Jakarta, Prohealth.id – Kelangkaan dokter masih terjadi di Indonesia, salah satunya di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Ibu hamil bernama Maria Yunita 36 tahun, kehilangan nyawa karena tidak ada dokter anestesi di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. TC. Hillers Maumere, Kabupaten Sikka.
Dikutip dari berbagai sumber, Maria Yunita dibawa ke Puskesmas Beru pada Rabu pukul 09.00 Wita. Kemudian, pada pukul 16.00 Wita, pasien dirujuk ke RSUD Tc. Hillers Maumere. Sayangnya ketika tiba di rumah sakit pasien dalam kondisi baik dan sedikit mengeluh sesak napas. Dalam kondisi darurat tersebut, RSUD Dr. TC. Hillers malah tidak punya dokter anestesi.
Terkatung-katung, Maria sempat mau dipindahkan ke rumah sakit di kabupaten lain seperti; Larantuka, Ngada, dan Bajawa. Rencana ini tertunda karena ada pilihan pasien untuk pindah ke Rumah Sakit Kewapante, Maumere. Rencana itu pun ditunda lagi karena dokter dan fasilitasnya tidak memadai. Akibat kesimpangsiuran informasi dari pihak rumah sakit membuat keluarga bingung. Naas, kondisi pasien terus menurun dan meninggal dunia.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengaku belum mendapatkan secara lengkap kejadian yang terjadi di Maumere, Kabupaten Sikka. “Saya belum terupdate kasus Maumere,” katanya singkat kepada Prohealth.id, Jumat (11/4/2025).
RSUD Dr. TC. Hillers Maumere adalah layanan kesehatan milik pemerintah dan menjadi rumah sakit rujukan masyarakat Pulau Flores dan Lembata. Kekosongan dokter anestesi di rumah sakit merupakan salah satu contoh masalah minimnya jumlah tenaga kesehatan di Indonesia, terutama di daerah terpinggirkan.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Himpunan Perawat Anestesi Indonesia (HIPANI) menunjukkan bahwa Indonesia menghadapi krisis perawat anestesi. Dari total 582.023 tenaga keperawatan di Indonesia, hanya 2.425 orang yang bekerja di pelayanan anestesi, atau hanya 0,42 persen dari total tenaga keperawatan.
Kompetensi perawat dalam bidang pelayanan anestesi menjadi semakin penting. Hal ini karena tugas pelayanan anestesi tidak hanya mencakup perioperatif, tetapi juga berbagai pelayanan lainnya. Seperti; Endoskopi, Pulmonologi Intervensonal, Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI), Radiologi Intervensional, Kardiologi Intervensional, Perawatan Luka Bakar, Fertilisasi In Vitro (IVF), Post Anesthesia Care Unit dan lainnya.
Profil Tenaga Kesehatan Indonesia pada Maret 2023 menunjukkan bahwa hanya 3,566 dokter anestesi di Indonesia, dengan rasio 0,2 dokter anestesi per 1000 penduduk. Sementara jumlah penduduk di Indonesia menurut data BPS berjumlah 282.477.584 jiwa. Data itu menunjukkan Indonesia memiliki kekurangan dalam jumlah dokter spesialis anestesi. Artinya, jumlah ini mungkin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pelayanan anestesi yang ada di seluruh wilayah Indonesia, terutama di daerah yang lebih terpencil.
Kemenkes juga pernah mengeluarkan data bahwa sebanyak 723 RSUD di Indonesia tidak memiliki dokter anestesi. Hal ini berdampak pada pelayanan anestesi kewenangannya dilimpahkan kepada tenaga kesehatan lain, misalnya perawat. Anomali ini terus berlangsung sementara jumlah rumah sakit di Indonesia setiap tahun terus bertambah.
Dikutip dari situs resmi Himpunan Perawat Anestesi Indonesia (HIPANI), jika 1 rumah sakit memiliki 3 kamar operasi, dengan 3 shift jaga atau kerja perawat yakni pagi, siang dan malam, artinya Indonesia harus memiliki 28.395 perawat anestesi. Hal itu pun tidak termasuk perawat tersebut mendapatkan tambahan pekerjaan di unit lainnya.
Merespon masalah ini, Gubernur Nusa Tenggara Timur Emanuel Melkiades Laka Lena meminta Menteri Kesehatan mencabut surat izin praktik (SIP) dari dua dokter spesialis anestasi yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sikka, T.C. Hillers. Melkiades menyebut dua dokter itu meminta tunjangan yang sangat besar. Sementara kemampuan uang Kabupaten Sikka sangat terbatas. Akibatnya, ada pasien meninggal dunia di rumah sakit T.C. Hillers.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post