Sebanyak 1,3 juta dari korban 8,7 orang yang mati karena rokok ternyata tidak menggunakan tembakau atau rokok secara langsung, melainkan terekspose secara tidak langsung (second-hand smoker).
Meskipun masih tinggi, dikutip dari Statista, progres dari promosi kesehatan dengan mengendalikan penggunaan tembakau memerlukan kebijakan. Pada tahun 2023, WHO mengeluarkan laporan tentang epidemi global akibat tembakau. Laporan menemukan, 5,6 triliun orang di dunia setidaknya di beberapa negara menerapkan enam langkah pengendalian tembakau sesuai arahan WHO yakni MPOWER. Hasil dari MPOWER memang 71 persen telah diperkenalkan pada masyarakat di dunia.
Data dari WHO menunjukkan, sebanyak 79 persen dari negara anggota WHO memperkenalkan aturan menyematkan larangan pada kemasan meski belum semua diterapkan. Saat yang bersamaan, 38 persen dari negara yang disurvei mengimplementasikan aturan yang ketat untuk kawasan tanpa rokok, sementara 34 persen mengatur secara ketat iklan rokok. Ada 44 negara yang belum memiliki aturan tanpa rokok dengan moderat dan ketat.
Salah satunya di Indonesia, karena menurut WHO, pasar rokok Indonesia menempati urutan ketiga setelah China dan India. Hal ini kontradiktif mengingat Indonesia menargetkan penurunan prevalensi perokok anak dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen pada 2024.
Saat ini sedang menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah atas Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 yang baru sah 8 Agustus 2023 lalu. Dalam RPP yang sedang diusulkan, produk zat adiktif yaitu tembakau diatur dalam beberapa pasal antara lain; larangan iklan, kawasan tanpa rokok, rokok elektronik, display produk, dan larangan penjualan ketengan.
Discussion about this post