Jakarta, Prohealth.id – Universitas Indonesia (UI) mengukuhkan Prof. dr. Indah Suci Widyahening, Sp. KKLP., sebagai guru besar dalam bidang Ilmu kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran UI Salemba, pada Sabtu (24/2/2024).
Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D., memimpin upacara pengukuhan. Dalam kesempatan itu, Prof. Indah menyampaikan pidato pengukuhan. Judul pidato tersebut; “Peran Spesialis Kedokteran Keluarga Layanan Primer dalam Menjembatani Kesenjangan Pengendalian Penyakit Tidak Menular di Indonesia”.
Prof. Indah menekankan tentang urgensi penatalaksanaan Penyakit Tidak Menular (PTM) yang masih menjadi tantangan kesehatan global di abad ke-21. Data World Health Organization (WHO) tahun 2018, kematian akibat PTM tercatat mencapai 71 persen kematian di dunia. Angka ini termasuk 75 persen kematian premature, alias kematian pada usia 30-69 tahun.
Oleh karena itu, salah satu target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) bidang kesehatan adalah menurunkan secara relatif risiko kematian prematur. Utamanya akibat PTM yang sebesar sepertiga pada tahun 2030.
Di Indonesia, enam dari sepuluh penyakit penyebab kematian terbesar merupakan PTM. Tiga teratas adalah penyakit jantung iskemi, stroke, dan diabetes. Faktor risiko penyebab kematian terbesar adalah peningkatan tekanan darah, pola makan yang tidak sehat, kadar glukosa darah puasa yang tinggi, dan konsumsi tembakau.
WHO memprediksi target menurunkan risiko kematian di bawah usia 70 tahun akibat PTM sebesar sepertiga tidak akan bisa tercapai oleh Indonesia pada 2030. Meskipun demikian, target itu masih mungkin tercapai pasca 2040. Terutama jika segera ada perbaikan terhadap strategi intervensi yang ada saat ini.
Prof. Indah mengatakan, pengendalian PTM di Indonesia terlaksana melalui berbagai program, yang mencakup upaya promosi kesehatan melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Lalu pengendalian faktor risiko melalui peran serta masyarakat pada Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM). Juga ada pelayanan kesehatan melalui Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) bagi peserta BPJS di layanan primer, serta berbagai upaya kuratif dan rehabilitatif di layanan sekunder dan tersier. Namun, semua upaya belum berhasil mengendalikan PTM. Ini terbukti dengan semakin meningkatnya jumlah penyandang PTM dan penyakit katastropi, serta beban ekonomi maupun sosial yang timbul sebagai akibatnya.
“Untuk mempercepat target pengendalian PTM di Indonesia, maka rekomendasi yang saya berikan, adalah pertama, meningkatkan jumlah Spesialis Kedokteran Keluarga Layanan Primer sebagai dokter yang memiliki kompetensi pengendalian PTM yang efektif,” ujar Prof. Indah.
Saat ini, terdapat kurang lebih 600 dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Layanan Primer (SpKKLP) yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagian besar memang masih terkonsentrasi di pusat-pusat pendidikan. Sementara terdapat lebih dari 10.000 puskesmas yang tersebar di lebih dari 7200 kecamatan di seluruh Indonesia.
Untuk bisa mengisi kesenjangan dalam hal penanggulangan PTM, Prof. Indah menyebut butuh setidaknya satu orang SpKKLP di puskesmas. Tenaga medis ini mampu melaksanakan upaya pencegahan paripurna di setiap tahapan perjalanan PTM yang meliputi pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
“Setiap keluarga di Indonesia harus memiliki seorang Dokter Keluarga Layanan Primer, untuk mendampingi mereka dalam menjaga kesehatan dan mencegah PTM,” kata Prof. Indah.
Rekomendasi kedua adalah menargetkan pengendalian pada kelompok usia remaja dan dewasa muda. Caranya melalui upaya promosi kesehatan dan pengendalian faktor risiko berbasis setting. Program-program pengelolaan faktor risiko PTM berbasis setting membidik kelompok remaja dan dewasa muda berada, seperti sekolah, kampus atau tempat kerja. Begitu juga pengembangan model layanan kesehatan primer bagi kelompok remaja dan dewasa muda yang menekankan keterlibatan kelompok itu sendiri (peer-engagement).
Selanjutnya, rekomendasi ketiga adalah mendorong riset-riset operasional yang bertujuan untuk mendapatkan model pengendalian faktor risiko PTM dan pencegahan paripurna yang efektif di layanan primer. Penerapan model intervensi bisa pada berbagai komponen yang menjadi domain layanan primer. Mulai dari pengorganisasian layanan, sistem informasi kesehatan, pengelolaan sumber daya manusia, obat-obatan esensial. Lalu juga penggunaan vaksin dan teknologi tepat guna, penjaminan mutu, promosi kesehatan. Tak lupa pencegahan dan penatalaksanaan terhadap penyakit spesifik maupun interaksi dengan sektor lain.
“Dengan demikian target global menurunkan secara relatif risiko kematian prematur yang disebabkan oleh PTM sebesar sepertiga di Indonesia, bisa dicapai dalam waktu yang tidak terlalu terlambat. Sehingga, cita-cita Indonesia Emas pada tahun 2045 akan tercapai sesuai harapan kita semua,” kata Prof. Indah.
Karya tulis Prof. Indah telah terbit di berbagai jurnal nasional maupun internasional. Beberapa publikasi ilmiah tersebut adalah; Diagnostic Performance of Urine-based HPV-DNA Test (CerviScan, Bio Farma) as Cervical Cancer Screening Tool in Adult Women (2023); Knowledge, attitude, and practice related to the COVID-19 pandemic among undergraduate medical students in Indonesia: A nationwide cross-sectional study (2022); dan Noncommunicable diseases risk factors and the risk of COVID-19 among university employees in Indonesia (2022).
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post