Jakarta tak pelak menjadi pusat kesibukan hari-hari warga Ibu Kota yang sering menenggelamkan kebutuhan akan ketenangan batin. Namun, lebih dari 3.000 orang berkumpul pada akhir tahun (14/12/24) lalu dalam sebuah momen ketenangan kolektif. Di acara ini, para peserta sekaligus menjadi pencetak sejarah.
Acara ini adalah inisiasi Yayasan Cahaya Cinta Kasih ini mencatat rekor nasional sebagai sesi meditasi terbesar di Indonesia. Kegiatan ini menggabungkan urgensi isu kesehatan mental dengan seni spiritual penyembuhan diri. Acara ini mencatatkan rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai “Temu Wicara dan Meditasi Renungan Jiwa dengan Peserta Terbanyak.”
Di pusat acara ini adalah metode yang disebut Soul Reflection (SR), yang dipimpin oleh Bunda Arsaningsih, seorang mentor spiritual sekaligus pendiri yayasan. Program bertajuk Bedah Karma ini bertujuan untuk mengungkap akar permasalahan pribadi—mulai dari trauma akibat perundungan, kecemasan, hingga rasa kehilangan—dan membantu para peserta melepaskan energi negatif dan berkesadaran dalam mengolah rasa melalui meditasi mendalam.
“Jakarta itu keras,” ujar Arsaningsih dalam pidatonya. “Tekanannya unik. Jika kita tidak segera menangani beban mental ini, dampaknya bisa jauh lebih buruk. Meditasi adalah jembatan—bukan hanya untuk penyembuhan, tetapi juga untuk memahami kenapa kita merasakan hal-hal dalam hidup kita.”
Acara ini, yang gratis dan terbuka untuk umum, menarik peserta dari berbagai penjuru nusantara—bahkan dunia. Hadir bukan hanya dari Jakarta dan Bali, tetapi juga dari Norwegia, Filipina, hingga Australia, menyoroti betapa universalnya tantangan kesehatan mental di dunia pasca-pandemi.
“Seringkali, kita mengabaikan masalah dalam diri sendiri, padahal itu justru sumber dari ketidaknyamanan yang kita rasakan,” ujar perempuan yang akrab dipanggil Bunda dalam acara tersebut.
Ilmu, Energi, dan Penyembuhan
Sesi meditasi ini jauh dari kata biasa. Arsaningsih memandu sebuah perjalanan batin berdasarkan pada keyakinan bahwa energi membentuk pikiran dan emosi. Stres, kemarahan, hingga kesedihan, menurutnya, adalah bentuk energi yang terpancar dan meradiasi dari dalam diri. “Kita menggunakan energi Tuhan, yang mengalir melalui iman setiap individu, untuk membersihkan dan mentransformasi,” ujarnya.
Pendekatan Bedah Karma, untuk memahami konsep karma atau takdir, serta mengenal jati diri dan realitas kehidupan ini. Ada keyakinan karma sebagai bagian dari proses kehidupan seseorang dalam interaksi sosial.
“Semua ini berdasar hukum energi. Energi negatif bisa dibersihkan dengan energi yang lebih besar,” tutur Bunda Arsaningsih.
Metode ini meyakini bahwa beban emosional yang kita rasakan saat ini sering kali berakar pada pengalaman masa lalu yang belum terselesaikan. “Tidak ada asap tanpa api,” jelas Arsaningsih. “Jika kamu pernah dirundung, misalnya, pasti ada akar karmanya. Setelah kita mengidentifikasi akar itu, kita bisa memadamkannya.”
Pendekatan ini mendapat sambutan hangat, khususnya di kalangan generasi muda Indonesia. Generasi Z, menurut Arsaningsih, memiliki kesadaran tinggi terhadap isu kesehatan mental tetapi seringkali kesulitan membangun daya tahan di tengah tekanan. “Meditasi menawarkan jalan bagi mereka untuk pulih dengan cepat,” katanya, “mengubah stres menjadi pertumbuhan tanpa jatuh ke jurang kelelahan.”
Bagi banyak peserta, istilah Bedah Karma menawarkan perspektif baru. Kamila Meilina (23), salah seorang peserta muda meditasi dari Bogor mengatakan bahwa meditasi adalah alternatif pemecahan masalah yang bisa menghantarkan ke solusi permanen dari dalam diri sendiri. Ini pertama kalinya Kamila mengikuti meditasi bedah karma.
“Konsep meditasinya sebenarnya ngasih perspektif baru. Karena kita kalau stres kan biasanya cuma healing-healing yang lari dari masalah aja. Kalau meditasi, harapannya bisa ngasih alternatif selain ‘lari dari masalah’, misalnya dengan mengenali diri sendiri dan ngatur emosi,” ujar Kamila.
