Kementerian Kesehatan melakukan penelusuran terhadap pasien terkonfirmasi cacar monyet di Indonesia. Pasien tersebut memiliki Riwayat berpergian ke luar negeri antara tanggal 22 Juli 2022, hingga tiba kembali di Jakarta pada 8 Agustus 2022. Pasien mulai mengalami gejala awal monkeypox di tanggal 11 Agustus 2022.
Dikutip dari siaran pers Kementerian Kesehatan, setelah berkonsultasi ke beberapa fasilitas kesehatan, pasien masuk ke salah satu rumah sakit milik Kementerian Kesehatan pada tanggal 18 Agustus dan hasil test PCR pasien terkonfirmasi positif pada malam hari tanggal 19 Agustus.
“Saat ini pasien dalam keadaan baik, tidak sakit berat dan ada cacarnya atau ruam-ruamnya di muka, di telapak tangan dan kaki. Pasien tidak perlu dirawat di rumah sakit, tapi cukup isolasi mandiri,” ungkap Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH.
Oleh karenanya, dr. Syahril menghimbau masyarakat agar tidak panik karena daya tular dan fatalitas cacar monyet sangat rendah dibandingkan dengan Covid-19.
Sebagai gambaran, saat ini ada 39,718 kasus konfirmasi cacar monyet diseluruh dunia namun yang meninggal hanya 12 orang, atau kurang dari 0.001 persen dari total kasus. Kondisi mengingat transmisi monkeypox tidak semudah COVID-19 yang melalui droplet di udara. “Penularan monkeypox melalui kontak erat,” kata dr Syahril.
Konfirmasi kasus cacar monyet pertama di Indonesia telah ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta bersama Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes untuk melakukan surveilans kepada masyarakat atau kontak erat dari pasien.
Sebagai bentuk kewaspadaan, tambah dr. Syahril, Kemenkes sudah melakukan pemantauan intensif di seluruh pintu masuk Indonesia, baik dari udara, laut, maupun darat yang berhubungan langsung kepada negara-negara yang sudah melaporkan adanya kasus cacar monyet. Sekitar 89 negara yang sudah melaporkan adanya kasus cacar monyet di negaranya.
Pemerintah juga sudah memberikan status kewaspadaan kepada seluruh maskapai penerbangan dan pelabuhan untuk bersama memberikan suatu kewaspadaan apabila ada penumpangnya yang mempunyai gejala cacar monyet.
Langkah berikutnya, Kementerian Kesehatan juga sudah memberikan sosialisasi dan edukasi kepada seluruh masyarakat, seluruh petugas kesehatan, dan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan untuk mewaspadai cacar monyet. Dia mengingatkan kepada seluruh masyarakat agar selalu melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan meningkatkan protokol kesehatan.
“Protokol kesehatan ini bukan hanya untuk monkeypox saja tapi juga untuk seluruh penyakit menular,” kata dr. Syahril.
Kementerian Kesehatan telah memberikan pedoman kepada seluruh Dinas Kesehatan di Indonesia, seluruh rumah sakit, dan seluruh Puskesmas untuk memberikan perhatian yang lebih terhadap cacar monyet. Dia berharap jangan sampai ada petugas kesehatan di fasilitas kesehatan manapun yang tidak paham dengan cacar monyet, karena ini bagian dari kewaspadaan.
Asal tahu saja, pemeriksaan PCR untuk cacar monyet saat ini baru bisa dilakukan di dua tempat, yakni di laboratorium rujukan nasional BKPK Kemenkes, dan laboratorium Institut Pertanian Bogor. Oleh karena itu, saat ini sedang dalam proses penambahan 10 laboratorium yang ditingkatkan untuk melakukan pemeriksaan PCR tersebut. Ada pula beberapa rumah sakit yang sudah bisa melakukan PCR.
Guna menjawab kebutuhan testing, dr. Syahril menyebut bahwa Kemenkes sudah menyiapkan 1.200 reagen untuk pemeriksaan cacar monyet. Pemeriksaan dilakukan manakala ada kecurigaan cacar monyet. “Pemeriksaan PCR monkeypox ini berbeda dengan pemeriksaan PCR COVID-19. PCR monkeypox dilakukan dengan swab pada ruam-ruam yang ada di tubuh pasien,” ujar dr. Syahril.
