Jakarta, Prohealth.id – Penurunan angka kasus penularan Covid-19 di Jakarta belum jadi penanda berakhirnya pandemi ini.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Dwi Octavia mengatakan, sejak Maret 2020 jika dilihat trennya secara global, terjadi peningkatan kasus Covid-19. Dia menegaskan hal ini membuktikan, kasus Covid-19 jangan membuat masyarakat terlalu senang alias happy atau terbawa euforia saat melihat situasinya menjadi rendah.
“Itu kemudian kita harus waspada, walaupun sekarang kondisi di DKI Jakarta jauh lebih baik dibanding kondisi bulan Juli pertengahan,” terang Dwi saat menjadi narasumber pada webinar bertajuk “Perlindungan Terhadap Anak yang Terdampak COVID-19”, Kamis (2/9/2021).
Selain itu, dia mengingatkan bahwa secara nasional penurunan kasus Covid-19 terus terjadi, meskipun di beberapa provinsi atau kota besar di Indonesia, masih terjadi peningkatan kasus.
Ketika saat ini DKI Jakarta kondisinya jauh lebih baik, ternyata pada bulan Juni pertengahan hingga pertengahan Juli, kasusnya sangat tinggi. Menurut Dwi, saat itu situasinya sangat hectic, dimana puncak kasus melebihi 4 kali lebih banyak dari pengalaman sebelumnya yakni periode Januari 2021.
“Mudah-mudahan pengalaman ini tidak terulang kembali, karena kita mengalami bulan itu, kita sangat padat dan kita mengalami kecemasan yang sangat,” katanya.
Jika melihat laju penularan yang terus turun, maka angka reproduksi harus terus ditekan. Ini penting agar tidak terjadi transmisi, sehingga mereka yang bergejala perlu segera dites agar ia tahu statusnya, untuk kemudian melakukan isolasi. Juga penting agar ia tidak menginfeksi orang lain.
“Angka reproduksi efektif kita sudah kurang dari 1. Artinya dari 1 kasus baru, tidak menularkan ke lebih dari 1 orang lain,” ungkap Dwi yang sempat berkecimpung di bidang wabah dan survailance.
TREN KASUS DI JAKARTA
Saat ini, menurut Dwi, kasus aktif di DKI Jakarta per 1 September 2021 sebanyak 6.661 kasus. “Kasus aktif menunjukkan orang yang masih berstatus positif dan masih melakukan isolasi atau masih dirawat,” katanya.
Untuk tambahan kasus positif setiap harinya, atau orang yang baru sakit per hari, menurut Dwi ada di kisaran 400-600. “Ini mudah-mudahan bisa kita tekan terus,” pintanya.
Lalu berapa besar prosentase kasus positif dalam 1 minggu terakhir? ernyata jumlahnya kurang dari 5 persen. Ini menunjukkan situasi yang baik, karena WHO menganggapnya sebagai situasi yang terkendali, ketika prosentase positif kurang dari 5 persen. “Namun dengan catatan jumlah tes yang cukup masif,” kata Dwi.
Jumlah tes Covid-19 di DKI Jakarta juga terus membaik. Angkanya 5-6 kali dari tes minimal yang harus dilakukan di DKI Jakarta setiap minggunya, yakni sebanyak 79.240.
“Jadi, kita cukup yakin dengan kondisi saat ini, bahwa situasi jauh lebih baik. Kemudian kita tidak boleh melonggarkan protokol 3M,” ujarnya.
Sementara terkait gambaran kasus per kelompok umur, Dwi menjelaskan bahwa yang paling banyak terpapar Covid-19 adalah penduduk berusia produktif yakni usia dewasa dan dewasa muda.
Kemudian potensi orang tertular dari sisi per-kelompok umur, ditemukan data, kelompok anak memiliki kemungkinan tertular Covid-19 cukup tingi, walaupun masih lebih rendah dibanding usia produktif.
