Encanto menceritakan dinamika keluarga Madrigal yang bermukim di sebuah desa di negara Kolombia. Setiap anggota keluarga Madrigal memiliki kemampuan magis, kecuali Mirabel Madrigal. Anehnya, dengan kemampuan lebih untuk memperbaiki kehidupan masyarakat, keluarga ini menganggap tabu pembicaraan tentang sosok Bruno, salah satu anggota keluarga ini dengan kemampuan melihat masa depan.
Dikutip dari situs Verywellmind.com, film Disney kali ini menampilkan luka dan kebingungan generasi dalam menyikapi transgenerational trauma. Lebih lanjut, dalam artikel yang sama menyebut transgenerational trauma atau multigenerational trauma adalah jenis trauma yang diwariskan lintas generasi. Seorang terapis keluarga dan pernikahan, Janay Holland, PhD, MFT, mengatakan, “apa yang mempengaruhi pada satu orang dalam keluarga, akan mempengaruhi segenap sistem dalam keluarga.”
Hal ini tercermin dalam film Encanto, bagaimana trauma dari Abuela Alma yang kehilangan suami dan rumah terwariskan sampai ke generasi ketiga yaitu Mirabel Madrigal. Trauma ini menimbulkan permasalahan kesehatan mental berupa; kecemasan, perfeksionisme, dan takut akan penolakan. Menurut Ling Lam, PhD, Pengajar Konseling Psikologi di Santa Clara University menambahkan bahwa ada tiga jenis akar atau penyebab dari trauma lintas generasi.
Pertama, level trauma yang disebabkan oleh perang, kejadian genosida, diskriminasi ras dan gender.
Kedua, level trauma yang disebabkan oleh kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan terhadap anak, dan penelantaran keluarga.
Ketiga, level trauma yang disebabkan oleh kekerasan khusus atau insiden tidak terduga dalam keluarga.
KENALI CIRI TRANSGENERATIONAL TRAUMA
Apa bedanya trauma jenis ini dengan trauma lainnya? Ling Lam dan Janay Holland bersepakat bahwa trauma ini memiliki ciri utama dengan sumber dari keluarga.
Secara terpisah dalam diskusi daring yang diselenggarakan oleh Yayasan Suara Indonesia Cemerlang (SIC), Pengajar Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya Jakarta, Yohana Ratrin Yestianti menjelaskan, cara mendeteksi trauma lintas generasi ini tidak mudahlah.
“Faktanya cukup banyak yang sudah mengalami, terutama pada situasi-situasi yang trauma kolektif, dimana misalnya terkait dengan peristiwa G30S, itu dari generasi ke generasi. Konflik itu banyak dan turun-temurun. Sehingga, Indonesia dengan potensi pengalaman trauma kolektif punya kondisi dan transgenerational trauma,” ujar Yohana.
Lebih lanjut, dia mengingatkan bahwa transgenerational trauma ini punya akar dari keluarga. Lantas, bagaimana cara menyembuhkannya? Yohana menyatakan, untuk meminimalisir dampak trauma ini pada generasi selanjutnya adalah dengan menerapkan kebiasaan mindfulness.
Selain itu, penting untuk melatih diri dengan pertolongan orang lain seperti psikolog atau psikiater jika mengalami kesulitan. Hal ini penting utamanya pada orang-orang terdampak dari trauma ini dan sudah mengalami disfungsi tertentu pada kehidupan sehari-harinya. Oleh karena itu penting mencari akar dari trauma lintas generasi.
“Kebiasaan ini bisa dilakukan sendiri alias self-healing, melakukan sugesti pada diri sendiri, memaafkan, dan rutin melakukan journaling. Kebiasaan ini bisa dilakukan agar penyintas tidak membuat perilaku yang lebih merusak,” lanjutnya.
Meski demikian, Yohana mengingatkan sebelum menerapkan metode self-healing, penting bagi penyintas untuk mengukur secara pribadi maupun dengan bantuan psikolog tentang tingkat keparahan trauma.
“Saya pernah mendampingi dua tahun dengan berbagai macam, misalnya tidak ada dengan bantuan balancing energi. Hal seperti ini tergantung dari situasinya. Ini memberikan dampak pada kondisi individu. Apakah ini self-healing atau butuh terapi yang dibicarakan untuk self-healing,” sambungnya.
Sementara itu, Founder Beyond Yourself Indonesia, Claudia Rosari Dewi menambahkan penting bagi siapapun untuk mengetahui jenis dan kadar trauma yang dialami sebelum melakukan self-healing.
“Akan sangat berbeda terapi dan kebutuhan yang harus dibereskan. Self-healing itu adalah pertolongan atau kecelakaan batin pertama, dan yang banyak menyakiti diri sendiri, tidak mau bertemu dengan orang lain memang harus segera diatasi dan dicari penyebabnya,” pungkas Claudia.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post