Jakarta, Prohealth.id – Bakteri Mycobacterium tuberculosis pertama kali terdeteksi pada bangkai bison sekitar 17.000 tahun lalu. TBC baru terdeteksi di tubuh manusia di tulang-tulang mumi Mesir sekitar 3000-2400 sebelum masehi.
Penyakit ini menjadi nomor dua paling mematikan di dunia. Di Indonesia, angka kematiannya mencapai 130.000 jiwa atau sekitar 17 kematian setiap jam pada 2023.
Anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Mira Yuliati menjelaskan bakteri mycobacterium tuberculosis bisa hinggap di mana saja.
“Benar-benar dari ujung kepala sampai ujung kaki bisa terserang,” kata Mira dalam Youtube Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Dia membeberkan variasi penyakit TBC, seperti TBC otak, TBC mata, TBC kulit, TBC kelenjar, TBC payudara, TBC saluran reproduksi. Namun yang paling banyak adalah TBC paru-paru, yakni bakterinya menyerang sistem pernapasan.
Dia menyebut penularan TBC lebih rentan daripada Covid-19. Jika virus covid-19 menular lewat droplet, maka bakteri penyebab TBC menular lewat udara. Namun, apakah kita tetap bisa menghindari penularan bakteri tersebut meski dekat dengan pasien TBC?
Mira mengatakan seseorang yang dekat dengan pasien TBC, bisa saja tidak tertular bakteri tersebut. Namun, jika mereka berada dalam kondisi tertentu, seperti berada di ruangan dengan sirkulasi yang baik.
“Kalau misalnya dia itu dengan tempat dengan sirkulasi baik ya sebenarnya tidak (tertular) ya gitu,” kata dia.
Namun, jika jaraknya berdekatan tanpa memakai masker, tetap berisiko tertular. Apalagi, jika berada di ruangan dengan sirkulasi udara yang buruk.
“Jadi kalau untuk jarak pasti terus terang sulit untuk membuktikannya. tidak ada ukuran pastinya nya. Tapi yang jelas kalau misalnya ada di dalam satu ruangan, terutama dengan ventilasi yang buruk, maka itu bisa saja,” ucapnya.
Mengenal Gejala Tertular TBC
Gejala umum yang terlihat salah satunya adalah batuk tak berkesudahan lebih dari dua minggu. Kadang-kadang, kata Mira, seorang yang tertular TBC mengalami batuk berdarah.
Kemudian, ada penurunan nafsu makan hingga menyebabkan berat badan turun drastis. Mira mengatakan seorang yang terkena TBC juga sering berkeringat ketika malam hari.
Namun, tidak semua pasien mengalami gejala yang sama. Penjelasan Mira tadi biasanya ditemukan pada orang yang tertular TBC paru.
Jika orang yang terkena TBC ektra paru (selain paru), maka gejalanya beda lagi. Tergantung dengan organ mana yang dihinggapi bakteri tersebut.
TBC mata misalnya, gejala yang sering timbul adalah kemerahan di mata dan pandangan kabur. TBC kelenjar ditandai dengan adanya benjolan di sekitar leher atau ketiak.
Siapa yang rentan terkena TBC?
Mira mengungkapkan orang-orang dengan permasalahan imun biasanya lebih rentan terkena TBC. “Terutama pada pasien-pasien dengan gangguan sistem imun. Khususnya orang-orang yang dengan komorbid HIV, kemudian diabetes melitus,” sebut dia.
Kemudian orang yang mendapat tranpalansi organ juga rentan terkena TBC. Lalu, orang-orang yang mendapatkan obat-obatan yang menurunkan kekebalan, seperti pasien autoimun. Selanjutnya adalah orang-orang yang berkontak terus menerus dengan pasien TBC.
“Jadi misalnya kontak erat serumah dengan pasien. Yang tinggal serumah dan akhir artinya kan terpapar berulang ya. Nah itu juga akan menimbulkan risiko lebih,” kata Mira.
Cara Menghindari TBC
Meski semua berisiko tertular, Mira menyebut ada langkah-langkah untuk menghindari terpapar bakteri berbahaya tersebut. Salah satunya adalah dengan menggunakan masker ketika berdekatan dengan pasien TBC.
Kedua, bisa dengan vaksinasi Bacille Calmette-Guérin (BCG). Vaksin tersebut biasanya suntik pertama kali di lengan sejak bayi.
Ketiga, terapi pencegahan TBC (TPT). Terapi ini untuk orang yang terdeteksi bakteri TBC, tetapi tidak aktif. Tujuan TPT terutama untuk mencegah supaya TBC yang tadinya memang sudah ada di dalam badan kita itu tetap tidur dan tetap bisa dijaga.
Bentuk dari TPT adalah mengonsumsi obat anti TBC seperti Isoniazid (INH), Rifampisin, Rifapentin, Levofloxacin, Ethambutol
Mira mengingatkan untuk mnum obat Isoniazid tersebut hanya satu kali sehari selama 6 bulan. Bisa juga kombinasi antara Rifapentine dan Isoniazid. Namun, ketentuannya hanya diminum satu kali per minggu dan dilakukan selama tiga bulan.
Mira mengungkapkan obat TPT ini aman untuk konsumsi. Rejimen TPT ini sudah mendapat rekomendasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan sudah terbukti dengan berbagai penelitian.
Sampai saat ini, belum ada temuan efek sampingnya. “Sejauh ini belum ada efek belum ada laporan efek samping serius gitu,” pungkasnya.
Saat ini Indonesia berada di peringkat kedua dengan jumlah kasus TB terbanyak di dunia. Indonesia menyumbang sekitar 10 persen dari total kasus global. Pada tahun 2023, terdapat sekitar 1.090.000 kasus baru TB di Indonesia dengan angka kematian sekitar 17 kematian setiap jam.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post