Jakarta, Prohealth.id – Indonesia memperjuangkan penghentian pencemaran plastik sejak dari hulu dalam forum global, Intergovernmental Negotiating Committee (INC-3) yang berlangsung di Nairobi, Kenya, 13-20 November 2023. Sejumlah masukan Indonesia untuk mengatasi sampah plastik juga berhasil diterima negara-negara delegasi peserta INC-3.
INC-3 merupakan bagian integral dari upaya penyusunan perjanjian global terkait plastik, yang sebelumnya telah disepakati melalui mandat resolusi UNEA 5/14 (United Nations Environment Assembly) untuk mengakhiri pencemaran plastik melalui perjanjian yang mengikat. Perjanjian ini merinci secara komprehensif seluruh tahap daur hidup plastik.
Pertemuan INC-3 menjadi titik balik yang penting dalam melawan pencemaran plastik sekaligus mengatasi masalah lingkungan dan menangani isu-isu yang mempengaruhi kesehatan dan hak-hak individu dan komunitas.
Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati mengatakan beberapa poin penting yang menjadi masukan Indonesia dan diterima dalam negosiasi INC-3. Di antaranya penekanan pada prinsip konsensus dan inklusivitas dalam pengambilan keputusan, prinsip common but differentiated responsibility and respected capabilities (CBDR-RC), prinsip Rio, prinsip precautionary approach, dan kebutuhan yang disesuaikan dengan kondisi geografis tiap negara, termasuk negara kepulauan seperti Indonesia.
“Indonesia juga menegaskan pentingnya pengembangan skema reuse systems, melengkapi skema daur ulang yang sudah jalan,” jelas Vivien melalui wawancara tertulis kepada Prohealth.id, 29 November 2023 lalu.
Vivien yang memimpin langsung delegasi Indonesia pada pertemuan INC-3 menegaskan pada prinsipnya Indonesia mendukung perlunya pengaturan terkait bahan kimia dan polimer dalam plastik yang menjadi salah satu topik pembahasan dalam INC-3. Meski begitu, pengaturannya harus diharmonisasikan dengan Multilateral Environment Agreements (MEAs) yang sudah ada sehingga tidak terjadi duplikasi dan tumpang tindih.
“Pengaturannya bisa melalui skema pelarangan, pembatasan, phase out, dan pengaturan lain disesuaikan dengan kapasitas dan kapabilitas tiap negara,” ungkap Vivien.
Menurut Vivien, bahan kimia dan polimer dalam plastik merupakan isu baru yang diangkat dalam global plastic treaty, jadi butuh pengaturan khusus terkait hal itu. Saat ini belum ada pengaturan secara khusus mengenai penanganan bahan kimia dan polimer dalam plastik. Global plastic treaty yang sedang dibahas dalam forum INC plastic pollution akan menjadi dasar pengaturan lebih lanjut.
“Belum diketahui kendala dan tantangan penanganan bahan kimia dan polimer di dalam plastik karena sampai saat ini kami belum melakukan proses penanganannya. Kami perkirakan tantangan yang dihadapi akan fokus pada proses treatment-nya, termasuk teknologi dan inovasinya,” jelas Vivien.
Sementara itu, Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) yang turut menghadiri pertemuan INC-3 menyesalkan isu bahan kimia dan polimer dalam plastic tidak diusulkan masuk ke dalam elemen perjanjian. Padahal komitmen penghentian pencemaran plastik dari hulu berkaitan dengan bahan kimia dan polimer plastik.
Co-coordinator AZWI Nindhita Proboretno mengungkapkan beberapa negara mengusulkan untuk tidak memasukkan Chemicals of Concern dan Polymers of Concern ke dalam perjanjian. Padahal Laporan United National Environment Programme (UNEP) sudah menyebutkan, lebih dari 16.000 bahan kimia digunakan dalam plastik, 25 persen di antaranya diklasifikasikan sebagai berbahaya, beracun, persisten. Namun, hanya 3 persen dari bahan kimia tersebut yang diatur dalam MEA lain.
“Padahal dampak negatif bahan kimia dan polimter dalam plastik terjadi di seluruh siklus hidup plastik, mulai dari ekstraksi sumber daya, produksi dan penggunaan hingga akhir masa pakainya,” tegas Nindhita melalui siaran pers yang diterima Prohealth.id, Jumat (24/11/2023).
Pendapat serupa disampaikan Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Fajri Fadhillah. Menurutnya, kesepakatan tersebut sangat penting untuk menginformasikan substansi perjanjian yang di antaranya meliputi polimer plastik primer (primary plastic polymer), bahan kimia dan polimer yang menjadi perhatian (chemical and polymer of concern), dan plastik bermasalah dan dapat dihindari (problematic and avoidable plastic).
“Para negara pihak dalam INC-3 harus mempertimbangkan bukti ilmiah perihal pentingnya pengurangan bahan kimia dan polimer dalam plastik yang berbahaya. Para negara pihak harus memanfaatkan sisa waktu satu tahun untuk menghasilkan perjanjian internasional plastik yang ambisius dan mencakup seluruh daur hidup plastik,” tambah Fajri.
Meski pertemuan INC-3 diwarnai sejumlah perbedaan pendapat tentang berbagai isu yang dihadapi namun terdapat kemajuan yang dicapai. Proses ini dimulai dari penyusunan Zero Draft yang disiapkan oleh Sekretariat INC sebagai dasar perbincangan.
Para delegasi juga berhasil memasukkan opsi-opsi tambahan yang berasal dari Zero Draft untuk disepakati pada INC-4 di Ottawa, Kanada, 21-30 April 2024 mendatang. Keberhasilan ini menandai adanya komitmen bersama untuk mengatasi perbedaan dan mencapai titik temu yang membangun bagi semua pihak yang terlibat dalam negosiasi ini.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post