Pasien cacar monyet juga tidak diperlukan ruang isolasi sebagaimana pasien COVID-19. Ruang isolasi untuk pasien COVID-19 memerlukan tekanan negatif, sementara untuk pasien monkeypox ruang isolasi tersebut tidak diperlukan.
Terapi Perawatan klinis untuk cacar monyet harus dioptimalkan sepenuhnya untuk meringankan gejala, mengelola komplikasi, dan mencegah gejala sisa jangka panjang. Pasien harus diberi cairan obat dan makanan untuk mempertahankan gizi yang memadai.
Infeksi bakteri sekunder harus diobati sesuai indikasi. Antivirus yang dikenal sebagai tecovirimat yang dikembangkan untuk cacar dilisensikan oleh European Medicines Agency (EMA) untuk cacar monyet pada tahun 2022 berdasarkan data pada penelitian pada hewan dan manusia. Tecovirimat belum tersedia secara luas. Jika digunakan untuk perawatan pasien, tecovirimat idealnya harus dipantau dalam konteks penelitian klinis dengan pengumpulan data prospektif.
Terkait vaksinasi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum memberikan rekomendasi untuk vaksinasi massal dalam menghadapi cacar monyet. Ada dua atau tiga negara yang sudah melakukan vaksinasi dan Indonesia juga sedang memproses untuk pengadaannya dan harus melalui rekomendasi dari Badan POM. Pasien cacar monyet akan sembuh sendiri manakala tidak ada infeksi tambahan atau tidak ada komorbid yang berat yang dapat memperparah kondisi pasien.
“Kalau pasiennya tidak ada komorbid dan tidak ada penyakit pemberat lain, Insya Allah sebetulnya pasien ini bisa sembuh sendiri,” ungkap dr. Syahril.
Sebagai informasi, fejala cacar monyet mirip dengan gejala cacar air, namun lebih ringan. Gejala dimulai dengan demam, sakit kepala, nyeri otot, dan kelelahan. Perbedaan utama antara gejala cacar air dan cacar monyet adalah bahwa cacar monyet menyebabkan pembengkakan pada kelenjar getah bening (limfadenopati) sedangkan cacar air tidak. Cacar monyet biasanya merupakan penyakit yang sembuh sendiri dengan gejala yang berlangsung dari 2 hingga 4 minggu.
Taati protokol kesehatan
Menurut dr. Robert Sinto, Konsultan Penyakit Tropik dan Infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, menyebutkan virus cacar monyet mampu bermutasi dengan sangat cepat.
Data tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh sekelompok peneliti di Amerika Serikat, bahwa di tahun 2022 rata-rata ditemukan 50 mutasi strain baru cacar monyet dibandingkan dengan tahun 2018 sampai 2019.
Mutasi ini, kata dr. Robert terlihat dari perbedaan karakteristik antara cacar monyet di negara endemis seperti Kamerun, Benin, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Gabon, Ghana, Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Republik Kongo, dan Sierra Leone dengan negara non endemis.
“Itu kenapa muncul hipotesis mengapa tampilan klinisnya agak berbeda dengan tampilan klinis yang kita temukan di Afrika dalam beberapa bulan terakhir,” kata dr. Robert Sinto pada keterangan pers “Update Perkembangan Cacar Monyet di Indonesia yang disiarkan secara daring akhir Juli 2022 lalu.
Lebih lanjut, gejala cacar monyet di negara endemis terlihat dari lesi kulit yang menyebar di seluruh tubuh. Namun setelah terjadi mutasi, lesi kulit hanya terlihat di beberapa bagian tubuh saja seperti mulut, telapak tangan, muka, dan kaki.
Perbedaan lainnya, cacar monyet di Afrika dapat menginfeksi semua kelompok umur mulai dari anak-anak hingga lansia. Sementara karakteristik cacar monyet di negara non endemis, kasus cacar monyet didominasi oleh laki-laki dengan rata-rata usia sekitar 37 tahun.
“Meski banyak dialami laki-laki, namun penyakit ini tidak segmented. Semua orang memiliki potensi tertular virus ini. Saat ini masih dilakukan penelitian oleh WHO,” lanjut dr. Robert.
