Jakarta, Prohealth.id – Potensi stunting, penyakit tuberkulosis, dan HIV-AIDS masih menjadi tiga besar penyakit utama yang ditanggulangi pemerintah pada tahun 2022.
Memasuki tahun macan, Anggota Komisi IX DPR RI, drg. Putih Sari menyebut anggaran kesehatan dalam RAPBN Tahun Anggaran 2022 dialokasikan sebesar Rp255,3 triliun atau 9,4 persen dari total belanja negara. Penetapan anggaran ini sudah lebih tinggi dari amanat UU sebesar 5 persen dari APBN.
“Itu anggaran judulnya fungsi kesehatan, jadi tidak semua di Kementerian Kesehatan tetapi dibagi di lembaga yang punya fungsi kesehatan seperti BKKBN, BPOM, Polri, dan TNI,” kata Putih Sari, saat wawancara khusus dengan Prohealth.id terkait Prospek Kesehatan Masyarakat 2022, (17/12/2021) lalu.
Politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini menyatakan kesehatan memang menjadi prioritas nasional terutama terkait dengan transformasi ketahanan kesehatan sebagai imbas dari Covid-19. Dia menilai, peningkatan kemandirian kesehatan perlu segera dilakukan misalnya dengan peremajaan alat kesehatan, peningkatan aksesibilitas layanan kesehatan, peningkatan respon tanggap kedaruratan, juga pengembangan teknologi informasi kesehatan melalui digitalisasi layanan kesehatan alias telemedicine.
“Ini jadi fokus anggaran kesehatan 2022 selain juga ada prioritas lain yang lebih ke permasalahan kesehatan. Salah satunya stunting, tuberkulosis, dan HIV/AIDS jadi prioritas nasional beberapa masalah kesehatan,” terang Putih.
Anggota dewan dari dapil Jawa Barat VII yaitu Kabupaten Karawang, Purwakarta, dan Bekasi ini mengaku dari tiga penyakit di atas, Jawa Barat masih menyumbang kasus stunting yang tinggi di Indonesia. Dia menjelaskan, Jawa Barat masih masuk peringkat ketiga kasus stunting tertinggi setelah Papua dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Padahal, penduduk Jawa Barat termausk dalam penduduk terbesar di Indonesia. Artinya, angka stunting di Jawa Barat juga besar.
“Jawa Barat ini secara aksesibilitas tak jauh dari Jakarta, namun kasus stuntingnya tinggi. Ini perlu pendekatan khusus karena terkait dengan pola hidup masyarakat,” ujar Putih.
Lebih lanjut, Putih Sari secara umum angka stunting di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi cenderung lebih terkendali dibandingkan Kabupaten Purwakarta yang mengalami kenaikan kasus stunting selama pandemi. Dia menilai ragam upaya preventif dan promotif sudah dilakukan Komisi 9 DPR RI, Kementerian Kesehatan, dan BKKBN namun hal ini belum berhasil karena kenaikan kasus stunting dipengaruhi oleh penurunan pendapatan masyarakat selama pandemi.
“Ini karena akses masyarakat terhadap pangan bernutrisi dan bergizi malah menurun. Kalau lihat kebiasaan lain misal merokok juga bisa menjadi penyebab. Usia remaja laki-laki baru menikah, berumah tangga, bisa menurunkan kualitas spermanya dan menyebabkan anak stunting,” terang alumni Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti.
Masalah stunting sangat erat dengan kurangnya gizi anak sejak masa kehamilan. Maraknya pernikahan dini di Jawa Barat juga memicu tingginya angka stunting karena pemahaman calon ibu yang masih minim terkait kebutuhan gizi janin dan bayi.
“Seringkali calon ibu makan ikutin keinginan, ngidam, dan sebagainya, tidak perhatikan apa yang dikonsumsinya. Padahal masa rentan itu usia kehamilan sampai usia anak 2 tahun,” ujar Putih.
Pewawancara: Tim Prohealth.id
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post