Tanggal 31 Mei diperingati setiap tahunnya sebagai Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS). Tema HTTS tahun ini 2020 adalah “Cegah anak dan remaja Indonesia dari “BUJUKAN” rokok”. Ya, saat ini justru anak-anak dan remaja yang menjadi “sasaran empuk” agar mereka mulai merokok sejak usia muda dan akhirnya menjadi perokok aktif hingga dewasa. Taktik ini tentu saja bertujuan untuk mengganti jutaan perokok yang meninggal setiap tahun dari penyakit akibat rokok, seperti penyakit jantung dan kanker mulut. Apa saja yang dilakukan agar generasi penerus bangsa ini tertarik? Cukup dengan memperhatikan sekitar kita, kepungan iklan dan promosi rokok ada dimana-mana.
Bujukan itu ada dimana-mana
Beraneka iklan rokok di televisi, di pinggir jalan, di warung dan mini market disuguhkan secara agresif dan masif. Bahkan di gadget yang kita pegang, dengan mudahnya iklan rokok bermunculan dalam bentuk pop-up, misalnya saat kita mengakses situs-situs berita terkemuka. Tidak cukup itu saja, promosi oleh produsen rokok tak tanggung-tanggung digencarkan melalui berbagai macam cara dan kesempatan, dan tentu saja menyasar kepada anak-anak dan remaja. Sebut saja lewat beasiswa pendidikan, pelatihan olahraga, konser musik hingga acara event-event olahraga nasional. Hal ini seperti menjadi sesuatu yang normal di Indonesia, padahal di banyak negara, justru iklan, promosi dan sponsorship rokok sudah sangat dibatasi bahkan dilarang.
Kondisi ini diperparah dengan kenyataan betapa gampang dan bebasnya akses membeli rokok, apalagi rokok batangan/eceran yang sangat terjangkau bagi anak-anak dan remaja. Munculnya rokok elektronik dengan berbagai varian rasa juga menjadi daya tarik bagi anak muda untuk mengisap rokok.
Baru-baru ini kita dikejutkan dengan video viral di media sosial yang menampilkan sekumpulan anak-anak berusia 5-10 tahun yang duduk di depan sebuah rumah dan semua bocah itu asik mengobrol sambil mengisap rokok, padahal beberapa dari mereka masih ada yang mukanya belepotan bedak. Sungguh miris ketika di video tersebut juga terlihat sekumpulan ibu duduk tidak jauh dan malah membiarkan anak-anak itu merokok. Perilaku semacam ini kemungkinan besar merupakan aksi meniru orangtua, terutama para ayah yang mempunyai kebiasaan merokok ketika ada acara kumpul-kumpul, atau memang mendapat berita-berita hoaks yang menyesatkan dari media sosial.
Generasi Muda tanpa rokok
Jumlah perokok berusia 10-18 tahun di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 mencapai 9,1% dan Indonesia menempati posisi puncak untuk angka perokok remaja terbanyak di dunia. Pemerintah telah berupaya untuk mengurangi angka perokok di Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012) tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan merupakan payung hukum pengendalian rokok di Indonesia selama ini. Pemerintah telah menerapkan peringatan kesehatan pada bungkus rokok (Pictorial Health Warning/PHW). Semakin banyak Pemerintah Daerah juga berupaya melindungi warganya dengan telah menerbitkan peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok, meskipun implementasinya masih perlu ditingkatkan lagi.
Penegakan peraturan tentang penjualan rokok, perlu dipertajam lagi sehingga generasi muda terbebas dari cengkraman bujukan rokok. Hal ini juga berlaku untuk iklan, promosi dan sponsorship rokok.
New Normal Life: Hidup Sehat Tanpa Rokok
Di saat pandemi sekarang ini, kebiasaan merokok terbukti merusak paru-paru dan organ tubuh lainnya sehingga dapat meningkatkan risiko terjangkit COVID-19 yang parah. Perokok yang terinfeksi COVID-19 2 kali lebih butuh ventilator dan ruang ICU (Vardavas, ConstantineI, and Katerina Niktara, 2020). Rokok merupakan faktor resiko berbagai penyakit Tidak Menular (PTM), termasuk hipertensi dan diabetes yang dapat menjadi komorbid atau penyakit penyerta yang memperparah COVID-19. Dua penyakit ini menjadi penyebab kematian tertinggi pada penderita Covid-19.
Dirjen P2P, dr. Achmad Yurianto, MARS, menyatakan bahwa faktor penyakit hipertensi, penyakit sesak nafas karena ada kelainan paru-paru, dan diabetes bisa menjadi penyebab meninggal kasus COVID-19. Kebiasaan memegang mulut ketika merokok serta penggunaan rokok elektronik juga bisa menjadi titik masuk penularan COVID-19. Hal ini menunjukkan potensi penularan COVID-19 kepada keluarga maupun masyarakat lainnya, utamanya perokok muda.
Seiring dengan dimulainya era new normal life, maka kebiasaan merokok harus dihentikan sekarang juga karena sudah terbukti merupakan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan. Justru kebiasaan seperti menjaga jarak, menggunakan masker dan rajin cuci tangan pakai sabun adalah perilaku normal yang harus kita lakukan untuk mencegah penularan penyakit.
Saatnya membangun generasi sehat
Momentum HTTS tahun ini mengingatkan kita untuk segera bergerak menciptakan generasi Indonesia yang sehat dan cerdas dengan melindungi anak-anak dan remaja dari bujukan rokok dan meningkatkan kesadaran mereka tentang taktik bujukan dan bahaya rokok. Mari ramaikan kampanye tolak bujukan rokok di media sosial dengan #Tolakbujukanrokok.
Kita juga jadikan perilaku hidup bersih dan sehat sebagai kebiasaan dan budaya dalam era new normal life, antara lain selalu memakai masker saat berada di luar rumah, cuci tangan pakai sabun sesering mungkin, menerapkan etika batuk, dan menjaga jarak, serta hindari kerumunan.
Ayo, bersama kita ciptakan generasi muda bangsa yang sehat tanpa rokok dan terhindar dari COVID-19! Tidak Merokok Tetap Macho…
SUMBER: Liputan6.com
PENULIS: Gilar Ramdhani
Discussion about this post