Jakarta, Prohealth.id – Ada beberapa aturan utama dalam peraturan ini meliputi peningkatan batas usia minimum untuk membeli tembakau. Ada juga soal rokok elektronik, dan produk nikotin lainnya menjadi 21 tahun.
Lalu ada larangan penjualan rokok ecer per batang, syarat peringatan kesehatan bergambar mencakup 50 persen kemasan, larangan penggunaan perisa dan zat aditif, dan larangan iklan tembakau pada media sosial. Langkah-langkah berani ini menjadi tonggak penting dalam melindungi penduduk Indonesia – khususnya generasi muda – dari bahaya mematikan produk tembakau dan nikotin.
Menurut Dr. N. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia, peraturan baru Indonesia menjadi terobosan besar dalam upaya melindungi generasi-generasi mendatang dari bahaya terkait tembakau.
“Langkah-langkah ini menunjukkan kemauan politik yang kuat dan kesadaran yang jelas bahwa melindungi kesehatan kalangan muda saat ini penting untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045,” ujarnya melalui siaran pers, Senin (2/6/2025).
Kebutuhan akan tindakan tegas yang berbasis bukti sangatlah nyata. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan bahwa 30,8 persen orang berusia 15 tahun atau lebih menggunakan tembakau, dengan angka penggunaan pada laki-laki sebanyak 57,9 persen, dan pada perempuan 3,3 persen. Selain rokok konvensional, meningkatnya rokok elektronik dan produk nikotin lain menjadi ancaman baru yang terus berkembang. Menurut Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021, prevalensi penggunaan rokok meningkat sebanyak sepuluh kali lipat dari 0,3 persen pada tahun 2011 menjadi 3,0 persen pada 2021.
Kekhawatiran khusus muncul dari tingginya angka penggunaan rokok elektronik di kalangan muda. Data GATS 2021 menunjukkan bahwa 7,5 persen orang usia 15–24 tahun menggunakan rokok elektronik, lebih tinggi dibandingkan 3,1 persen pada kelompok usia 25–44 tahun. Lebih mengagetkan lagi, Global School-Based Health Survey 2023 mencatat 12,4 persen siswa usia 13–17 tahun saat ini menggunakan rokok elektronik.
Merespons tren-tren ini, WHO menyerukan kepada Indonesia untuk melanjutkan momentum dan menerapkan kemasan standar untuk semua produk tembakau dan nikotin. Kemasan standar – disebut juga kemasan polos– tidak mencantumkan logo merek, warna, maupun unsur promosi pada kemasan produk, melainkan hanya menyebutkan merek dalam bentuk huruf standar disertai peringatan kesehatan berukuran besar. Bukti menunjukkan bahwa intervensi ini bisa mengurangi daya tarik produk tembakau dan nikotin, terutama bagi anak muda. Selain itu terbukti bisa menghilangkan fungsi kemasan sebagai alat pemasaran. Intervensi juga bertujuan mencegah desain yang memberi kesan keliru tentang keamanan produk; dan meningkatkan visibilitas dan dampak dari peringatan kesehatan.
Secara global, 25 negara telah mengadopsi dan menerapkan kebijakan kemasan standar, dan empat negara lainnya sedang dalam tahap implementasi. Di antara negara-negara G20, Arab Saudi, Australia, Inggris, Kanada, Prancis, dan Türkiye telah memberlakukan kebijakan ini. Di kawasan ASEAN, Laos, Myanmar, Singapura, dan Thailand juga telah mengadopsi kemasan standar. Saat ini mereka tengah berada di berbagai tahap pelaksanaan, menunjukkan bahwa langkah ini layak dan efektif dalam konteks regional.
Industri tembakau terus menentang kemasan standar dengan klaim yang tidak berdasar. Misalnya; aturan ini memicu perdagangan ilegal, merugikan pelaku usaha kecil, dan melanggar hukum perdagangan. Namun, argumen-argumen ini tidak ada buktinya.
Data langsung dari negara-negara yang telah menerapkannya – terutama Australia, yang memeloporinya pada tahun 2012. Data menunjukkan penurunan angka merokok, peningkatan upaya berhenti merokok, dan hasil kesehatan masyarakat yang membaik.
Secara hukum, Indonesia berada pada posisi yang kuat untuk melangkah lebih jauh. Pasal 435 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 memberikan dasar hukum yang solid untuk mengadopsi kemasan standar. Sekarang, dibutuhkan peraturan teknis terkait pelaksanaannya agar dapat diberlakukan.
“Sekaranglah saatnya,” ujar Dr Paranietharan.
Ia menjelaskan, kemasan standar adalah upaya yang telah terbukti mampu menangkal kemampuan industri tembakau memasarkan produk berbahaya menjadi seolah-olah aman atau menarik.
“Kebijakan ini akan meredam pengaruh industri, melindungi generasi berikutnya dari jeratan pembentukan citra yang menyesatkan, dan menyelamatkan banyak nyawa. Indonesia telah menyiapkan landasan hukumnya – sekarang dibutuhkan aksi nyata.”
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post