Jakarta, Prohealth.id – Parade mural telah diadakan oleh Yayasan Lentera Anak untuk penyampaian aspirasi terutama saat momentum Hari Kesehatan Nasional 2021.
Koordinator Kampanye Yayasan Lentera Anak, Effie Herdi, dalam seminar daring bertema Seni Visual, Aspirasi dan Kritik Sosial Untuk Perubahan, Sabtu, 27 November 2021 menjelaskan, ada 1.000 gambar mural yang telah terunggah di media sosial. Karya visual mural digunakan untuk mendorong revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.
“Kebanyakan anak muda paling rajin mengikuti kegiatan ini. Parade mural seperti angin segar semangat baru untuk terus mendorong revisi PP 109 Tahun 2012,” kata Effie.
Pendiri Social Movement Institute Eko Prasetyo mengatakan, bahwa gambar memudahkan penyampaian pesan. “Tidak mudah menaklukan kekuatan besar,” katanya. Dia menjelaskan, ketika gambar terpampang maka akan menginspirasi orang lain.
Karya visual, ujar Eko, menjadi ekspresi paling efektif untuk menyampaikan pandangan. “Pesan menjadi efektif ketika diulang-berkali-kali itu,” sebut Eko yang juga pengarang komik Perusahaan Rokok Untung Besar.
Karya visual pun pelan-pelan akan terus mengangkat masalah ke permukaan. “Mural ini penting, karena kekuatan yang dihadapi ini gede, tidak akan mudah menaklukan kekuatan besar,” ucapnya. Dia menambahkan, bahwa mural membuat problem menjadi lebih jelas.
Eko menceritakan, ia menyusun komik Perusahaan Rokok Untung Besar yang terbit pada 2007 bermula dari keresahan. Dia merasa terganggu adanya baliho iklan rokok yang memenuhi suasana perkotaan. “Baliho (iklan rokok) menganggu pemandangan kota,” ujarnya. Dia ingin mengkritik pemasangan baliho iklan rokok agar tak melulu menjadi tren. “Saya enggak ingin orientasi berpikir laba (pendapatan daerah dari pemasangan baliho) itu merusak suasana visual kota,” katanya.
Hal lain yang terus membuat dia ingin mengkritik, karena kekayaan industri rokok didapat dari konsumen yang notabene kelas ekonomi menengah ke bawah. “Kalau ada daftar nama orang kaya itu selau pemilik perusahaan rokok,” ujarnya.
Menurut dia, fakta itu merupakan eksploitasi terhadap orang-orang yang lemah ekonominya. “Kekuasaan (perusahaan rokok) dalam kontreks ekonomi politik. Pendapatan orang miskin tersedot untuk rokok,” katanya.
Pandangan itu yang membuat Eko terus mengamati keuntungan sepihak yang mengalir ke perusahaan rokok. “Perusahaan rokok punya segalanya bisa menggaji banyak para buzzer (pendengung) untuk mendukung pikiran mereka,” ujarnya. Eko menambahkan, ekspresi perlawanan terhadap perusahaan rokok bukan hanya masalah kesehatan, tapi lagi-lagi, soal ekonomi politik.
Pendiri perusahaan komik Pionicon, Faza Ibnu Ubaydillah Salman (Faza Meonk) tak jauh berbeda pandangan dengan Eko. Menurut Faza, karya visual selain memiliki kekuatan untuk menyampaikan pesan, tapi juga mengandung unsur yang menghibur. “Visual bisa dimanfaatkan untuk kepentingan apa pun. Keresahan juga bisa disalurkan lewat visual,” katanya.
Faza menjelaskan, saat ini karya seni visual sangat diminati untuk berbagai kebutuhan. Karya visual, kata dia, dalam turunan produksinya biasanya untuk kebutuhan buku, game, animasi. “Gambar punya peran penting, sudah ada medium media sosial, internet, sehingga orang lebih mudah terhibur lewat visual,” ucap Faza yang juga kreator komik Si Juki.
Tenaga Ahli Madya Kedeputian II Kantor Staf Presiden, Erlinda mengatakan, bahwa ada komitmen pemerintah terkait pengendalian tembakau. “Bisa terlihat dari program pemerintah, kebijakan yang ada termasuk di RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional),” katanya.
Erlinda mencontohkan, salah satunya juga Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2021 tentang kebijakan kabupaten, kota layak anak. “Khususnya di klaster 4, daerah bisa dikatakan sebagai kota kabupaten layak anak termasuk salah satunya tidak ada sama sekali iklan rokok,” ujarnya.
Penulis: Bram Setiawan
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post