Jakarta, Prohealth.id- Penanggulangan krisis kesehatan merupakan hal yang krusial dan memerlukan sinergi dari berbagai pihak dalam proses pelaksanaannya. Rangkaian upaya yang meliputi kegiatan pra krisis kesehatan, tanggap darurat, hingga pasca krisis kesehatan ini perlu diselenggarakan secara terintegrasi dan juga mendapat perhatian dari banyak pihak.
Selaras dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan baru-baru ini telah mengumumkan bahwa pihaknya akan menjalin kerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Lembaga Resiliensi Bencana Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah untuk melakukan sinergi dalam penanggulangan krisis kesehatan. Selain dilakukan dalam upaya integrasi proses penanggulangan krisis kesehatan, hal ini juga dilakukan sebagai respon dari evaluasi pengalaman pandemi COVID-19 dimana sektor kesehatan di Indonesia nyatanya masih memiliki banyak kekurangan yang harus diperbaiki.
Sekretaris Jenderal Kemenkes Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan bahwa upaya sinergi ini merupakan bentuk perwujudan dari transformasi sistem kesehatan yang sedang dilakukan pada pilar ke-3 yaitu Sistem Ketahanan Kesehatan. Dalam upaya mencapai target sistem kesehatan yang tangguh, Kemenkes perlu melakukan kerja sama dengan lintas sektor serta sejumlah mitra dari organisasi masyarakat ormas.
“Kerja sama itu meliputi pertukaran dan pemanfaatan data, peningkatan dan pemanfaatan kapasitas SDM, penguatan manajemen, pelayanan kesehatan, serta pemanfaatan sarana dan prasarana terkait penanggulangan krisis kesehatan,” ucap Sekjen Kunta dalam sambutannya pada kegiatan Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama dan peluncuran Pedoman Rumah Sakit Aman Bencana (Safe Hospital) di Bandung, Selasa (26/3/2024).
Posisi Indonesia yang merupakan negara rawan bencana juga menjadi salah satu alasan mengapa proses sinergi ini diperlukan. Proses sosialisasi dan pembelajaran terkait apa yang harus dilakukan sebelum, selama, dan sesudah bencana terjadi memerlukan kontribusi dari berbagai pihak. Sehingga, langkah sinergis yang dilakukan oleh Kemenkes bersama Polri dan PP Muhammadiyah menjadi sangat penting.
“Misal kalau ada banjir atau gempa, masyarakat tahu harus apa. Bukan berarti menakut-nakuti tapi lebih kepada masyarakat bisa mengantisipasi dan menyiapkan diri,” ujar Sekjen Kunta.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan juga menyampaikan keinginannya terkait standarisasi rumah sakit dengan keamanan tinggi di seluruh Indonesia. Hal ini ditengarai karena ketika terjadi suatu krisis atau bencana, rumah sakit menjadi tulang punggung untuk mengurangi atau meminimalkan angka kesakitan dan kematian akibat bencana. Maka dari itu, rumah sakit harus tetap aman, berfungsi, serta dapat diakses dan memiliki sarana dan prasarana yang bagus guna bisa bertahan saat menghadapi bencana.
Selaras dengan hal ini, Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Sumarjaya juga beranggapan bahwa sistem kegawatdaruratan di Indonesia tetap membutuhkan pedoman sehingga rumah sakit lebih siap saat terjadi kebencanaan.
“Dengan adanya Pedoman Rumah Sakit Aman Bencana (Safe Hospital), diharapkan implementasinya di lapangan dapat lebih terarah serta terstandar,” ucap Sumarjaya.
Editor: Irsyan Hasyim
Discussion about this post