Jakarta, Prohealth.id – Produk susu pengganti ASI dinilai kerap melakukan praktik promosi yang tidak etis sehingga mendorong kesalahpahaman publik dan menyebabkan problem kesehatan dan gizi bayi.
Irma Hidayana, dari Gerakan Nasional Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA) mengatakan Pekan Menyusui Dunia yang dirayakan sampai 7 Agustus 2021 memang tepat dengan mengangkat konteks tantangan ibu menyusui pada masa pandemi.
Salah satu yang paling menantang pada masa pandemic adalah kian maraknya cara promosi produk pengganti ASI. Irma menilai banyak dari produk pengganti ASI ini yang menyelenggarakan pemasarannya dengan tidak etis. Padahal, sejumlah riset kesehatan menyebut anak yang kehilangan kesempatan menyusui membuat lebih dari 800 anak meninggal dunia.
Oleh karena itu pada Mei 2021 lalu, sejumlah jaringan peduli ibu menyusui telah menggalang Kode Internasional Pemasaran Produk Pengganti ASI yang selanjutnya disebut ‘Kode Internasional’ yang dikembangkan oleh World Health Organization (WHO) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF) telah disahkan pada tahun 1981 sebagai standar minimal untuk membantu melindungi, mempromosikan, dan mendukung pemberian ASI di seluruh dunia.
Seperangkat Kode Internasional ini juga bertujuan untuk mengatur promosi produk pengganti ASI yang tidak etis dan untuk memastikan bahwa produk ini digunakan sesuai indikasi medis yang tepat. Sejak disahkan, pasal-pasal dalam Kode Internasional telah ditegaskan kembali dalam Resolusi-Resolusi World Health Assembly (WHA) yang memiliki status hukum yang sama dengan Kode Internasional itu sendiri.
“Sekarang kita bisa mengawal dengan ayah ASI, Gerakan Ibu dan Anak, AIMI [Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia], termasuk kami yang membantu implementasi kode supaya industri ini taat kepada kode,” jelas Irma.
Bersamaan dengan perayaan 40 tahun peluncuran Kode Internasional, Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) meluncurkan sebuah laporan bertajuk Breaking The Code: Violations of the International Code of Marketing of Breastmilk Substitutes in Indonesia: A Case Study on Digital Platforms and Social Media During the Covid-19 Pandemic (April 2020-April 2021) yang memuat pelanggaran pemasaran produk pengganti ASI di berbagai media digital dan media sosial selama periode Pandemi Covid-19 (April 2020-April 2021).
Peluncuran laporan yang merupakan hasil kerja kolektif ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan maraknya pelanggaran pemasaran produk pengganti ASI di Indonesia sekaligus ingin melibatkan peran aktif masyarakat dalam proses pengawasan dan pelaporan pelanggaran-pelanggaran tersebut. Laporan yang turut didukung oleh International Baby Food Network Action-International Code Documentation Centre (IBFAN-ICDC) ini juga merupakan bagian dari Pelatihan Pemantauan Pelanggaran Kode Internasional Pemasaran Produk Pengganti ASI yang diselenggarakan untuk internal relawan AIMI dari 18 provinsi pada bulan Oktober-November 2020.
Irma yang turut terlibat dalam penyusunan laporan tersebut juga menyampaikan bahwa platform www.PelanggaranKode.org menjadi salah satu model baik partisipasi masyarakat dalam membantu pemerintah untuk memastikan keberhasilan menyusui tidak diganggu oleh kepentingan industri susu formula dan semua produk pengganti ASI lainnya yang cenderung menyepelekan menyusui.
Lebih lanjut, laporan ini menemukan permasalahan ibu menyusui saat pandemic. Saat ibu khawatir untuk tetap menyusui, banyak ibu dan bayi tidak bisa mendapat hak Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan rawat gabung, serta layanan dukungan menyusui yang terganggu karena penanganan pandemi, promosi produk pengganti ASI justru semakin gencar dilakukan.
Pesan promosi dikemas relevan dengan situasi pandemi seperti bagaimana menjaga daya tahan tubuh anak serta menyikapi periode normal baru. Produk juga semakin mudah diakses karena adanya kerja sama dengan berbagai lokapasar (marketplace) dan komunitas parenting yang memungkinkan produk lebih mudah diakses masyarakat dengan disertai berbagai hadiah, potongan harga, layanan bebas biaya kirim, dan beragam tawaran menarik khas promosi produk pengganti ASI.
Tak hanya itu, Irma memaparkan bahwa perusahan produk pengganti ASI kini sangat aktif memanfaatkan media digital dan media sosial, bukan hanya untuk menjangkau ibu hamil dan ibu bayi, tetapi juga kelompok masyarakat lain yang dianggap potensial. Perusahaan juga memanfaatkan situasi dengan memberikan berbagai bantuan dalam rangka mengurangi dampak pandemi kepada berbagai institusi pemerintah, fasilitas kesehatan, serta lembaga swadaya masyarakat. Institusi pemerintah yang semestinya aktif melakukan pengawasan dan penegakan Kode Internasional justru menjadi mitra strategis bagi industri terutama selama pandemi.
Oleh sebab itu Nia Umar selaku Ketua Umum AIMI mengatakan dibutuhkan komitmen tegas dari pemerintah dan semua pihak untuk bisa mengadopsi Kode Internasional Pemasaran Produk Pengganti ASI serta Resolusi WHA terkait, agar bisa memberikan perlindungan yang komprehensif untuk ibu mampu menyusui anaknya.
“Program dan strategi nasional yang bebas konflik kepentingan dari pengaruh industri di semua sektor juga penting dikedepankan agar ibu-ibu dan anak-anak Indonesia bisa mendapatkan hak kesehatan dasar mereka: menyusui dan menyusu ASI,” tandasnya.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post