Jakarta, Prohealth.id – Hingga saat ini, sebagian pekerja/buruh perempuan masih mengalami pelanggaran upah (gender pay gap) karena adanya perbedaan upah antara pekerja perempuan dan laki-laki.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Global Gender Gap Indeks 2016, menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-88 dari 144 negara di dunia.
Pada sidang terbuka promosi doktor yang berlangsung di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), Dr. Wati Nilamsari menyampaikan isi disertasinya bahwa selain pelanggaran upah, persoalan pekerja perempuan yang paling sering terjadi adalah pelanggaran hak maternitas (maternity rights).
Ia menyampaikan tentang hasil riset yang dimuat dalam disertasi berjudul “Implementasi Kebijakan Perlindungan Sosial untuk Pemenuhan Hak Maternitas Pekerja Perempuan (Studi di PT X, Tangerang Selatan)”, bahwa hak maternitas adalah hak yang melekat pada diri pekerja perempuan sebelum, selama, dan setelah melahirkan.
Hal itu tercantum pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (The Universal Declaration on Human Rights) atau DUHAM oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Pasal 25 Tahun 1948 bahwa ibu dan anak berhak mendapatkan jaminan kesehatan, kesejahteraan, dan perlindungan sosial. Untuk itu, upaya untuk mengatasi persoalan maternitas pekerja perempuan adalah dengan perlindungan sosial bagi mereka.
Ketentuan mengenai perlindungan sosial tenaga kerja di Indonesia yang terkait dengan hak maternitas, terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yang di dalamnya tertuang hak istimewa (privilage) pada pekerja perempuan terkait fungsi reproduksinya, seperti cuti menstruasi, cuti mengandung, cuti melahirkan atau keguguran, hingga kesempatan menyusui anak.
Dalam penelitian Dr. Wati, implementasi kebijakan perlindungan sosial pekerja PT X dilaksanakan dalam bentuk jaminan sosial (social insurance) yang mencakup jaminan sosial di bidang kesehatan dan jaminan sosial di bidang tenaga kerja yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Implementasi kebijakan juga ditentukaan oleh sumber daya manusia (SDM), anggaran dan fasilitas yang mendukung kebijakan, terdapat koordinasi internal antara departemen Human Resources, General Affair, Health and Safety Environment, Bidan klinik perusahaan, serta serikat pekerja.
Koordinasi Eksternal juga dilakukan dengan Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). PT X sudah memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam perlindungan sosial, dan terdapat departemen khusus yang menangani persoalan hak maternitas.
Pada pelaksanaan perlindungan sosial untuk pemenuhan hak maternitas di tingkat pekerja perempuan menunjukkan, pekerja perempuan memahami hak maternitas secara pasif yang pada akhirnya melanggengkan posisi subordinat pekerja perempuan.
Wati memberikan rekomendasi, antara lain untuk meningkatkan kesadaran gender, perusahaan perlu membuat pelatihan untuk SDM manajemen, serikat pekerja, dan pekerja perempuan agar lebih peka gender. PT X juga diharapkan melibatkan profesi pekerja sosial industri dalam memberikan intervensi terhadap permasalahan pekerja perempuan.
Discussion about this post