Jakarta, Prohealth.id – Dalam temu media “Update Pneumonia Mycoplasma di Indonesia” yang digelar Kementerian Kesehatan pada Rabu (6/12/2023) lalu menyatakan, sejak 4 Desember 2023 telah terkonfirmasi ada 6 kasus Mycoplasma Pneumoniae yang terdeteksi dan dirawat di rumah sakit.
Prof. Dr. dr. Erlina Burhan, SpP(K), MSc yang merupakan Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyatakan Mycoplasma Pneumoniae bukan penyakit baru karena sudah eksis sejak 1930. Oleh karenanya, peningkatan kasus pneumonia di China patut dilihat dari banyak sudut pandang. Sesuai rekomendasi World Health Organization (WHO), penduduk di China seharusnya menurunkan risiko penularan penyakit ini dengan berbagai cara. Sebut saja; vaksinasi, menjaga jarak dengan orang sakit, tidak bepergian saat sakit, datang ke dokter jika membutuhkan, pakai masker yang sesuai, menjaga ventilasi udara, dan cuci tangan secara rutin.
“Secara umum memang pneumonia merupakan peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh pathogen seperti bakteri, virus, dan parasit. Pneumonia sendiri adalah salah satu masalah utama kesehatan pernapasan di Asia Tenggara, tak terkecuali di Indonesia,” ujar dr. Erlina.
Asal tahu saja, pada 2017 lalu pneumonia menjadi penyebab kematian utama pada anak-anak usia 5 tahun di Indonesia, dengan persentase sekitar 15 persen dari seluruh kematian anak.
Meski demikian, karena merupakan penyakit yang terbilang cukup lama, dr. Erlina mengimbau masyarakat jangan terlalu panik. Kata dr. Erlina, pengobatan untuk Mycoplasma Pneumoniae tidak susah dicari karena dapat ditemukan di Puskesmas dan dapat diperoleh menggunakan BPJS.
“Makanya, masyarakat tidak perlu panik karena penyakit ini sudah lama ditemukan di Indonesia,” katanya.
Hal penting yang perlu dikenali dari Mycoplasma Pneumoniae adalah bakteri ini berukuran kecil yakni dengan genom pendek 0,58 sampai 2,20 Mb, sehingga hanya ditularkan melalui cairan droplet di udara. Beda lainnya, lanjut dr. Erlina, Mycoplasma Pneumoniae tidak memiliki dinding sel. Akibatnya, tidak sensitive terhadap antibiotic golongan beta-laktam.
Sebagai bagian dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDIP), dr. Erlina juga mengingatkan rekomendasi untuk mencegah penularan pneumonia.
Pertama, mempertahankan kebiasaan hidup bersih dan sehat yakni cuci tangan dan memakai masker. Kedua, mengampanyekan penerapan PHBS ini. Ketiga, menjaga kesehatan anak dan mencegah anak dengan gejala infeksi. Keempat, segera vaksin Covid-19. Lalu, jaga jarak dengan orang sakit, dan segera periksa diri ke dokter jika butuh perawatan.
Dokter Spesialis Anak di RS Cipto Mangunkusumo dr. Nastiti Kaswandani menambahkan, bahwa tingkat fatalitas dan keparahan akibat bakteri Mycoplasma pneumoniae lebih rendah dibandingkan tingkat fatalitas karena COVID-19.
“Apabila dibandingkan dengan COVID-19, tingkat keparahan maupun mortalitas (kematian) akibat Mycoplasma pneumoniae cenderung lebih rendah hanya 0,5 sampai 2 persen, itu pun pada mereka dengan komorbiditas,” kata dr. Nastiti.
Oleh karena itu, pneumonia akibat bakteri mycoplasma sering disebut sebagai walking pneumonia. Sebutan itu lantaran gejalanya cenderung ringan sehingga pasien tidak perlu menjalani rawat inap di rumah sakit dan cukup melakukan rawat jalan.
“Anaknya cukup baik kondisi klinisnya sehingga masih bisa beraktivitas seperti biasa, makanya sebagian besar kasusnya bisa dilakukan rawat jalan, pemberian obatnya secara minum, dan anaknya bisa sembuh sendiri,” jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, dr. Maxi Rein Rondonuwu menyatakan dari 6 pasien yang terkonfirmasi, 5 pasien pernah dirawat di RS Medistra dan 1 pasien di RS JWCC, Jakarta. Ia memerinci, dari 5 pasien yang dirawat di RS Medistra, 2 pasien menjalani rawat inap pada 12 Oktober dan 25 Oktober, sementara 3 pasien lainnya menjalani rawat jalan pada November lalu. Kemudian, satu pasien di RS JWCC disebut menjalani rawat inap.
Ia juga menyampaikan, seluruh pasien yang terinfeksi Mycoplasma Pneumonia adalah anak-anak berusia 3-12 tahun. Gejala awal yang paling umum ditemukan, yakni panas dan batuk, sesak ringan hingga sulit menelan.
“Laporan dari rumah sakit, saat ini seluruh pasien telah sembuh,” terang dr. Maxi.
Meski semua pasien dinyatakan sehat dan sudah menjalani aktivitas seperti biasa, lanjut dr. Maxi, pemerintah tetap melakukan penelusuran kasus, terutama di lingkungan sekolah dan rumah mengingat bakteri Mycoplasma Pneumonia menyebar melalui droplet.
“Dari 6 kasus ini, kami lakukan penelusuran. Meski kejadiannya sudah lewat, tentu penyelidikan epidemiologi tetap jalan untuk menggali informasi terutama di lingkungan sekolah dan tempat tinggal. Karena penularannya lewat droplet jadi lebih cepat menular,” kata dr. Maxi.
Untuk mencegah hal serupa tidak terulang kembali, dr. Maxi mengimbau kepada seluruh rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia agar melaporkan penemuan kasus melalui Pelaporan rutin ISPA dan pelaporan ILI-SARI melalui link: .
Pelaporan juga dilakukan melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) melalui link https://skdr.surveilans.org atau nomor WhatsApp (WA) Public Health Emergency Operation Centre (PHEOC): 0877-7759-1097 atau email: [email protected] dan ditembuskan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
“Untuk di rumah sakit, 1×24 jam harus segera dilaporkan,” harapnya.
Lebih lanjut, dr. Maxi juga mengimbau masyarakat untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan utamanya memakai masker saat sakit dan saat berada di kerumunan. Masyarakat juga diimbau untuk selalu memperhatikan kesehatan dan daya tahan tubuhnya, patuh dan disiplin mematuhi aturan pemerintah, serta saling mengingatkan sesama untuk disiplin menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
“Bila sakit, sebaiknya pakai masker agar tidak menularkan kepada orang lain terutama kepada keluarga dan orang sekitar,” pesa dr. Maxi.
Discussion about this post