Jakarta, Prohealth.id — Sukaesih, warga Koja, Jakarta Utara mengeluhkan maraknya orang yang masih merokok di tempat umum di masa pandemi ini.
Pada saat yang bersamaan, juga banyak ditemukan orang yang tidak menggunakan masker, maupun yang memakai masker, namun tidak sesuai yang dianjurkan.
Menurut Sukaesih, dua hal itu seharusnya menjadi perhatian serius demi menghindari penyebaran Covid-19 yang dalam sebulan terakhir sangat menyengsarakan warga ibu kota.
“Di pasar lebih parah. Banyak yang tidak pakai masker. Kadang saya sendiri jadi takut, ketika melihat penjualnya tidak pakai masker,” ujar Sukaesih pada sesi ngobrol virtual bersama ASTINA “Berani Menegur Orang Merokok dan Tidak Menggunakan Masker”, Sabtu (21/8/2021).
Selain itu, menurutnya, di ruang publik seperti pasar juga banyak orang yang merokok. “Itu sebabnya, saya gak berani lama-lama, Takut tertular”.
Kendati demikian, upaya menegur para perokok di tempat umum, termasuk mereka yang tidak menggunakan masker, tidak serta merta dapat dilakukan. Sukaesih mempertimbangkan secara matang, setiap pilihan yang ia ambil.
“Jika di angkutan umum, saya sih, masih berani menegur mereka yang merokok sembarangan. Tapi jika di restoran atau rumah makan, saya suka takut. Karena kadang di restoran suka banyak perokoknya,” ungkap Sukaesih yang juga simpul FAKTA di wilayah Koja.
Misalnya ada perokok di beberapa meja di ruangan yang sama, Sukaesih kerap ragu, karena ia melihat pemilik rumah makan (restoran) tidak melakukan apa-apa.
“Tidak menegur. Jadi kadang-kadang, saya suka berpikir, berani gak ya? Ada pikiran begitu,” ucapnya.
Hal yang sama juga dikeluhkan oleh Rosiana Tendean, warga Jakarta yang aktif melarang orang merokok di tempat umum. Menurutnya, setiap warga hendaknya menjadi contoh di lingkungan sekitar, sebelum berinteraksi di tempat umum.
“Kita melakukan sebaiknya tidak terlalu jauh, tapi di sekitar kita dulu,” katanya.
Selama PPKM diberlakukan, Rosiana yang juga mantan atlet nasional bulutangkis itu melihat banyak pedagang yang tidak menggunakan masker secara baik dan benar. Dia khawatir para pedagang bisa tertular ataupun menularkan Covid-19 kepada orang lain.
“Yang menjual minuman sering mangkal dan kebetulan dia mengenali saya. Saya yang sedang jalan pagi dengan masker ganda, terus saya tegur, pak pakai maskernya yang benar. Saya gak mau bapak sakit. Oh ya bu,” ujarnya.
Keesokan harinya, ketika Rosiana lewat, si pedagang segera memperbaiki letak maskernya. “Akhirnya biar pun tidak ada orang yang beli, setiap melihat saya, dia langsung membetulkan maskernya. Sudah kayak satpol PP saya,” katanya.
Rosiana juga membagikan pengalaman unik temannya saat berada di pasar. Menurut pengakuan temannya, di pasar banyak pedagang tidak menggunakan masker dan tidak takut terpapar Covid-19.
“Terus dia tegur. Pak, permisi. Maskernya tolong dipakai. Langsung seolah-olah dia marah. Kenapa, emang kirain saya sakit?” ucap Rosiana menirukan pernyataan temannya itu.
“Oh bukan pak, cuma saya yang sakit, kata teman saya begitu. Eh, langsung malah dipake maskernya. Saya pikir itu trik yang menarik,” imbuhnya kemudian.
Oleh karena itu, Rosiana menegaskan, bahwa setiap warga punya hak yang sama untuk menegur mereka yang tidak memakai masker, karena hal itu berkaitan dengan kebaikan dan kesehatan bersama. Ia mencontohkan perilaku unik di Yogyakarta.
“Saya pernah baca di Yogyakarta, ada gerakan ‘Jangan beli apapun dari pedagang yang tidak menggunakan masker’. Saya pikir itu bagus, jika bisa gerakin teman-teman semua. Saya pikir itu baik, paling tidak, mereka sadar pentingnya masker,” kata Rosiana.
