Percepatan penurunan stunting pada Balita adalah program prioritas Pemerintah sebagaimana termaktub dalam RPJMN 2020–2024. Target nasional pada tahun 2024, prevalensi stunting turun hingga 14 persen. Wakil Presiden RI sebagai Ketua Pengarah Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) Pusat bertugas memberikan arahan terkait penetapan kebijakan penyelenggaraan Percepatan Penurunan Stunting; serta memberikan pertimbangan, saran, dan rekomendasi dalam penyelesaian kendala dan hambatan penyelenggaraan Percepatan Penurunan Stunting secara efektif, konvergen, dan terintegrasi dengan melibatkan lintas sektor di tingkat pusat dan daerah.
Berdasarkan data dari Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting)/TP2AK, terdapat Lima Pilar Pencegahan Stunting, yaitu:
Pilar 1: Komitmen dan visi kepemimpinan tertinggi Negara
Pilar 2: Kampanye nasional dan komunikasi perubahan perilaku
Pilar 3: Konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program pusat, daerah dan desa
Pilar 4: Gizi dan ketahanan pangan
Pilar 5: Pemantauan dan evaluasi
Lima Pilar Pencegahan Stunting merupakan dasar dari Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) atau dikenal sebagai Stranas Stunting.
Lantas, bagaimana publik warganet merespon hal tersebut memalui media daring khususnya Twitter? Apakah warganet peduli dengan isu-isu stunting dan gizi buruk atau sebaliknya? Kali ini penulis akan menggunakan data social media monitoring tool Drone Emprit Academic yg disediakan oleh Universitas Islam Indonesia (tanggal 1 Desember 2022 hingga 3 Januari 2023).
Kata kunci yang dipergunakan adalah stunting dan gizi buruk.
Trend
Perbincangan terkait Stunting mendapatkan respon yang besar dari warganet. Dimulai ketika warganet mulai merespon pidato Presiden Jokowi yang meminta kepada para guru agar memperhatikan permalasahan stunting pada anak. Caranya yaitu dengan mengajarkan pola hidup sehat. Hal tersebut dikatakan Jokowi saat Hari Ulang Tahun (HUT) ke-77 PGRI dan Hari Guru Nasional di Semarang, Jawa Tengah. Ada berbagai respon dari positif sampai negatif menanggapi hal tersebut. Yang paling mendapatkan perhatian adalah cuitan respon dari @RodriChen terkait pidato tersebut yakni “Ini salah kaprah. Stunting itu kurang gizi jangka panjang, terjadi di 1000 hari pertama kehidupan; hamil s.d. usia 2th. Gejala paling mencolok memang tinggi badan di bwh standar; namun dampak paling besar adalah kecerdasan. Stunting tidak bisa dicegah di usia sekolah. Tapi ….”
Selanjutnya di tanggal 27 Desember 2022, ada satu cuitan yang menarik respon warganet yaitu “Survei kami di perkampungan Marind-Anim, Merauke menunjukkan, mi instan sudah jadi pangan pokok kedua setelah beras. Dan itu harus dibeli. Hampir seluruh penghasilan mrk dr leles dahan dan meramu dr hutan utk membeli nasi kosong dan mi instan. Hasilnya: gizi buruk dan kemiskinan”
Sentimen
Respon warganet atas perbincangan terkait Stunting didominisi oleh sentimen positif sebanyak 58 persen yang mendukung adanya pengentasan stunting.
Demografi
Yang menarik di sini adalah perbincangan terkait stunting dalam kurun waktu tersebut ternyata didomiasi oleh usia 19–29 tahun dengan jumlah authors mencapai 1500 dan jumlah cuitan mencapai 1800. Artinya generasi muda negeri ini peduli akan isu-isu prioritas nasional seperti stunting.
Hastag
Hastag terkait GuSYasin mengangkut percepatan penanganan kasus stunting di Jawa Tengah, salah satunya dengan pelayanan home care. Akun-akun yang menyematkan hastag GusYasin, juga menyematkan secara bersamaan hastag SantriGayengNusantara dan PanglimaSGN.
Top Influencers
Penulis: Wido Cepaka Warih, anggota Drone Emprit Academic (DEA)
(Artikel ini telah dimuat sebelumnya melalui Medium dengan judul; Kepedulian Warganet terhadap Isu “Stunting” pada 3 Januari 2023)
Discussion about this post