
“Gangguan pendengaran akibat bising yaitu ketulian bersifat sementara atau permanen. Jadi tidak langsung tuli tetapi bertahap, pelan-pelan pendengarannya menurun dan bisa pulih lagi. Namun jika tidak diatasi segera dapat mengakibatkan ketulian permanen,” ungkap dr. Handoyo.
Pencegahan gangguan pendengaran di tempat kerja, lanjutnya, dapat dilakukan pencegahan primer dan sekunder.
Lebih lanjut dijelaskan pencegahan primer dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan termasuk kesehatan pendengaran calon karyawan. Selanjutnya dilakukan pencegahan sekunder dengan pemeriksaan kesehatan tahunan.
Asal tahu saja, setiap tanggal 3 Maret, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperingati World Hearing Loss atau Hari Pendengaran Sedunia. Tujuan dari peringatan ini adalah untuk merawat kesehatan pendengaran dan melakukan pencegahan dari masalah kesehatan telinga. Peringatan ini dimulai diperingati sejak tahun 2007 melalui konferensi WHO.
Pada tahun ini, WHO memberi tema “Ear and hearing care for all! Let’s make it a reality”, yang artinya “Perawatan telinga dan pendengaran untuk semua! Mari kita wujudkan itu”.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post