Sementara terkait warga yang kedapatan merokok di tempat umum, Rosiana punya jurus jitu. “Untuk mereka langsung tegur saja. Pak tolong asap rokoknya dimatikan, karena saya langsung kumat dan tidak bisa bernafas,” ujarnya.
Menurut Rosiana, itu penting, agar perokok segera mematikan rokoknya. Begitu juga saat ia pergi ke fasilitas olah raga, maka tak segan-segan melarang orang mematikan rokoknya.
“Seperti di kompleks Senayan, tidak boleh ada asap rokok. Namun sebelumnya, mereka tetap merokok, karena saya sering tegur, jadi berubah. Itu rokok langsung dimatiin serentak,” katanya.
Komnas KPAI Retno Listyarti juga pengalaman serupa terkait menegur orang yang masih merokok di tempat umum, seperti di bis kota. Menurutnya, ia tak ragu untuk bertindak.
“Tidak perlu ragu untuk menegur orang yang merokok. Biasanya, pertama-tama saya batuk-batuk dulu. Kalo dia disindir batuk-batuk gak bisa, saya tegur saja,” katanya
Jika orang tersebut bersikeras, maka Retno akan menaikkan tone suaranya. “Intonasi akan saya tinggikan dan biasanya saya minta dukungan orang di sekitar. Mba, betulkan mba, mengganggu kan mba. Biasanya saya kayak gitu,” ucapnya.
Retno terpaksa melakukan itu, karena dia mengetahui dampaknya bagi perokok pasif dan itu jauh lebih berbahaya. Oleh karena itu, dia mengimbau untuk mematikan rokoknya atau diturunkan secara paksa dari kendaraan umum.
“Saya sering bertengkar dengan orang-orang seperti itu, tapi syukur alhamdullilah saya selalu didukung orang disekeliling. Maksudnya saya provokasi sih, tapi ini penting demi keselamatan saya. Saya tidak mau paru-paru saya kotor dan saya bisa menjaga diri dengan tidak merokok,” ungkapnya.
Sementara terkait penggunaan masker, Retno punya banyak pengalaman menarik, utamanya saat bertugas sebagai komisioner KPAI, saat melakukan pengawasan ke sekolah-sekolah di daerah.
“Di tahun 2020, saya datang ke 21 kabupaten atau kota dan saya masuk ke 49 sekolah. Waktu itu sekolah tatap muka dimulai di beberapa daerah. Uniknya, kesadaran bermaskernya rendah, bahkan di kalangan guru,” katanya.
Pernah Retno mendatangi sebuah sekolah di luar Pulau Jawa, yang ternyata semua muridnya tidak memakai masker. Lalu dia bertanya, mengapa anak-anak tidak memakai masker?
“Saya bawa masker bu? Lalu mengapa tidak dipakai? Lihat murid-murid bapak, semua jadi tidak bermasker, karena mereka meniru kita pak,” tutur Retno.
Lalu pak guru berkata, “Anak-anak semua keluarkan maskernya”, dan mereka mengeluarkannya dari tas masing-masing.
“Saya tanya, kalo punya masker, mengapa tidak dipakai? Dipakai bu. Nanti kalau pulang dipakai bu. Kalau dari rumah ke sekolah juga dipakai bu,” ujar Retno menirukan.
Retno lalu bertanya, “Itu yang mengajarkan siapa? Terus anak-anak diam. Terus saya bilang, pak boleh saya tanya, ini masker apa pakai helm pak?”
Orang menggunakan helm, biasanya saat berada diluar rumah, sementara di dalam rumah, helm akan dilepaskan dan tidak digunakan.
“Bapak mengerti prinsip masker? Menurut bapak, apakah fungsi masker sama dengan fungsi helm ketika naik motor?” tanya Retno tanpa bermaksud mempermalukan sang guru.
Pengalaman lainnya, saat Retno berkunjung ke salah satu SD di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. “Waktu saya datang, saya heran mengapa semua murid maskernya di dagu. Lalu saya tengok ke depan, ternyata gurunya sedang menerangkan dengan masker di dagu,” ucapnya
Lalu Retno mengatakan, “Pak lihat, anak-anak ini meniru dengan cepat apa yang kita lakukan. Jadi kita ini guru, sebagai orang dewasa, sebagai orang tua, kita adalah contoh bagi anak-anak kita. Anak-anak itu, 70 persen adalah peniru ulung,” paparnya.
