Jakarta, Prohealth.id – Saat ini, banyak masyarakat yang tidak menyadari nyeri dada berpotensi menyebabkan penyakit jantung yang mungkin dapat dialami setiap orang.
Tak hanya itu, banyak pula masyarakat yang tidak memahami gejala-gejala penyakit jantung seperti nyeri dada yang mungkin dianggap sebagai penyakit biasa. Beberapa orang menduga gejala tersebut adalah penyakit lambung biasa atau penyakit Covid-19.
Menurut dr. Bambang Budiono, Sp.JP, FIHA. FAPSIC, FSCAI, Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Primaya Hospital Makassar, nyeri dada bisa menjadi salah satu gejala dari penyakit jantung koroner (PJK). Nyeri dada akibat jantung yang khas atau disebut angina pektoris stabil memiliki karakteristik yang bisa dibedakan dengan nyeri dada yang tidak disebabkan oleh penyakit jantung (non cardiac). Ciri khas nyeri dada angina pektoris dicetuskan oleh aktivitas fisik dan dapat reda dengan beristirahat. Nyeri juga terasa menjalar ke rahang, bahu atau lengan.
“Nyeri dada pada angina tidak memiliki lokasi spesifik, bisa di dada kiri atau kanan, sekitar lambung, bahkan bisa juga dirasakan di punggung sehingga tidak dapat ditentukan dengan telunjuk terkait lokasi bagian tubuh yang mengalami nyeri dada,” ujar dr. Bambang Budiono dalam webinar Hari Jantung Nasional 2021.
Selain nyeri dada, keluhan penyakit jantung koroner juga dapat dirasakan berupa dada terasa tertekan benda berat atau sesak bila beraktivitas, terutama pada penderita diabetes mellitus dan usia lanjut dimana sudah muncul neuropati. Adapun neuropati adalah gangguan fungsi pada sistem saraf, termasuk yang memberi sensasi rasa sakit.
Tak hanya itu, dr. Bambang menambahkan nyeri dada timbul akibat adanya gangguan keseimbangan supply dan demand. Otot jantung yang kekurangan supply oksigen (aliran darah) akan mengalami metabolism anaerob yang menghasilkan asam laktat. Produksi asam laktat berlebih pada sel-sel otot jantung ini yang mencetuskan rasa nyeri dada.
Secara umum angina dibagi menjadi angina stabil, angina tak stabil, dan angina khas infark. Angina pektoris stabil adalah suatu keadaan dimana tak ada perubahan dalam derajat, intensitas dan frekuensi nyeri dada dalam 4 minggu terakhir. Angina pectoris tak stabil terjadi jika terdapat peningkatan intensitas, durasi, dan frekuensi nyeri dada dalam kurun waktu 4 minggu terakhir. Sementara, angina khas infark atau serangan jantung adalah nyeri dada hebat yang disertai keluarnya keringat dingin dan berlangsung terus menerus hingga lebih dari 20 menit.
Kemudian, apa perbedaan nyeri dada akibat asam lambung dan nyeri dada akibat jantung? Menurut dr. Bambang, nyeri pada lambung pada dasarnya bisa menjadi salah satu tanda dari angina dan bisa disertai muntah atau mual, terutama jika sumbatan terjadi pada pembuluh arteri koroner kanan sehingga sering terjadi misdiagnosis karena dianggap sakit maag.
“Oleh karena itu, perlu dilakukan anamnesa dan pemeriksaan yang lebih teliti,” sambungnya.
Nyeri ulu hati karena sakit maag atau GERD sering disertai keluhan lain seperti rasa terbakar di sekitar dada (heart burn) akibat adanya regurgitasi asam lambung (makanan yang telah ditelan namun kembali ke kerongkongan atau mulut). Sakit maag bisa disertai gejala penyerta lain seperti sering sendawa, kembung, dan nyeri ulu hati jika terlambat makan. Untuk memperkuat dugaan ada atau tidaknya penyempitan pembuluh darah koroner; pasien sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang misalnya rekaman jantung, treadmill test, atau ekokardiografi.
Gejala nyeri dada pada gangguan maag terjadi akibat produksi asam lambung berlebihan, peradangan pada bagian kerongkongan (esophagitis) akibat regurgitasi asam lambung, dan adanya iritasi atau luka pada mukosa (lapisan kulit dalam) lambung atau duodenum (bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong).
Di sisi lain, adakah perbedaan nyeri dada akibat jantung dan Covid-19?
Nyeri dada akibat Covid-19 bisa terjadi jika terdapat penyulit seperti radang selaput pembungkus jantung (perikarditis) dan radang otot jantung (miokarditis). Nyeri dada akibat Covid-19 juga dapat terjadi jika terdapat serangan jantung karena pembentukan bekuan darah yang menyumbat arteri koroner.
Hal tersebut terjadi karena COVID-19 juga berpotensi menimbulkan gangguan koagulasi/pembekuan darah. Selain itu Covid-19 juga bisa menimbulkan peradangan pada pleura (selaput pembungkus paru) yang menyebabkan “pleuritic pain” yang ditandai dengan nyeri dada yang bertambah berat jika menarik napas. Adapun gejala potensi jantung lain yang wajib diketahui bisa berupa sesak dan cepat lelah bila beraktivitas, gangguan irama jantung, syncope (pingsan), dan berbagai gejala lainnya.
“Hal yang harus dilakukan jika merasakan gejala-gejala tersebut adalah segera berobat ke dokter untuk memastikan penyebabnya dengan melakukan pemeriksaan khusus, sekaligus memberikan terapi sesuai kelainan yang didapatkan,” terang Bambang
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post