Jakarta, Prohealth.id – Remunerasi dokter adalah semua bentuk penghargaan yang diterima seorang dokter dalam menjalankan pekerjaan profesinya, berbentuk finansial langsung maupun finansial tidak langsung.
Sistem remunerasi dokter mempunyai tujuan antara lain; meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat, meningkatkan kinerja dokter, meningkatkan integritas dokter, menjamin kesejahteraan dokter, meningkatkan kinerja fasilitas kesehatan, serta Memperbaiki distribusi dokter.
Untuk itu, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) meluncurkan Pedoman Remunerasi Dokter Indonesia 2023. Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, DR. Dr. Moh. Adib Khumaidi, SpOT mengatakan bahwa tujuan diterbitkannya buku ini adalah agar terbentuk sistem remunerasi yang layak dan berkeadilan bagi dokter Indonesia yang telah melaksanakan tugas keprofesiannya.
Sistem yang disusun ini menurut dr. Adib diharapkan akan meningkatkan performa dan kinerja dokter yang pada akhirnya juga akan meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dimana dokter tersebut menjalankan tugas keprofesiannya.
“Sistem remunerasi yang layak dan berkeadilan ini diharapkan pula dapat menjaga marwah profesi kedokteran dan integritas Dokter Indonesia. sistem remunerasi dokter yang baik akan mendorong penyebaran dan distribusi dokter secara lebih merata di seluruh Indonesia,” ungkapnya melalui siaran resmi yang diterima Prohealth.id, Jumat (29/9/2023).
Di sisi lain, sistem pelayanan kesehatan membutuhkan tata kelola yang baik, termasuk tata kelola di bidang pembiayaan dan remunerasi. Sistem remunerasi yang diharapkan adalah yang remunerasi yang mengapresiasi kinerja para knowledge worker ini yang berbasis pada kelayakan dan rasa keadilan. Rasa keadilan tersebut berlaku bagi semua pihak yang terlibat, tidak hanya bagi para dokter, namun juga bagi fasilitas pelayanan kesehatan sebagai pemberi kerja.
Pedoman Remunerasi Dokter Indonesia ini disusun oleh Bidang Pengembangan Pembiayaan Kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional PB IDI beserta representatif dari seluruh Perhimpunan yang bernaung di bawah payung Ikatan Dokter Indonesia.
Ketua Bidang Pengembangan Pembiayaan Kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional PB IDI, DR. Dr. Misbahul Munir menjelaskan bahwa sistem remunerasi dalam Pedoman Remunerasi Dokter Indonesiayang menggunakan pendekatan 3P: Pay for Position (P1), Pay for Performance (P2), Pay for People (P3).
“Pedoman ini disusun untuk dapat diterapkan bagi dokter purna waktu, maupun dokter paruh waktu; baik yang bekerja di di fasilitas pelayanan kesehatan primer, sekunder maupun tersier, milik Pemerintah maupun di swasta,” jelas dr. Misbahul.
Ketua Tim Penyusun Pedoman Remunerasi Dokter Indonesia 2023, Dr. Ken Ramadhan, SpU(K) menyampaikan, Dalam penyusunannya, pedoman remunerasi ini mendapat masukan dari seluruh perwakilan perhimpunan kesehatan di bawah naungan PB IDI dan pengelolaan data dan informasi oleh tim penyusun. Kematangan proses ini diharapkan menjadikan panduan ini semakin kokoh karena telah melalui metodologi yang berlapis.
PB IDI juga menyampaikan keterbukaan bahwa senantiasa terdapat perubahan teknologi informasi kedokteran dan pengembangan keilmuan terkait serta beragam kondisi internal dan eksteral yang membutuhkan penyesuaian. Dengan demikian perbaikan secara berkelanjutan perlu dilakukan sesuai kebutuhan. Sebelumnya, Pedoman Remunerasi Dokter Indonesia dibuat pada tahun 2013 dan 2016.
Asal tahu saja, urgensi remunerasi untuk mencapai kesejahteraan merupakan bentuk respon IDI terhadap kompleksitas pelayanan kesehatan di seluruh pelosok tanah air. Prohealth.id mencatat pada akhir Agustus 2023 sampai dengan awal September 2023, sejumlah dokter spesialis dan sub spesialis dari tiga rumah sakit di Provinsi Papua yaitu RSUD Abepura, RSUD Dok II Jayapura, dan RSJ Abepura menggelar aksi demonstrasi. Aksi unjuk rasa digelar pada 28 Agustus 2023 di depan Kantor Gubernur Provinsi Papua.
Para dokter ini mendesak akan mogok melayani masyarakat karena memperjuangkan tunjangan tambahan penghasilan (TPP) yang disebut tidak manusiawi. Mereka membawa spanduk tuntutan dan melakukan orasi dengan ancaman tidak melayani pasien di luar jam kerja layanya ASN, jika tuntutan TPP tidak terpenuhi.
Dalam konferensi pers virtual yang digelar oleh IDI, dr. Adib mewakili PB IDI menyebut dokter spesialis dan sub spesialis di Papua termasuk langka. TPP yang diberikan kepada dokter pada masa pemerintah mantan Gubernur Papua Lukas Enembe kepada dokter spesialis adalah Rp20 juta, di luar gaji pokok sesuai dengan golongan. Insentif ini disebut masih jaug dari ketentuan yang Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2019 tentang besaran tunjangan peserta penempatan dokter spesialis dalam rangka pendayagunaan dokter spesialis. Di aturan tersebut, besaran tunjangan antara Rp22 juta sampai Rp30 juta tergantung lokasi penempatan. Para dokter spesialis dan sub spesialis juga tidak mengenal jam kerja di Papua, kaena harus siap siaga ketika ada panggilan di luar jam kerja.
Oleh karenanya, dr. Adib menyebut kekecewaan dan aksi unjuk rasa itu bukanlah persoalan baru, tetapi persoalan lama yang berkepanjangan di Papua. Kondisi ini pun diselesaikan agar masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan tidak menjadi korban. Selain itu dalam merespon masalah ketidakadilan yang dialami tenaga kesehatan, IDI terus memfasilitasi audiensi dokter dengan pemerintah.
IPB IDI berharap Pedoman Remunerasi Dokter Indonesia ini dapat menjadi menjadi pedoman dasar untuk menghargai dokter, sehingga dokter dapat bekerja dengan tenang, bekerja dengan kualitas yang baik, ramah, berperilaku baik, menghasilkan daya kompetisi SDM dokter dan dokter spesialis yang kuat dan siap bersama-sama dengan fasilitas pelayanan kesehatan menghadapi tantangan, termasuk pasar Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
“Dengan pedoman yang baku ini maka selanjutnya perlu dikawal dalam pelaksanaannya. Keterlibatan semua pihak melalui komunikasi dan kerjasama sangat dibutuhkan dalam upaya mencapai era kesejahtaraan bagi semua.” tutup dr. Adib.
Penulis: Irsyan Hasyim & Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post