Berdasarkan data dari Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI), baik Daerah Kerja (Daker) Mekkah maupun Madinah per tanggal 20 Mei 2025, cut-off pukul.16.00 WAS, menunjukkan angka pasien pneumonia yang cukup serius.
Pneumonia adalah peradangan pada kantung-kantung udara di paru-paru (alveoli) yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur. Di lingkungan ibadah haji yang padat dan dengan suhu panas ekstrem, risiko penularan infeksi pernapasan menjadi lebih tinggi.
Adapun yang terserang pneumonia tersebar di berbagai sektor dan kloter. Mereka akhinya menjalani perawatan intensif di rumah sakit rujukan di Mekkah dan Madinah, Arab Saudi.
Liliek Marhaendro Susilo, Kepala Pusat Kesehatan Haji, di KKHI Madinah menyatakan memang ada 99 jemaah haji Indonesia yang terserang pneumonia selama menunaikan ibadah di Tanah Suci. Angka ini menjadi perhatian serius Kementerian Kesehatan, mengingat pneumonia merupakan infeksi saluran pernapasan akut yang dapat berakibat fatal. Terutama bagi jemaah dengan kondisi kesehatan yang rentan atau memiliki komorbiditas.
“Dari 99 kasus pneumonia, ada satu jemaah yang meninggal dunia karena penyakit tersebut. Ini adalah kondisi yang harus diwaspadai, karena dapat berkembang menjadi lebih serius, jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat,” ujar Liliek.
Liliek mengingatkan kepada jamaah untuk selalu waspada. Pastikan untuk selalu menggunakan masker ketika batuk-pilek dan di area keramaian. Cuci tangan dengan sabun maupun hand sanitizer sebelum dan sesudah beraktivitas. Minum air putih atau air zam-zam sedikit demi sedikit hingga 2 liter sehari.
“Yang mempunyai komorbid dan sudah minum obat rutin, jangan lupa obatnya diminum secara teratur,” tutur Liliek.
Ia pun berpesan bahwa puncak ibadah haji saat Armuzna memerlukan stamina yang tinggi, jemaah untuk mengurangi ibadah sunnah seperti umroh yang berulang kali. Simpan energi dan jangan terlalu capek. Jangan merokok di sembarang tempat, hormati orang lain yang tidak merokok.
“Segera melapor dan memeriksakan diri saat kurang enak badan ke petugas kesehatan haji dan pos kesehatan. Kesehatan jemaah adalah prioritas utama kami,” tutup Liliek.
Ancaman Penyakit Jantung
Data kumulatif Kementerian Kesehatan melalui Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Bidang Kesehatan (Siskohatkes) hingga tanggal 23 Mei 2025, menunjukkan terdapat 53 orang jemaah haji wafat di Tanah Suci. Terdata 19 orang yang meninggal dunia akibat serangan jantung faktor penyakit jantung iskemik akut dan shock-cardiogenic.
Insiden kematian akibat penyakit jantung ini menjadi sorotan utama. Apalagi karena kondisi fisik jemaah haji yang rentan terhadap perubahan cuaca ekstrem dan aktivitas fisik yang padat selama di Tanah Suci.
Salah satu dari Tim Visitasi Kesehatan dr. Agus Sulistyawati, Sp.S saat visitasi kesehatan jemaah di Sektor 7 Daerah Kerja Mekkah mengungkapkan sebagian besar jemaah yang wafat memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya dan komorbid, serta kurang mengontrol diri untuk membatasi aktivitas fisik mereka.
“Kami sangat prihatin dengan angka kematian yang terjadi. Belasan jemaah telah berpulang, dan sebagian besar disebabkan oleh penyakit jantung,” ujar dr. Sulis.
Untuk itu, Liliek selaku Kepala Pusat Kesehatan Haji menekankan bahwa puncak ibadah haji nanti saat di Arafah, Muzdalifah, Mina (Armuzna) mulai tanggal 4 Juni pemberangkatannya dan membutuhkan persiapan serta manajemen diri yang baik.
Ia menegaskan bagi para jamaah lansia atau memiliki penyakit penyerta seperti jantung, hipertensi, dan diabetes, untuk mengurangi ibadah sunah yang membutuhkan pengerahan tenaga ekstra.
“Contohnya, mengurangi frekuensi umroh, tawaf sunah berulang kali, menghindari jalan kaki jarak jauh ke Masjidil Haram ataupun Masjid Nabawi, serta wisata ziarah. Jemaah harus memastikan waktu istirahat yang cukup,” tegas Liliek.
Ibadah sunah memang memiliki pahala yang besar, namun kesehatan dan keselamatan jiwa jauh lebih utama, terutamanya pada saat pelaksanaan haji di Armuzna.
Ia juga menganjurkan jamaah untuk tidak memaksakan diri. Usahakan untuk menghindari ibadah di siang hari yang terik. Gunakan selalu APD seperti masker, payung, kacamata hitam, alas kaki, ketika akan dan saat melakukan ibadah.
“Minum air putih atau air zam-zam sedikit demi sedikit hingga 2 liter per hari. Jangan lupa juga minum oralit sehari sekali agar tidak dehidrasi,” imbau Liliek.
Lebih lanjut, Ia pun mengingatkan agar para jemaah yang sakit dan yang sudah minum obat untuk diminum secara teratur. Hindari stres dengan selalu berpikiran positif dan berzikir. Periksa kesehatan 3 kali seminggu ke petugas kesehatan untuk memastikan faktor risiko penyakit terkendali.
Jangan lupa saling menjaga dan mendampingi jamaah dengan komorbid dan lansia. Terutama yang memiliki riwayat jantung bekerja sama dengan ketua regu dan jemaah yang sehat.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post