Retno kemudian menjelaskan, ketika gurunya merokok, maka murid-murid akan menjadi perokok. Atau, ketika tidak memakai masker dengan benar, maka mereka akan menggunakan masker tidak benar.
“Apalagi jika tidak menggunakan masker dan tidak percaya masker, anak-anak akan melakukan hal yang sama. Jadi kita ini model bagi anak-anak kita,” ungkap Retno.
Hal yang sama juga Retno lakukan, saat menemukan seseorang yang merokok sembarangan di lingkungan kantor. Dia tidak ragu untuk menegur. Namun ia mengingatkan bahwa sebaiknya diri sendiri menjadi contoh bagi orang banyak.
“Misalnya, kita atasan melarang orang merokok, tapi kita sendiri merokok di dalam ruangan. Jika kita tidak konsisten dan tidak menjadi contoh, akan sulit untuk menegur sesama perokok. Jadi kitanya sendiri harus benar,” ungkap Retno.
Menurut Retno, mengingatkan orang lain merupakan tindakan yang terpuji. Tidak salah, karena setiap orang punya tanggungjawab yang sama. Hanya saja, pendekatannya disesuaikan dengan tempatnya.
“Saya rasa aturan itu, soal 3M, mungkin sifatnya imbauan. Tapi jika kita menggunakan UU Kesehatan, sebenarnya kita semua memiliki tanggungjawab yang sama,” katanya.
Meskipun tidak ada aturan khusus terkait penggunaan masker, Retno mengingatkan bahwa itu baik untuk kesehatan bersama. Hal yang berbeda dengan aturan larangan merokok di tempat umum.
“Soal rokok, apakah ditemukan pasal dilarang merokok. Itu pasti ada, misalnya di DKI. Namun bagi yang tidak pakai masker akan dihukum, sesungguhnya tidak ada,” katanya.
Oleh karena itu, Retno mengingatkan tentang pentingnya edukasi bagi masyarakat, meskipun tidak ada pasal khusus terkait masker. “Walau tidak ada aturannya, ini baik untuk kita. Jika ini baik, terutama di masa pandemi mengapa tidak melakukannya. Jika ini baik untuk kita dan anak-anak, maka kita ikut mengedukasi orang lain menggunakan masker,” ungkapnya.
DUA PENDEKATAN
Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Idris Ahmad menilai, tidak semua warga memiliki keberanian untuk menegur mereka yang tidak menggunakan masker ataupun merokok di tempat umum.
“Menegur itu mengalami kesusahan di semua level, mulai dari masyarakat bahkan DPRD. Kendalanya sama. Jika ditanya, apakah saya sudah sepenuhnya berhasil menegur, buat saya sekarang malah lebih sulit, karena yang saya hadapi sekarang sangat berbeda, dengan ketika saya masih kuliah. Jadi kesulitan itu sama-sama kita hadapi,” ungkapya.
Idris menjelaskan bahwa upaya menegur bukanlah memastikan seseorang tidak merokok untuk seterusnya. Namun untuk memastikan di saat itu, di tempat itu, warga perlu untuk melindungi dirinya dari paparan asap rokok
“Jadi itu upaya untuk melindungi diri kita, khususnya dari perokok atau penggunaan masker. Itu yang pertama,” kata Idris yang pernah menjadi staf Gubernur Basuki Thahaja Purnama.
Selanjutnya Idris menilai, pilihannya hanya ada dua, dimana menegur adalah salah satu opsi dan kedua adalah menghindarinya. “Itu juga salah satu pilihan, karena saya pernah pada kondisi, dimana jika saya menegur, maka tidak ada solusinya. Lebih baik, saya keluar dan itu sering saya lakukan,” ungkapnya.
Kemudian orang-orang akan mengerti, bahwa ada pihak yang dirugikan jika mereka tetap merokok di tempat umum atau di ruangan kantor ber-AC. “Itu juga salah satu sikap yang menurut saya bisa dilakukan sebagai salah satu bagian dari strategi,” katanya.
