Baru-baru ini, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merilis data yang menunjukkan bahwa prevalensi anak penderita diabetes meningkat 70 kali lipat pada Januari 2023 dibanding 2010. Selain itu, Direktur Utama Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron juga mengatakan pasien anak yang menderita diabetes meningkat sekitar 1.000 kasus pada 2022 dibandingkan 2018.
Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena mengafirmasi bahwa anak-anak Indonesia mengadopsi pola hidup tidak sehat. Salah satunya akibat konsumsi makanan berkandungan gula tinggi yang juga banyak dijual di kantin sekolah.
Kondisi ini mendorong Aeshnina Azzahra Aqilani, Co-captain Rivers Warrior untuk menuliskan surat ke Presiden Joko Widodo dan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta. Nina melalui perjalanan 900 kilometer dari rumahnya, pergi ke Jakarta untuk menyampaikan surat tersebut. Isi surat tersebut adalah mendesak adanya kantin sehat di sekolah untuk menjaga kesehatan anak.
“Sebelumnya saya sudah berkirim surat kepada Presiden namun belum ada respon, maka hari ini (Selasa 7/2/2023) saya ingin kirim langsung surat permohonan tentang kantin sehat ke Jakarta,” ungkap Aeshnina.
Nina menjelaskan, kantin sekolah selama ini banyak menyediakan makanan manis dan minuman sachetan yang begitu mudah dijangkau, sementara kebijakan pemerintah sejauh ini belum cukup melindungi.”Melalui Kantin Sehat, saya Ingin anak-anak terbebas dari makanan berplastik dan berpemanis sintetis yang ancam kesehatan anak,” ujar perempuan yang akrab disapa Nina ini.
Selain desakan berbentuk surat, Nina juga menyampaikan usulan Kantin Sehat melalui petisi daring change.org dengan judul ‘Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kurangi Penggunaan Plastik Sekali Pakai di Lingkungan Sekolah.’ Petisi ini mendapat dukungan 22.109 orang, dengan durasi sudah dua tahun dilayangkan oleh Nina saat masih bersekolah di SMPN 32 Gresik.
Nina yang saat ini bersekolah di Madrasah Aliyah Bilingual Pesantren Al Amanah Sidoarjo, Jawa Timur menjelaskan, petisi ini dibuat sejak 2021 dengan tujuan meminta Menteri Pendidikan untuk membuat peraturan mewajibkan kantin sekolah bebas plastik. “Dan telah ditandatangi lebih dari 22.000 orang,” ungkap Aeshnina.
Ia menilai kantin sekolah harus menyediakan makanan sehat alami yang tidak dikemas plastik, melarang makanan minuman sachet yang bergizi rendah dan mengandung bahan tambahan kimia yang membahayakan kesehatan anak. Ia juga meminta agar setiap sekolah harus menegakkan larangan plastik sekali pakai dan mewajibkan semua warga sekolah pilah sampah, menyediakan sarana tempat pengumpulan sampah terpilah serta mengolah sampah organik menjadi kompos dan ekoenzim di lingkungan sekolah.
Masalah sampah plastik yang tak terselesaikan
Sebagai bagian dari anak muda Indonesia, ia terpanggil untuk mengingatkan kepada Presiden Jokowi dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, bahwa kondisi lingkungan Indonesia saat ini darurat sampah plastik.
“Sampah plastik ditemukan mencemari hutan pegunungan sampai di dasar lautan dan mikroplastik telah masuk ke tubuh manusia,” ungkap Nina.
Perempuan yang ingin fokus dalam dunia lingkungan hidup dan kesehatan menyebut dalam plastik sekali pakai banyak tersusun atas polimer-polimer plastik dalam kategori senyawa pengganggu hormon seperti phtalat yang membuat plastik jadi lentur, namun efek dari phtalat bagi kesehatan manusia sangat berbahaya karena dapat mengganggu hormon tubuh, seperti menyebabkan diabetes melitus.
“Bisa jadi diabetes melitus yang banyak diderita anak-anak Indonesia karena sering makan makanan dibungkus dalam plastik,” sambungnya.
Lebih lanjut Aeshnina juga menjelaskan bahwa gangguan hormon bisa menyebabkan terjadinya menstruasi dini. Dia menceritakan, teman-temannya sewaktu kelas 3 sekolah dasar [SD] banyak yang sudah menstruasi, sementara saat itu ia belum menstruasi.
“Dan saya takut kalau saya terlambat. Padahal bisa jadi karena makanan kita sudah terpapar plastik jadi kita lebih awal mengalami menstruasi,” jelasnya.
Saat ini juga masih banyak sampah plastik di sekolah yang dibakar sehingga berdampah pada kesehatan lingkungan. Nina yang pernah melakukan penelitian dengan membelah lambung ikan-ikan yang ada di Kali Surabaya menemukan semua ikan yang diteliti, ditemukan mikroplastik dalam lambung ikan.
“Ikan-ikan di sungai Surabaya tercemar mikroplastik dari aktivitas limbah pabrik dan sampah plastik yang dibuang ke sungai, sampah plastiknya terpecah menjadi serpihan dibawah 5 mm yang disebut mikroplastik, padahal air sungainya digunakan untuk PDAM” ujar Nina prihatin.
Dia mengingatkan, membakar plastik di lingkungan sekolah mengancam kesehatan. Padahal, anak harus dilindungi dari menghirup udara beracun dan partikel mikroplastik yang membahayakan kesehatan.
“Saya sering melakukan audit sampah plastik di sungai dan pantai dan menemukan sebagian besar sampah yang tercecer adalah tas kresek, kemasan sachet, popok, styrofoam, sedotan dan botol plastik. Sebagai generasi muda penerus bangsa, saya tidak mau lingkungan dan tempat tinggal kami di masa depan tercemar dengan sampah plastik yang tidak bisa terurai dan dibanjiri mikroplastik.”
Setidaknya, ada tiga rekomendasi yang diajukan Nina kepada Kementerian LHK.
Pertama, pemerintah harus serius memulihkan dan mencegah pencemaran plastik yang mengancam kesehatan dan kelangsungan kehidupan anak Indonesia.
Kedua, untuk menangani masalah sampah, dia mengusulkan untuk mencanangkan gerakan nasional sekolah bebas sachet dan kantin sehat, yang menerapkan 5R (Refuse, Reduce, Reuse, Repurpose, Recycle).
Ketiga, inovasi kantin sehat wajib menyediakan makanan sehat sehingga anak-anak Indonesia terhindar dari makanan yang berpengawet, mengandung perasa dan pemanis buatan yang mendorong anak-anak mengidap diabetes melitus, pencemaran racun plastik, dan mikroplastik.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post