Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

Kembangkan Vaksin Bill Gates, Separah Apa TBC di Indonesia?

by Yulia A.
Saturday, 24 May 2025
A A
100 HARI PRABOWO-GIBRAN: Gelapnya Komitmen Eliminasi Tuberkulosis

Ilustrasi pasien batuk akibat tuberkulosis. (Sumber foto: Canva/2025)

Jakarta, Prohealth.id – Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa Indonesia menjadi salah satu dari lima negara yang dijadikan lokasi pengembangan “vaksin Bill Gates” untuk penyakit tuberkulosis (TBC).

“Ini beruntung ada satu orang kaya di dunia mau nerusin, dia ngebayarin karena dia enggak tega mungkin,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam rapat bersama Komisi IX DPR, Rabu (14/5/2025).

BacaJuga

Ruang Aman yang Masih Jauh: Perjuangan Melawan Kekerasan Gender Online

Hari Buruh Internasional : Sulitnya akses kesehatan bagi buruh

Indonesia adalah negara dengan kasus TBC terbesar kedua di dunia dan telah menyebabkan kematian lebih dari 100.000 orang.

Vaksin TBC milik Bill Gates ini sudah dirancang dan dievaluasi oleh perusahaan biofarmasi GlaxoSmithKline (GSK) sejak 2000-an hingga Fase 2b dalam rangkaian uji klinis GSK692342. Uji klinis pada Fase 2b dinyatakan aman sehingga kini dilanjutkan pada Fase 3. Pada fase ini, vaksin diuji untuk menilai efikasi profilaksis atau seberapa ampuh bisa mencegah terjadinya TB paru. Tujuan lainnya adalah untuk menilai keamanan dan imunogenisitas atau kemampuan memicu respons imun.

Di Indonesia, penelitian vaksin ini sudah dimulai sejak tahun lalu. Beberapa universitas dan rumah sakit menjadi lokasi klinis, di antaranya Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit UI, RSUP Persahabatan, RS Islam Cempaka Putih Jakarta, dan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. Vaksin ini ditargetkan rampung pada 2028 mendatang.

Budi menyebut vaksin ini nantinya akan digunakan untuk mengeliminasi jumlah kasus TBC di Indonesia. Lebih lanjut, ia menjelaskan vaksin dan imunisasi itu tidak boleh dimusuhi. “Vaksinasi, imunisasi itu teman, bukan musuh. Dia mengurangi kematian tuh banyak sekali di seluruh dunia. Proven by data ya,” tuturnya.

Penyuntikan vaksin, kata Budi, untuk memperkebal imun agar tidak mudah terpapar TBC. Jika uji coba vaksin ini berhasil, dia mengatakan Indonesia akan menjadi negara prioritas untuk bisa teknologi transfer dan membuat vaksinnya.

“Kami di Kemenkes melobi untuk memastikan kita masuk list-an, kita dorong supaya kita bisa mendapatkan benefit. Tujuannya apa? Supaya mengurangi kematian yang 100.000 ini,” ujarnya.

Perlu vaksin

Henry Diatmo, Direktur Eksekutif Stop TB Partnership Indonesia (STPI), menyebut vaksinasi sangat dibutuhkan untuk mengeliminasi kasus TBC, bukan hanya di Indonesia, tapi juga dunia. Sebab, hingga saat ini belum ada vaksin TBC, padahal penyakit ini merupakan salah satu penyakit tertua di dunia.

Di Indonesia, kata Henry, kasus TBC sangat mengkhawatirkan. Bahkan, angka kematiannya jauh lebih parah jika dibandingkan dengan kematian akibat Covid-19. Pengembangan vaksin untuk Covid-19 lebih cepat, sehingga jumlah kematiannya bisa ditekan secara perlahan. Begitu pun dengan jumlah pasien yang terinfeksi.

“Kita sangat mendukung adanya vaksin TBC,” kata Henry, menambahkan bahwa ada 15 vaksin yang sedang dikembangkan di tingkat global.

Vaksin ini, kata Henry, bisa jadi terobosan karena nantinya diberikan kepada orang dengan TBC laten. Orang dengan TBC laten sudah mempunyai kuman atau bakal TBC dalam tubuhnya, tetapi belum aktif. Namun, sewaktu-waktu bisa aktif.

Selama ini, Indonesia baru bisa menerapkan imunisasi Bacillus Calmette-Guerin (BCG) untuk mencegah TBC pada bayi dan anak-anak. Efek imunisasi ini, kata Henry, sayangnya tidak bertahan lama. Oleh sebab itu, masih dibutuhkan vaksin.

Selain itu, Henry menjelaskan vaksinasi TBC juga harus dilakukan untuk mencegah terjadinya mutasi kuman tuberkulosis. “Kalau TB karena dia sudah lama, karakteristiknya sudah tahu. Cuman sayangnya karakteristik ini bisa bermutasi. Nah mutasi-mutasi inilah yang sekarang dipastikan Jangan terjadi,” ucapnya.

Menurut Henry, seharusnya lebih banyak lagi filantropis lain yang mendukung pendanaan vaksin TBC. Dia menyebut karakteristik TBC berbeda-beda dan membutuhkan vaksin yang berbeda juga.

“Misalnya sekarang, kalau orang putus berobat, akhirnya dia jadi resisten obat dan sebagainya dan menyebabkan perbedaan pengobatan atau jenis vaksinnya yang diberikan,” contohnya.

Kasus terbanyak di dunia

Dicky Budiman, epidemiolog dari Griffith University di Australia menyatakan bahwa kasus TBC di Indonesia memang mengkhawatirkan dan menduga Indonesia adalah negara peringkat satu, bukan dua terbanyak kasus TBC di dunia.

Pasalnya, kata Dicky, banyak kasus TBC yang lambat dan tidak terdeteksi. Belum lagi, jika ditambah kasus TBC laten.

“Dengan sistem deteksi surveillance yang seperti itu, terbatas seperti itu, kita nomor 2 di dunia ya dengan kasus baru, kasus baru TB per tahun 1 juta. Dengan tambahan prediksi kasus TB Laten per tahun juga 1 juta. Sebetulnya kalau saya memprediksikan Indonesia itu bukan nomor 2, nomor 1 di dunia,” ujar Dicky kepada Prohealth.id, Jumat (16/5/2025).

Dicky juga menilai perlu ada penanganan yang holistik untuk permasalahan TBC di Indonesia, termasuk dengan vaksinasi. Namun, pemerintah harus hati-hati dalam menguji coba vaksin.

Selain itu, Dicky berpendapat pemerintah juga perlu menerapkan strategi komunikasi risiko kepada publik terkait upaya eliminasi kasus TBC ini. Salah satunya, pemerintah harus menerapkan prinsip transparansi. “Ini artinya dia harus seimbang menyampaikan apa adanya,” ucap dia.

Kemudian, pemerintah harus menerapkan empati. Artinya, pemerintah harus bisa menerima kekhawatiran publik dan bisa menjelaskannya dengan terang. “Ketika menjelaskan hal seperti ini, dia tetap enggak boleh terkesan yang baik saja. Katakan, ini ada risiko ya,” tutur Dicky.

Editor : Fidelis Eka Satriastanti

Bagikan:

Discussion about this post

https://www.youtube.com/watch?v=ZF-vfVos47A
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.

No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.