“Tentu karena usia produktif lebih banyak beraktivitas di luar rumah dan berinteraksi dengan orang lain, sementara anak (kurang dari usia 18 tahun), relatif aktivitasnya tidak setinggi orang dewasa,” paparnya.
Dari sisi risiko terjadinya meninggal akibat kasus Covid-19, Dwi mengatakan, kebanyakan terjadi pada usia lanjut, dimana case fatality rate atau kemungkinan meninggal akibat Covid-19 semakin tinggi.
Sementara pada kelompok anak relatif rendah, karena mayoritas kasus pada anak hanya bergejala ringan. Namun perlu diingat, anak bisa melanjutkan transmisi infeksi, sehingga harus melakukan prosedur kesehatan (prokes).
“Dari tren bulanan Covid-19 DKI Jakarta pada anak usia 0-18 tahun, di bulan Juli kemarin secara umum kasusnya naik. Sekarang sudah lebih baik kondisinya,” katanya.
Bagi pemerintah, kegiatan 3T (tracing, testing, treatment) menjadi penting sambil membangun kesadaran bersama seluruh sektor, seluruh kolaborator dan anggota masyarakat untuk tidak lupa 3M yakni menjaga jarak, menggunakan masker dan mencuci tangan.
“Dari sisi 3T, Pemprov DKI Jakarta memiliki komitmen yang dijaga sejak awal, sehingga masyarakat mendapatkan kemudahan akses tes, baik yang dibiayai oleh pemerintah jika memiliki gejala sakit atau pun kontak erat, termasuk juga anak-anak kita akomodir. Disiapkan fasilitas laboratoriumnya, maupun mereka yang secara mandiri ingin melakukan tes, itu lebih mudah di DKI Jakarta,” terang Dwi Octavia.
KONDISI LAYANAN KESEHATAN
Dwi Octavia menjelaskan, untuk di pelayanan tingkat pertama, seperti Puskesmas, telah diupayakan pemberian layanan kesehatan dengan tetap menjaga prosedur pengendalian infeksinya melalui beberapa mekanisme, seperti pemisahan zonasi untuk pelayanan kesehatan.
“Priortias layanan tetap mempertimbangkan risiko penularan dan melakukan inovasi layanan kesehatan,” katanya
Pemisahan layanan juga dilakukan, dimana prioritas dan pemisahan lokasi layanan diperlukan bagi pengobatan pasien sakit, pengambilan sampel (swab) dan pelayanan pasien sehat (KIA, KB, gizi, skrining, dan imunisasi).
Selain itu, manajemen kunjungan juga diberlakukan, meliputi: pendaftaran online dan telekonsultasi, tak ketinggalan fasilitas pengobatan pasien, telah dilakukan modifikasi poli gigi dan modifikasi ruang bersalin (RB), termasuk ruang isolasi.
“Kita paham pada saat mendapati kasus anak dengan Covid-19, maka menyiapkan fasilitas isolasi menjadi tantangan tersendiri. Artinya anak tidak bisa mandiri sehingga harus tetap ada pendampingan,” katanya.
Dengan demikian, isolasi anak, tidak tertutup kemungkinan dilakukan di rumah selama memadai. Termasuk memberikan edukasi kepada anggota keluarga yang tinggal bersama anak Covid-19, agar melakukan protokol 3M, sehingga bisa meminimalisir kemungkinan penularan di dalam rumah.
Fasilitas perawatan khusus pada anak juga telah disiapkan, termasuk perawatan Pediatric Intensive Care Unit (PICU) telah disiapkan bagi anak yang membutuhkan. Menurut Dwi, ada sejumlah rumah sakit yang khusus menangani Covid-19. Sebanyak 140 rumah sakit dari total 190 rumah sakit di Jakarta mampu memberikan pelayanan terbaik bagi perawatan pasien Covid-19, termasuk anak-anak.
Hanya saja, situasi di rumah sakit saat ini telah jauh membaik. “Sudah menurun sekali persentase keterisian tempat tidur pada pasien Covid-19, baik pada tempat tidur isolasi biasa maupun di ICU,” katanya.
