Surabaya, Prohealth.id – Tahun baru seringkali identik dengan harapan dan resolusi. Namun, bagi sebagian orang, momen ini justru membawa tekanan psikologis yang memicu munculnya isu mental baru.
Tren “New Year, New Mental Issues” mulai menjadi perhatian. Terutama di kalangan generasi muda yang kerap merasakan beban emosional di awal tahun.
Menurut pakar psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) Atika Dian Ariana MSc MPsi, fenomena ini terjadi karena pola refleksi yang salah.
“Harapannya, awal tahun menjadi babak baru yang positif. Sayangnya, tekanan di akhir tahun, seperti kegagalan mencapai target, seringkali memicu rasa pesimisme,” ungkapnya.
Momen pergantian tahun adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi pencapaian. Namun, evaluasi dengan sudut pandang pesimis dapat menimbulkan stres.
“Ketika seseorang melihat kegagalannya di tahun sebelumnya sebagai sesuatu yang menetap, mereka cenderung mengulang pola pikir negatif. Hal ini membuat mereka merasa tidak pantas berhasil di masa depan,” jelas Atika.
Tekanan ini makin buruk karena pengaruh media sosial, yang sering menampilkan pencapaian orang lain secara berlebihan. Ia menyebut, perbandingan sosial di media sosial dapat meningkatkan kecemasan.
“Jika kita tidak mampu memfilter informasi, lebih baik mengambil jeda dari media sosial dan membangun interaksi nyata dengan orang-orang di sekitar,” tambahnya.
Gejala Tekanan Mental
Tekanan mental yang muncul sering dengan gejala dengan suasana hati yang murung. Lalu kehilangan semangat atau hilangnya minat pada aktivitas yang biasa dinikmati. Pola makan dan tidur juga bisa berubah drastis, baik terlalu sedikit maupun berlebihan.
“Gejala ini tidak hanya terjadi di awal tahun, tetapi bisa menjadi lebih kentara karena momen refleksi yang tidak sehat,” ujarnya.
Secara fisik, individu mungkin merasa mudah sakit, mengalami gangguan pencernaan, hingga sakit kepala.
“Tekanan ini bisa terjadi kapan saja, tetapi momen refleksi akhir tahun sering membuatnya lebih kentara,” imbuhnya.
Mindfulness dan Dukungan Sosial
Praktek mindfulness dan kegiatan spiritual efektif membantu tekanan mental. Mindfulness membantu seseotang tetap fokus pada saat ini dan mengurangi kekhawatiran terhadap masa depan.
“Kegiatan spiritual juga bisa memperkuat rasa syukur,” jelas Atika.
Selain itu, dukungan keluarga dan lingkungan sosial sangat penting. Pasalnya, keluarga yang suportif dapat menjadi detektor pertama perubahan perilaku individu. Namun, jika keluarga kurang mendukung, lingkungan sosial dapat menggantikan peran tersebut.
Atika juga menekankan pentingnya memandang refleksi sebagai
kesempatan untuk bersyukur, bukan untuk menghukum diri sendiri.
“Refleksi yang sehat membantu kita merencanakan langkah ke depan tanpa mengabaikan proses yang telah kita jalani,” tutupnya.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post