Selain menyebabkan perubahan karakteristik virus, strain baru cacar monyet diduga juga mengubah cara penularan sehingga lebih cepat menular. Hal ini menyebabkan kenaikan kasus yang signifikan di berbagai negara.
Kenali gejala dan konsultasi ke dokter
Menanggapi kasus pertama cacar monyet di Indonesia, PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe) mengedukasi masyarakat tentang monkeypox atau cacar monyet. Medical Executive PT Kalbe Farma Tbk, dr. Johan Indra, dalam Instagram Live @ptkalbefarmatbk menjelaskan, penyakit infeksi yang pertama kali ditemukan pada manusia di Afrika pada tahun 1970 ini disebabkan oleh virus monkeypox, yang masih satu keluarga dengan virus variola yang menyebabkan penyakit cacar dan virus vaccinia yang dipakai dalam vaksin cacar.
“Monkeypox awalnya ditularkan ke manusia melalui hewan sejenis monyet, tikus, hamster, dan tupai yang berasal dari Afrika,” ujarnya.
Secara rinci, dia menjelaskan penyakit ini menular melalui cairan tubuh, misalnya melalui kontak dengan luka, gigitan, atau dengan memakan daging hewan yang dimasak dengan tidak benar. Namun, penyakit ini juga menular dari manusia ke manusia, dengan berbagai cara penularan.
“Kontak langsung seperti bersentuhan dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi, misalnya cairan luka, juga melalui droplet (percikan air liur) yang mirip dengan cara penularan Covid-19. Dapat juga tertular melalui kontak tidak langsung seperti menggunakan atau bersentuhan dengan barang yang terkontaminasi virus,” ungkap dr. Johan.
“Virus ini juga dapat menular dari ibu ke janin yang dikandung melalui plasenta,” tambahnya.
Gejala cacar monyet mirip dengan cacar namun lebih ringan, berupa sakit kepala, demam, nyeri otot, lemah, lesu, letih, serta timbul benjolan di leher, ketiak, dan di lipat paha yang terjadi karena pembengkakan kelenjar getah bening. Kondisi itu muncul antara 5-21 hari setelah penderita terpapar virus. “Gejala awal ini bisa disertai atau diikuti dengan gejala pada kulit berupa ruam, yang diawali dengan bintik atau bercak merah, kemudian mengalami penonjolan yang disebut papula. Lalu, tonjolan ini berisi cairan jernih seperti lepuh yang berangsur-angsur menjadi keruh karena berisi nanah yang kemudian akan pecah dan menjadi keropeng atau krusta,” jelas dr. Johan.
Sejak awal gejala timbul hingga gejala pada kulit sembuh dan keropeng hilang, membutuhkan waktu tiga hingga empat minggu. Selama gejala belum sembuh dan masih terdapat keropeng, penderita cacar monyet dapat menularkan virus ke orang lain.
Dokter Johan menekankan, orang yang memiliki gejala seperti cacar monyet harus segera diperiksa di fasilitas kesehatan terdekat untuk memastikan penyakitnya. Sebab, diagnosis cacar monyet ditentukan melalui penemuan virus dari pemeriksaan sampel.
“Sampel diambil dari ruam kulit penderita, lalu dilakukan pemeriksaan PCR untuk menemukan materi genetik virus monkeypox. Jika diagnosis monkeypox terkonfirmasi maka penderita harus diisolasi, bisa secara mandiri atau di rumah sakit, bergantung pada keparahan penyakit, kerentanan, dan kemampuan,” tuturnya.
Sedangkan pengobatan cacar monyet sendiri mencakup tiga aspek. Pertama, mengobati gejala yang dialami dengan mengonsumsi obat, misalnya minum paracetamol jika demam. Kedua, merawat luka akibat ruam kulit. Jaga luka agar tetap bersih dan hindari dari paparan sinar matahari langsung, supaya cepat sembuh dan tidak berbekas.
“Aspek yang ketiga adalah pemberian nutrisi dengan makan makanan bergizi seimbang serta minum dan istirahat yang cukup, disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien,” tutup dr. Johan.
Sementara itu, pencegahan cacar monyet saat ini mirip dengan Covid-19. Di antaranya, masyarakat memakai masker untuk mencegah paparan droplet, menjaga jarak, menghindari kerumunan, mencuci tangan dengan teratur, serta menjaga daya tahan tubuh.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post