PERKEMBANGAN VAKSINASI
Saat ini melalui kegiatan vaksinasi, Indonesia mempunyai harapan tambahan sehingga mampu melakukan pengendalian Covid-19 lebih baik.
“Harapannya kita bisa memberikan cakupan vaksinasi yang tinggi di DKI Jakarta, sehingga bisa menurunkan risiko penularan Covid-19 pada masyarakat,” ujar Dwi.
Hal ini ada kaitannya dengan herd immunity, yang secara mudah dimengerti sebagai pemberian imunisasi (vaksinasi) pada mayoritas orang di DKI Jakarta, sehingga mereka yang telah vaksin akan melindungi sebagian kecil orang yang belum divaksin.
“Siapa mereka yang tidak bisa divaksin? Ini tentu adalah kelompok anak yang usianya dibawah 12 tahun,” terang Dwi.
Hal itu karena anak dibawah usia 12 tahun belum mendapatkan vaksin yang tepat sesuai rekomendasi WHO, sehingga mereka menjadi kelompok yang rentan tertular Covid-19.
“Ini menjadi tanggung jawab bersama tentunya kepada seluruh masyarakat yang sudah berusia diatas 12 tahun untuk bisa divaksinasi segera,” katanya.
Selain itu, ada kondisi dimana orang dewasa atau lansia membutuhkan penyesuaian kondisi kesehatan terlebih dahulu, sebelum divaksin. Ini penting agar vaksin yang diberikan mampu memunculkan antibodi yang cukup.
“Namun pada mayoritas, sebanyak 95 persen anak usia diatas 12 tahun layak segera divaksin. Pesannya jangan tunda vaksinasi,” katanya.
Khusus kegiatan vaksinasi di Jakarta telah sangat masif dan berjalan dengan baik. Data per Kamis pagi, 2 September 2021 tercatat ada 9.976.762 orang telah divaksin dosis I. “Harapannya jumlah ini bisa kita kejar terus,” katanya.
Khusus untuk remaja sebanyak 808.829 orang telah mendapatkan vaksin tahap I. Namun masih ada sekelompok kecil remaja usia 12-17 tahun yang belum divaksin. “Mari dibantu mereka yang belum divaksin agar memahami pentingnya vaksinasi,” ajak Dwi.
Selama ini, ada sejumlah alasan mengapa warga enggan divaksin, seperti dari sisi halal haram, dan kekhawatiran terkena KIPI. Dia menerangkan, mayoritas tidak mengalami keluhan setelah divaksin. Di antara sedikit yang mengalami keluhan setelah divaksin sifatnya ringan.
“Jika ada yang berat, akan dilakukan penelusuran dan dibuat asesmen oleh Komda KIPI atau Komnas KIPI untuk melihat apakah keluhannya berkaitan dengan vaksinasi atau tidak,” terang Dwi.
Dwi Octavia juga mengingatkan bahwa pada prinsipnya, manfaat vaksinasi jauh lebih besar ketimbang keluhan pasca suntiknya. Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu takut untuk disuntik dan meyakini bahwa divaksin itu manjur.
Selain itu, strategi vaksinasi harus dipercepat dengan memberikan layanan di banyak tempat yang mudah diakses warga, seperti: lokasi kerja, institusi pendidikan, tempat umum, tempat yang dekat permukiman dan di fasilitas kesehatan.
Hal itu memungkinkan terbukanya kolaborasi bersama sejumlah pihak, yang sama-sama berjuang demi percepatan vaksinasi. Termasuk melakukan vaksinasi keliling, dimana layanan diberikan pada tempat tinggal atau aktivitas warga dengan sistem “jemput bola”.
Semua ini dalam rangka menyiapkan tatanan kehidupan berdampingan dengan Covid-19. “Karena kita tidak tahu sampai kapan Covid-19 ada bersama kita, berarti situasi saat ini harus kita siapkan dengan sebaik mungkin,” pungkasnya.
Penulis: Jekson Simanjuntak
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post