Dalam laporan yang dikeluarkan oleh Vital Strategies pada Januari 2023 dengan judul; Protecting Youth From Online E-Cigarette Marketing: Findings From a New Study in India, Indonesia and Mexico, tertuang beberapa temuan yang memprihatinkan tentang industri rokok khususnya rokok elektronik atau vapek.
Riset ini memang bertujuan untuk menganalisis dan menemukan dampak pemasaran (marketing) rokok elektronik di Meksiko, India, dan Indonesia, tiga negara yang tidak memiliki regulasi terkait sponsor dan promosi rokok elektronik di media sosial.
Dari riset tersebut, Prohealth.id menemukan ada keunikan marketing rokok elektronik di Indonesia dan Meksiko, yakni promosi vape di dua negara ini mayoritas mengandalkan engagement melalui konten audio-visual alias video. Pasalnya, konten video untuk mempromosikan vape dikarenakan medium ini memiliki kemampuan engagement yang sangat kuat yang akhirnya meningkatkan pengaruh pada konsumen, termasuk target konsumen perempuan.
Cara mengukur engagement adalah dari likes/loves, lalu reshare atau repost, dan jumlah komentar atau comments. Khusus di Indonesia, para penonton banyak yang berinteraksi dengan video kepulan asap vape yang bersumber dari Youtube. Dari banyak platform, pengguna di Indonesia paling terdampak dari konten yang dipromosikan oleh perusahaan tertentu dengan kemasan yang menghibur, termasuk dengan tata cara menggunakan vape bagi pemula. Tak hanya itu, temuan lain menyebutkan perempuan adalah kelompok yang paling banyak menjadi ikon ataupun influencers dalam mempromosikan rokok elektronik.
Hal ini dibenarkan oleh pernyataan dari Insaf Albert Tarigan selaku Senior Media and Social Media Analyst dari eBdesk Indonesia. “Berdasarkan analisis kami, rokok elektronik ini paling banyak dipopulerkan di media sosial justru oleh perempuan,” ujar Albert dalam sebuah kegiatan pelatihan menulis yang diselenggarakan Prohealth.id, Februari 2023 lalu.
Ketua Umum Perhimpunan Paru Indonesia (PDPI), Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto menyatakan masyarakat di Indonesia masih salah kaprah dan menggunakan vape dengan alasan ingin beralih dari konvesional. Apalagi, anggapan kadar nikotin yang lebih rendah ikut memperkuat masyarakat mencoba vape. Padahal, rokok elektronik sudah terbukti menyebabkan masalah pernapasan seperti asma, radang paru, kanker paru, sampai kasus paru-paru bocor.
Menurut Penulis Senior dan Pakar Kesehatan Masyarakat di University of Southern California (USC) dr. Ahmad Besaratinia dalam penelitiannya menemukan rokok elektronik terbukti berbaya bagi kesehatan karena berpotensi menyebabkan kerusakan DNA di mulut. Dikutip dari Dailymail, kerusakan atau mutase DNA inilah yang akan memicu penyakit kanker bagi para pengguna vape. Dia juga menemukan bahwa pengguna vape dengan alat pod inilah yang paling besar risikonya mengalami kanker akibat kerusakan sel mulut.
Tak hanya kanker, berdasarkan pantauan Prohealth.id, pada Februari 2023 lalu seorang perempuan di Inggris, terdiagnosis popcorn lung atau penyakit bronkiolitis obliterans (BO) akibat candu vape. Dikutip dari situs Times of India, penyakit popcorn lung ini disebabkan oleh diacetil yang terkandung dalam cairan vape terhubung langsung dengan paru-paru dan menyebabkan masalah BO. Gejala yang umum dialami adalah kesulitan bernapas dan menjadi makin parah jika dibiarkan.
Perempuan hamil maupun yang sedang tidak hamil sangat disarankan untuk berhenti merokok apalagi menggunakan rokok elektronik. Dikutip dari situs Mayo Clinic Amerika Serikat, sebuah riset akademis menemukan bahwa perempuan yang vaping selama hamil berpotensi mengalami keguguran. Hal ini dikarenakan kandungan nikotin dan juga kandungan bahan kimia lain akan terserap oleh janin dan berpotensi membuat bayi mengalami kerusakan otak.
Beban kesehatan yang dipikul perempuan akibat penggunaan vape masih belum selesai. Menurut laporan dari Bureau of International Labor Affairs dari Amerika Serikat, ada 43 persen anak perempuan di seluruh dunia yang masuk dalam industri untuk bekerja. Namun industri di Indonesia yang paling banyak menjadi lapangan kerja bagi usia anak adalah; manufaktur sandal, emas, industri karet, dan industri tembakau.
Selain Indonesia beberapa negara lain yang mempekerjakan anak di bawah umur dalam industri tembakau adalah Filipina, Vietnam, Nikaragua, Meksiko dan Mozambique.
Menurut Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) melalui akun resminya menyatakan kondisi ini menunjukkan urgensi membebaskan perempuan dan anak perempuan dari jerat industri rokok. Dari sisi pemasaran dan industri, perempuan dan anak perempuan dilibatkan sebagai pekerja manufaktur dan ikon promosi. Akibatnya, perempuan yang juga terjebak sebagai pengguna ikut merasakan dampak kesehatan yang berat dari mulai penyakit pernapasan hingga keguguran.
“Ini hanya beberapa jenis dan cara industri tembakau invasi pada perempuan dan anak perempuan. Kita perlu melanjutkan gerakan mendesak akuntabilitas industri untuk menjaga masa depan anak-anak dari bahaya produk tembakau,” tulis tim SEATCA melalui akun Instagramnya.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post