Jakarta, Prohealth.id – Kebijakan cukai adalah salah satu alat paling tepat dan cepat mengendalikan konsumsi rokok melalui harga.
“Kami mendesak tingkatan tarif cukai dan harga rokok minimal 20 persen untuk mengurangi konsumsi,” kata ekonom Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan saat seminar bertema Polemik Peningkatan Tarif Cukai Rokok dan Tantangannya, Rabu, (27/10/2021). Dia menjelaskan, jika cukai rokok naik, maka penerimaan negara meningkat. Itu bisa berkontribusi terhadap perekonomian rakyat kecil yang terbiasa mengonsumsi rokok.
“Kenaikan cukai juga akan menambah Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT),” ucapnya. Jika DBH CHT naik maka dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja rokok dan petani di lahan pertanian (on-farm) maupun di luar itu (off-farm).
Abdillah menambahkan, jika hanya salah satu jenis rokok yang naik cukainya, dampaknya adalah pangsa pasar sigaret kretek mesin (SKM) akan turun dari 76 persen menjadi 71 persen. “Pangsa pasar sigaret kretek tangan (SKT) akan naik dari 19 persen menjadi 25 persen,” katanya.
Soal kenaikan tarif cukai rokok juga sempat diperbincangkan dalam Talkshow Ruang Publik KBR bertema Ramai Cukai Rokok Mau Naik, Apa Kata Pakar dan DPR? pada Selasa, 26 Oktober 2021.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi IX dari fraksi PDI Perjuangan Tuti Nusandari Roosdiono memandang harga rokok masih sangat murah di Indonesia. “Saat ini harga per batang rata-rata Rp1.800,” ujarnya. Dia menambahkan, rata-rata harga rokok per bungkus juga masih sekitar Rp26.000.
Harga rokok yang sangat murah itu memengaruhi peningkatan prevalensi perokok anak. Apalagi, masih banyak pedagang yang mengecer rokok. “Memang di mana-mana bisa dibeli batangan,” katanya. Hal itu berkaitan pula dengan kecenderungan penjual masih melayani anak-anak yang membeli rokok.
Menurut dia, seharusnya harga rokok paling murah per batang Rp5.000 di Indonesia. Dia membandingkan dengan di Australia yang harga rokok per batang mencapai Rp18.000. “Di Singapura menjual rokok satu pak rata-rata harganya Rp146 ribu. Di Malaysia, Rp60 ribu,” ujarnya.
Cukai rokok akan naik 11,9 persen pada 2022. Anggota DPR Komisi IX Suir Syam pun mendukung kenaikan tarif cukai rokok itu. “Kalau pemerintah sangat peduli terhadap kesehatan masyarakat, tentu target untuk menaikkan cukai rokok tahun 2022 dapat direalisasikan,” kata anggota DPR dari fraksi partai Gerindra itu.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan, bahwa soal harga mahal atau murah rokok itu cenderung relatif. “Peneliti lapangan yang menentukan,” ujarnya. Namun, dia menegaskan penetapan harga harus memengaruhi daya beli agar tak terjangkau oleh anak-anak.
“Harga berapa pun lah yang penting anak-anak enggak boleh,” kata anggota DPR fraksi Golkar itu.
Soal penentuan harga rokok, lagi-lagi Melkiades berkata, bahwa peneliti yang akan bisa menentukan ketepatan harga. “Nanti dari hasil penelitian itu kita bedah, dibahas dari berbagai aspek. Hasil penelitian diuji rekomendasi berbagai pihak bisa dirumuskan,” ujarnya.
Peneliti Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Yurdhina Melissa menjelaskan, bahwa cukai sebagai instrumen yang memungkinkan untuk membuat harga rokok menjadi mahal. “Itu (cukai) adalah instrumen pengendalian,” katanya. Namun, ia menyayangkan, cukai yang dibebankan untuk produk rokok tak semuanya sama. “Di Indonesia banyak banget jenisnya dikenakan cukai berbeda-beda,” ujarnya.
Ketua Umum Komite Nasional Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany mengatakan harga mahal rokok hanya salah satu cara untuk pengendalian konsumsi. “Kalau (pengendalian) yang bukan harga, misalnya larangan iklan, dilarang jualan rokok dekat sekolah,” katanya. Hasbullah menambahkan, pemajangan rokok di etalase penjualan dekat kasir juga seharusnya dilarang.
Penulis: Bram Setiawan
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post