Menurut Idris, dia tak bisa menegur seseorang dengan serta merta, karena itu bukan perkara mudah. Namun ia menyadari, bahwa teguran terbaik dan sederhana adalah ketika mampu menjadi contoh di lingkungan sekitar.
“Biasanya saya nanya, kok bapak pakai maskernya begitu? Terus dengan gaya masing-masing berusaha menjelaskan ke mereka bahwa menggunakan masker itu penting. Sehingga tidak harus dengan teguran keras,” kata Idris.
Hal kedua, menurut Idris terkait perannya sebagai anggota dewan dan sisi pemerintah seharusnya mampu meminta maaf, karena belum menyiapkan infrastruktur berupa aturan yang jelas.
“Karena dari banyak teori perubahan perilaku, salah satu yang bisa mempercepat perubahan perilaku adalah aturan beserta penegakannya. Ini sebenarnya ada banyak tantangan yang dihadapi, tetapi memang bukan sebagai permakluman,” katanya.
Lalu jika dibandingkan antara rasio Satpol PP dengan luas wilayah yang merupakan ruang lingkup kerja, menurut Idris, hal tu menjadi tantangan tersendiri. Belum lagi kesadaran masyarakat yang tidak merata.
“Yang harus kami akui juga bahwa kesadaran penegakan aturan berbeda-beda. Mulai dari pendekatan yang humanis hingga teman-teman Satpol yang mungkin baru, dan caranya menegur dibacanya secara keras, sehingga mendapat penolakan dari masyarakat,” katanya.
Idris mengatakan, aturan sebagai solusi yang mampu mengakselerasi semua persoalan yang dihadapi masyarakat. Namun disamping itu ada sejumlah tantangan, seperti cara-cara penegakan, keterbatasan SDM, hingga pemahaman diinternal yang belum merata. “Ini dari sisi pemerintah,” katanya.
Sementara dari sisi masyarakat, saluran pengaduan yang telah disiapkan seharusnya bisa dioptimalkan. Hanya saja, banyak masyarakat yang belum mengatahui mekanisme pengaduan tersebut.
“Dulu kita punya CLUE yang sempat bikin heboh. Akhirnya semua orang ngadu dengan CLUE, yang merupakan sistem informasi yang sekarang dikenal denggan JAKI. Ini merupakan solusi yang kami lakukan untuk memfasilitasi masyarakat semua, sebagai wadah pengaduan,” terang Idris.
Idris menambahkan, “Ini saya akui, mau masalah masker, hingga persoalan pandemi, masalah bansos, memang ada celah dimana masyarakat tidak sampai informasi itu. Itu terus kita evaluasi. Itu yang harus diperbaiki dari sisi pemerintah”.
Secara umum, pengaduan juga bisa dilakukan melalui media sosial, seperti twitter dan facebook, namun Idris memaklumi, jika tidak semua warga, khususnya ibu rumah tangga familiar menggunakannya sebagai alat pengaduan.
“Selama warga belum paham tentang ini, artinya kita harus selalu evaluasi agar masyarakat semakin paham tentang mekanisme pengaduan masyarakat,” katanya.
Selanjutnya, jika masyarakat ragu untuk menegur, misalnya di restoran atau tempat publik, maka Satpol PP yang harus bergerak. Pasalnya, Idris mengatakan, tidak semua warga berani untuk memanggil pimpinan atau manager di tempat tersebut. Kebanyakan akan berpikir 2-3 kali saat melakukannya,”ujarnya.
Oleh karena itu, Idris teringat pendekatan penting soal masker, yang sebelumnya sempat menjadi polemik dan terkesan berubah-ubah. Yang menarik, kata Idris, ketika muncul pemahaman bahwa menggunakan masker adalah untuk melindungi diri sendiri dan orang lain.
“Masker untuk melindungi kita semua. Jadi lebih positif. Jadi bahasa itu penting dan perlu dilatih, sehingga semangatnya bukan menghakimi masyarakat,” katanya.
KANAL PENGADUAN MASYARAKAT
Kepala Bidang PPNS Satpol PP Provinsi DKI Jakarta Eko Saptono mengatakan, ada banyak saluran pengaduan yang bisa digunakan oleh warga ibu kota untuk melaporkan orang yang merokok di tempat umum, ataupun mereka yang tidak mengunakan masker.
