Jakarta, Prohealth.id – Salah satu cara melestarikan sumber daya alam (SDA) adalah dengan pemanfaatan teknologi reproduksi berbantu atau Assisted Reproductive Technology (ART).
Berdasarkan siaran pers yang diterima Prohealth.id, Kamis (2/11/2023), proses pengambilan sel telur (oozit) telah dilakukan terhadap salah satu badak betina, bernama Pahu yang berada di Sanctuary Badak Kalimantan di Kelian Kutai Barat, Kalimantan Timur, pada hari Selasa 31 Oktober 2023 yang selanjutnya akan dibawa ke Laboratorium IPB University, di Bogor, Jawa Barat.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Satyawan Pudyatmoko, menyatakan bahwa pengembangbiakan buatan harus dilakukan untuk tetap menjaga kelestarian badak sumatera di Kalimantan yang hanya tersisa dua ekor di dunia.
Ia menjelaskan, jenis Badak Sumatra yang berada di Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur, yang terpantau hanya berjumlah 2 ekor dan itu pun betina semua.
“Oleh karena itu, kami berupaya semaksimal mungkin untuk mempertahankan kelestarian badak sumatera yang berada di Kalimantan, salah satunya dengan teknologi reproduksi berbantu seperti fertilisasi in-vitro dengan sperma dari badak sumatera yang ada di Taman Nasional Way Kambas, stem cell, dan cloning,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala BKSDA Kalimantan Timur, M. Ari Wibawanto, menyampaikan bahwa upaya pengambilan sel telur badak Pahu dilakukan untuk mempertahankan kelestarian badak sumatera yang berada di Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur.
“Kita mengejar waktu, karena dalam kurun waktu 24 jam sel telur (oozit) badak Pahu harus dapat diterima di Laboratorium IPB University dari sanctuary badak kami di Kelian Kutai Barat, Kaltim,” ujarnya.
Dr. drh. Muhammad Agil, selaku Ketua ART IPB University menyatakan proses fertilisasi in-vitro sel telur menggunakan teknik Intra Cytoplasmic Sperm Injection (ICSI) sepenuhnya akan dilakukan oleh Tim ART Badak SKHB IPB University atas penugasan dari KLHK. Selain pengambilan sel telur, ia menyebut badak Pahu pun mengkoleksi sampel material biologi dan genetik lainnya dari Pahu. “Seperti fibroblas (jaringan kulit) dan darah, yang akan kita proses di laboratorium ART dan Biobank kami di Bogor, Jawa Barat,” ungkapnya.
Muhammad Agil menambahkan, jika proses pembuatan embrio badak Pahu ini dapat berjalan dengan baik dan lancar, pihaknya akan menitipkan embrio tersebut ke rahim salah satu badak betina yang berada di Sumatra. “Ini sebagai induk titip atau induk pengganti (surrogate mother),” tambah Muhammad Agil.
Proses ini dibantu oleh tim IPB University dan Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research (IZW) Jerman, serta tim dokter hewan dari Taman Nasional Way Kambas, ALERT Indonesia, dan Yayasan Badak Indonesia (YABI).
Indonesia merupakan rumah bagi dua badak paling langka di dunia, badak jawa (Rhinoceros sondaicus) yang hanya tersisa di Taman Nasional Ujung Kulon dan Badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) yang secara terisolir mendiami Kawasan Ekosistem Leuser – Aceh, Taman Nasional Way Kambas dan satu kawasan hutan di wilayah kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur.
“Pahu” merupakan Badak Kalimantan (Dicerorhinus sumatrensis) berjenis kelamin betina yang telah berhasil dipindahkan dari hábitatnya ke Suaka Badak Kelian (SBK) di Hutan Lindung Kelian PT. Hutan Lindung Kelian Lestari pada tahun 2018. Pahu mempunyai panjang badan 200 cm dan tinggi 107 cm, relatif lebih kecil jika dibandingkan badak yang ada di Sumatera. Berdasarkan struktur giginya, umur Pahu diperkirakan 30 tahun.
Berat badan Pahu saat pertama masuk karantina adalah 320 kg, dan terus meningkat sejalan dengan tercukupinya nutrisi melalui asupan pakan yang yang diberikan tiap harinya. Saat ini berat badan Pahu sudah mencapai 366 kg, cukup ideal jika dibandingkan dengan ukurannya.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post