Pada peringatan Hari Perempuan Sedunia 8 Maret 2023, ramai informasi tentang kasus meninggalnya seorang ibu hamil diduga karena ditolak oleh RSUD Ciereng, Kabupaten Subang.
Kurnaesih (39) warga Kampung Citombe, Desa Buniara, Kecamatan Tanjungsiang di Subang tengah hamil 9 bulan. Berdasarkan informasi yang dihimpun Prohealth.id, Juju Junaedi (46), suami korban Kurnaesih awalnya mengalami kontraksi saat di rumah. Kondisi Kurnaesih yang terus menurun membuat keluarga bergegas mambawanya ke Puskesmas Tanjungsiang untuk mendapat pengobatan awal.
Namun sesampainya di Unit Gawat Darurat (UGD), Juju dan Kurnaesih diarahkan masuk ke ruang pelayanan obstetri neonatal emergency komprehensif (PONEK) untuk segera mendapat tindakan medis. Sayangnya, Kurnaesih ditolak oleh pihak RSUD Ciereng dengan alasan administratif belum ada rujukan resmi dari Puskesmas Tanjungsiang. Kondisi Kurnaesih makin kritis, sehingga Juju dan keluarga segera membawanya ke rumah sakit di Bandung. Sayang, dalam perjalanan Kurnaesih meninggal bersama bayi dalam kandungannya.
Tidak adanya tindakan dari RSUD Ciereng, kelambanan administrasi Puskesmas Tanjungsiang, serta lemahnya perspektif pada penyelamatan pasien darurat membawa banyak kritik pemerintah dan masyarakat pada RSUD Ciereng.
Kasus ini hanyalah satu dari sekian banyak kasus keterlambatan penanganan kesehatan masyarakat di level layanan kesehatan primer, baik puskesmas sampai rumah sakit.
Dalam kegiatan peluncuran dokumen kebijakan kesehatan atau Health Outlook 2023: Saatnya Berubah di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta pada Rabu, 22 Februari 2023 lalu, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menghadirkan sejumlah narasumber dalam membahas tantangan kesehatan masa depan.
Sebelum sesi diskusi, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan tantangan pertama dalam manajemen kesehatan masyarakat adalah tentang anggaran kesehatan yang kerap diabaikan dalam rumusan kebijakan.
“Anggaran kesehatan itu sebenarnya politically sexy. Anggaran kesehatan selalu naik lebih tinggi dari pendapatan per kapita. Tetapi outcome kesehatan belum jelas,” ujar Budi.
Pemahaman tentang sehat di Indonesia juga masih terbatas dengan umur yang panjang. Sayangnya, belum banyak edukasi terkait belanja pemerintah dari sisi preventif dengan belanja kesehan dari sisi kuratif.
“Jadi rata-rata orang di AS misalnya, belanja 10.000 dolar per tahun buat kesehatan. Sementara negara lain misalnya Kuba, 70-90 tahun bisa belanja kesehatan hanya 1000 dolar per tahun. Kenapa? Karena Kuba preventif, sementara Amerika ini promotif.
Founder CISDI Diah Satyani Saminarsih menambahkan kondisi ini menunjukkan ada tantangan dalam komitmen anggaran. Pertama, sisi keterbatasan anggaran, kedua, juga sisi inefisiensi penggunaan anggaran kesehatan.
“Kondisi ini makin parah sesuai laporan Bank Dunia karena ada pelambatan ekonomi global tahun 2023,” jelasnya.
Akibatnya, kata Diah, ada potensi kapasitas fiskal untuk kesehatan makin terbatas. Padahal di tahun anggaran sebelumnya, anggaran kesehatan turun 20 persen akibat pemulihan ekonomi Covid-19.
“Kenaikan anggaran terjadi karena dibutuhkan karena respon Covid-19. Setelah tidak ada kegawatan, anggaran kesehatan yang ada tidak akan cukup membiayai reformasi dan transformasi,” ujar Diah.
Oleh karenanya, Diah mendesak transformasi layanan kesehatan primer seharusnya masuk dalam Undang-Undang. Dengan begitu, terbangun sebuah profesionalisme dalam pelayanan kesehatan primer. Misalnya saja; reformasi dalam jenjang karir, reformasi pembiayaan kesehatan.
“Tapi tidak hanya dengan menaikkan iuran. Bukan soal itu, tetapi peningkatan kualitas dan pengelolaan biaya kesehatan.”
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof. Meiwita Budiharsana menjelaskan, selama bertahun-tahun reformasi kesehatan tidak berhasil karena tidak ada kesetaraan dalam pelayanan dan aksesibilitas. Misalnya saja; di Indonesia Barat, Tengah, dan Timur, selalu ada mekanisme yang berbeda. Kondisi ini tergantung dengan kebijakan pemerintah daerah masing-masing.
Sayangnya, ada beberapa kepala daerah yang secara terang-terangan mengakui kesehatan bukan menjadi prioritas di daerahnya. Beberapa contoh kebijakan atau keputusan politik yang lebih cepat dieksekusi adalah membangun gedung dan infrastruktur, atau proyek dan program yang tidak selaras dengan kebutuhan layanan kesehatan primer.
“Padahal butuh SDM [sumber daya manusia], infrastruktur yang lebih baik. Maka ini butuh komitmen politik yang akan membawa komitmen bujet,” terang Prof. Meiwita.
Pengajar dan Peneliti Universitas Gadjah Mada, Anis Fuad menambahkan, belajar dari pandemi Covid-19, terlihat lambannya organisasi berbenah, disusul dengan regulasi cepat tanggap yang selalu terbelakang. Padahal, di era digitalisasi akses kesehatan mulai berkembang secara daring namun masih ada sekitar 12.000 desa yang belum ada akses internet. Kalau pun ada akses internet, perilaku masyarakat desa terhadap internet tidak baik.
“Maka aspek tata kelola data pribadi ini menjadi sangat penting, memproteksi manusia pengguna data. Ada kewajiban meningkatkan nilai kala kita menggunakan data,” terang Anis.
Bank Dunia dan Badan Kesehatan Dunia (WHO) sudah menegaskan layanan kesehatan primer harus menjadi prioritas investasi untuk menjamin kesehatan masyarakat. Namun menurut Pandu Harimurti, Senior Health Specialist World Bank ada masalah makrofiskal yang mengintai selama bertahun-tahun, sehingga perlu hantaman dari Covid-19 untuk menjadi momentum reformasi sistem kesehatan.
“Namun ada benturan, ini ada uangnya atau tidak? Karena nanti [2023] ada resesi, double shock pertama adalah pandemi. Shock kedua inilah dari kondisi makrofiskal,” ujar Pandu.
Dia menegaskan upaya memperkuat resiliensi alias ketahanan kesehatan harus berakar pada penguatan sistem kesehatan primer, dengan kesadaran pemerintah yakni pemda utnuk memprioritaskan investasi kesehatan.
Lead for Social Inclusion and Protection PUSKAPA, Andrea Adhi menambahkan, transformasi kesehatan bersifat iterative dimana kisa bisa belajar dari setiap tahap.
“Maka pemenuhan hak yang pasti membutuhkan interaksi lintas sektor, untuk terhubung dan menghubungkan layanan dengan layanan lainnya,” jelas Andrea.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post