Kendati demikian, dia tidak menampik bahwa sosialisasi tetap diperlukan, agar masyarakat lebih familiar saat menggunakannya, termasuk untuk mendapatkan tanggapan atau respons yang terbaik.
“Kita pasti sudah mengetahui ada kanal JAKI, silahkan disitu untuk pengaduannya. Kemudian ada CRM, dan jika perlu, bisa langsung menghubungi kepala satuan Satpol PP setempat atau menghubungi saya, selaku kepala bidang penyidik pegawai negeri sipil,” katanya.
Oleh karena itu, Eko menjelaskan bahwa sebagai kepala bidang PPNS, ia memiliki kewenangan untuk memeriksa orang per orang, pengusaha hingga perusahaan.
“Semua warga yang ada di Jakarta, saya bisa menindak, saya bisa BAP untuk pemberian sanksi, apabila siapapun yang merokok di tempat umum dan orang-orang yang tidak menggunakan masker,” terangnya.
Di samping sejumlah mekanisme pengaduan tersebut, Eko juga menjelaskan bahwa Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) memiliki e-report PPNS. “Di situ juga saya buat kanal-kanal pengaduan yang bisa dimanfaatkan,” katanya.
Kendati demikian, Eko mengapresiasi jika ada masyarakat yang berani menegur seseorang yang merokok di tempat publik. Hal itu merupakan hak setiap warga negara.
“Ibu Rosiana terima kasih sudah membantu petugas Satpol PP di lapangan. Kita ketahui di tingkat Provinsi, di tingkat kota, kecamatan, kelurahan hingga RT/RW itu ada satgas penanganan Covid-19. Tentunya sebagai warga negara yang baik dan juga warga Jakarta, tidak harus aparat yang menegur. Kita pun warga biasa pun boleh,” ungkapnya.
Selanjutnya, Eko menjelaskan bahwa meskipun jumlah Satpol PP sangat terbatas dalam melakukan pengawasan, mereka tetap bekerja secara profesional. Setiap hari, Satpol PP melakukan setidaknya empat kegiatan terkait penegakan masker.
“Pertama, dimulai pada pukul 08.00-10.00 WIB pagi. Itu tim masker namanya. Tugasnya melakukan penertiban masker. Itu bisa ketahuan, setiap harinya ada berapa warga yang dibina, dan berapa denda yang diperoleh,” katanya.
Kemudian pada pukul 10.00-12.00 WIB, tim melakukan pengawasan di kantor-kantor pemerintahan. Lalu pada pukul 14.00-16.00 WIB, Satpo PP melakukan pengawasan di rumah makan, restoran dan sejumlah cafe.
“Kemudian disambung pada malam hari yang dimulai pada pukul 19.00-24.00 WIB. Mereka melakukan pengawasan di rumah makan, restoran dan juga cafe,” ungkapnya.
Hingga Sabtu (21/8/2021), Eko mengungkapkan bahwa Satpol PP telah melakukan penindakan masker sebanyak 711.430 kali. Adapun total penindakan telah dilakukan terhadap 411.322 orang. “Rata-rata penindakan terhadap orang yang tidak menggunakan masker sebanyak 2230 orang per hari,” katanya.
Dari sejumlah tindakan itu, Eko menyebut ada dua pilihan yang bisa dipilih oleh mereka yang dikenai saksi. “Pertama, kami tawarkan untuk bekerja sosial, biasanya menyapu jalan menggunakan rompi selama 1 jam,” katanya
Jika warga tidak bersedia melakukan kerja sosial, maka mereka dikenakan denda sebesar Rp250 ribu. “Adapun besaran denda yang dihasilkan, hingga per 18 Agustus, jumlahnya Rp48.683.200. Itu denda dari orang-orang yang tidak menggunakan masker,” ungkap Eko.
Sejauh ini, Eko juga memahami bahwa di lapangan ditemukan banyak warga yang tidak menggunakan masker, dan jika menggunakan masker, posisinya tidak benar.
“Namun, kami sudah bekerja semaksimal mungkin dan kami sampaikan bahwa semua warga seharusnya saling mengingatkan untuk selalu memakai masker,” pungkasnya.
Penulis: Jekson Simanjuntak
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post