Sejumlah negara di Eropa, sebutlah Inggris dan Denmark, sempat melakukan pencabutan status pandemi Covid-19 seiring dengan penurunan kasus Covid-19. Namun dengan merebaknya varian Omicron, permainan status berubah karena penyebaran varian ini yang sangat masif. Kini, banyak negara bersiap mencabut status pandemi tentunya dengan tetap menghitung potensi infeksi varian Omicron yang menyebabkan gelombang ketiga Covid-19. Maklum, varian Omicron memiliki gejala yang relatif dibandingkan varian Alpha maupun Delta.
Dalam diskusi terbatas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Kamis (17/3/2022), Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi menjelaskan saat ini positivity rate turun kisaran 13 persen. Angka ini turun dari angka sebelumnya pada pekan lalu yang sempat tercatat di 14,25 persen.
Kabar gembira lain juga datang dari tingkat keterisian tempat tidur (BOR) secara nasional mengalami tren penurunan. Buktinya BOR sudah turun hingga berada di level 17 persen dan seluruh provinsi di Indonesia tidak ada yang mengalami kenaikan. Selain itu, sebut dr. Nadia, indikator lain dari penanganan Covid-19 yang sudah menunjukkan perbaikan adalah kasus konfirmasi yang hari ini kembali turun menjadi 13.018 setelah sebelumnya sempat naik ke angka 14.408 pada 15 Maret 2022.
“Artinya saat ini sudah terus menunjukkan tren perbaikan. Dibandingkan Delta, varian Omicron ini peningkaan kasus jauh lebih cepat daripada kita hadapi varian Delta,” ungkap dr. Nadia.
Dia tak memungkiri bahwa indikator penanganan Covid-19 menjadi acuan pemerintah untuk menentukan status pandemi secara nasional. Apabila sudah berada pada level tertentu selama periode enam bulan, maka aktivitas kegiatan masyarakat akan bisa dilonggarkan secara aman.
“Kita ingin Indonesia cepat keluar dari pandemi ini kita sedang susun adalah indikator PPKM akan digunakan untuk bahan mengkaji situasi Covid-19,” ungkapnya.
Setidaknya ada tiga indikator penanganan Covid-19 yang harus terkendali yaitu laju penularan, kapasitas respon, dan capaian vaksinasi. Oleh karena itu, dr. Nadia mengingatkan kepada pemerintah tingkat provinsi, kabupaten, atau kota untuk menyelaraskan tiga indikator tersebut.
Hanya dengan vaksinasi lengkap dua dosis harus dikejar secepatnya untuk mencapai kekebalan kelompok kepada lebih dari 70 persen total populasi Indonesia. Sementara saat ini cakupan vaksinasi dosis pertama telah diberikan kepada 193.946.442 atau setara 93,12 persen penduduk. Sedangkan cakupan vaksinasi dosis kedua 152.503.600 setara 73,23 persen penduduk. Sementara itu vaksinasi dosis 3 sudah mencakup 15.308.073 atau 7,35 persen penduduk.
“Kita ini belum aman sekalipun pasien PCR hasilnya bisa negatif setelah 4-5 hari, tapi laju penularan masih tinggi kita masih di angka 1. Kita hanya bisa bernapas lega kalau itu indikatornya di bawah 1,” jelasnya.
Oleh karena itu, dr. Nadia berharap agar masyarakat bersabar untuk sama-sama menunggu indikator-indikator penanganan Covivd-19 terkendali dengan lebih baik dan lebih konsisten lagi. Kuncinya adalah menjalankan protokol kesehatan dan vaksinasi lengkap serta memenuhi vaksinasi booster.
“Cakupan vaksinasi yang luas dan dalam waktu yang cepat sangat penting untuk melindungi golongan rentan seperti lansia dan yang memiliki komorbid. Saya imbau seluruh masyarakat untuk saat ini segera melengkapi vaksinasi primer dua dosis dan ditambah dengan booster apabila sudah tiba waktunya,” tutup dr. Nadia.
Dia mengingatkan, Indonesia pernah memasuki kondisi yang turun pada September sampai Desember 2021 lalu. Saat itu, angka reproduksi virus sudah berada di bawah angka 1 ini secara nasonal dan global.
“Jadi kalau mau ubah status ke endemi, maka reproduksi virus harus dibawah 1 dan harus dipertahankan cukup lama,” terangnya.
Secara terpisah, Juru Bicara Satgas Covid-19 dari RS Universitas Sebelas Maret (UNS), dr. Tonang Dwi Ardiyanto, SpPK, mengatakan hal senada bahwa tiga indikator utama pengendalian pandemi adalah angka kasus, angka kematian dan tingkat penyebaran alias angka reproduktif virus. Selain itu, ada indikator luar yakni keterisian tempat tidur RS dan cakupan vaksinasi. Dia menjelaskan, angka kematian, angka kesembuhan, dan angka penyebaran, semuanya masih bersumber pada angka kasus.
“Jumlah kasus itu sendiri tergantung pada dua hal yaitu berapa kasus sebenarnya, dan berapa yang berhasil diidentifikasi. Berapa yang berhasil diidentifikasi, tergantung pada satu hal: berapa kapasitas testing kita,” jelasnya melalui pesan singkat.
Sebenarnya, lanjut dr. Tonang, masih ada lagi komponen kesehatan masyarakat yang menjadi indikator pengendalian pandemi yaitu kemampuan melakukan tracing dalam waktu secepatnya dan sebanyak-banyaknya. “Tapi ini pun basisnya adalah kasus baru. Temuan kasus baru, ditentukan oleh berapa jumlah kasus harian. Jadi kembalinya tetap sama: berapa kapasitas testing kita,” sambungnya.
Akhirnya, target paling mudah bahwa pandemi terkendali adalah angka positivitas kasus di bawah 5 persen, angka kematian sangat rendah, atau ada yang menyebut kurang dari 3 persen, meskipun ada yang menyebut kurang dari 1 persen, dan angka reproduktif kurang dari 1 yang mana ini semakin baik apabila mendekati nol.
“Maka itu benar bahwa “puncak” kasus nasional terlaporkan pada tanggal 20 Ferbuari 2022. Namun bila dicermati, naik turunnya jumlah kasus harian masih seirama dengan naik turunnya jumlah PCR,” tutur dr. Tonang.
Artinya, jika jumlah PCR ditambah, masih ada kemungkinan jumlah laporan kasus juga bertambah. Apabila jumlah kasus bertambah, kemungkinan pula angka kematian akan bertambah, begitu pun dengan angka reproduktif yang juga bertambah.
Dengan tetap menyadari kurangnya kapasitas tersebut, dr. Tonang mengingatkan bahwa angka positivitas PCR nasional saat ini masih pada angka 31,55 persen. “Memang ini signifikan lebih rendah daripada gelombang Delta pada kurun waktu yang sama.”
Sementara ini memang angka reproduktif yang dilaporkan dari Indonesia dalam laman ourworldindata.org menyebutkan sudah berada di bawah 1.
“Tetapi tentu kita sadar semakin sedikit jumlah tes, semakin sedikit temuan kasus, maka angka reproduktif tentu semakin turun. Artinya harus dimaknai dengan hati-hati,” pungkasnya.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post