Menarik Napas Kolektif di Kota yang Sibuk
Jakarta, dengan ritme yang serba cepat dan kesenjangan yang mencolok, adalah cerminan dari tantangan sosial Indonesia yang lebih luas. Di kota yang menggabungkan kemewahan gedung-gedung tinggi dengan padatnya kawasan kumuh, masalah kesehatan mental sering kali tak terucapkan—namun hadir di mana-mana.
Keputusan yayasan untuk menjadikan tema tahun ini berfokus pada kesehatan mental mencerminkan kebutuhan tidak hanya secara nasional, tetapi juga global.
Momen ini datang di saat yang tepat. Pandemi telah meninggalkan luka di setiap lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak yang terisolasi hingga orang tua yang kewalahan dan profesional yang terbakar habis. “Stres itu menular,” kata Arsaningsih kepada hadirin, “tapi begitu pula kebahagiaan. Ketika kita menyembuhkan diri sendiri, kita menciptakan gelombang energi positif bagi orang lain—keluarga kita, komunitas kita, bahkan lingkungan kita.”
Memecah Stigma Meditasi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa 1 dari 8 orang di dunia menghadapi masalah kesehatan mental, dengan 15% di antaranya berada pada kelompok usia produktif. Sementara itu, di tingkat nasional, Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa 2 persen penduduk Indonesia berusia di atas 15 tahun, termasuk remaja, mengalami gangguan mental. Bahkan 1,4 persen dari kelompok usia tersebut mengalami depresi.
Sayangnya, hanya 12,7 persen dari mereka yang mendapatkan pengobatan. Atas hal tersebut, meditasi menjadi salah satu cara untuk meredakan tekanan stres dan menurunkan risiko terjadinya gangguan kesehatan mental.
Bagi sebagian orang, gagasan duduk diam dan bermeditasi mungkin terasa asing—atau bahkan menakutkan. Arsaningsih mengakui ketakutan ini. “Banyak orang trauma dengan kesalahpahaman tentang meditasi, takut itu membuka pintu ke hal-hal yang belum ia ketahui, misalnya kesurupan,” katanya sambil tertawa. “Tapi meditasi hanya tentang memahami diri sendiri. Setelah orang merasakan manfaatnya, mereka menyadari ini adalah alat—bukan ancaman.”
Program Bedah Karma juga berusaha mendekatkan meditasi dengan solusi nyata. Dengan menangani masalah seperti kecanduan, konflik keluarga, hingga trauma lintas generasi, metode ini mulai mendapatkan penerimaan di berbagai lapisan masyarakat Indonesia.
Rekor dan Efek Domino pada Peserta Meditasi
Acara pada hari Minggu itu bukan hanya tentang mencatat rekor; ini adalah tentang menciptakan momentum. Dari 3.169 peserta, 2.000 di antaranya adalah pendatang baru yang penasaran atau mencari kejelasan di tengah dunia yang semakin kacau. Sementara itu, peserta lainnya adalah praktisi berpengalaman yang telah merasakan manfaat dari sesi online yayasan selama pandemi.
Kamila juga menambahkan bahwa suasana selama meditasi mendukung ketenangan. “Pas meditasi sih karena emang suasananya mendukung buat tenang, jadi perasaan yang dirasakannya relaks. Tapi, kalau buat urusan refleksi diri kayaknya butuh latihan fokus yang lebih dalam,” ujarnya sambil terkekeh.
Berbeda dengan Kamila yang pertama kali, Fanny (26), salah seorang peserta yang datang dari Tangerang Selatan sebelumnya sudah mengikuti meditasi dari Bunda Arsaningsih melalui platform Youtube. Ia mengaku ini pertama kalinya ia ikut meditasinya secara langsung, saat ia sedang mencari info tentang rekomendasi-rekomendasi meditasi di media sosial.
“Mungkin tidak instan, namun teknik meditasinya membuat mungkin aku jadi bisa lebih menggali dan memberi waktu untuk mengenal emosi apa yang aku rasakan,” tutur Fanny.
Sejalan dengan Fanny dan Kamila, Dismas, seorang pekerja asal Jabodetabek menjadi salah satu peserta yang setia mengikuti meditasi bedah karma. Bukan pertama kalinya ia mengikuti sesi ini, namun antusiasmenya tetap besar, terutama pada sesi meditasinya.
“Pembedahan karma setiap orang itu berbeda-beda dan menarik karena pembahasannya bisa langsung diterapkan ke kehidupan kita,” ungkap Dismas. “Tapi yang saya paling suka adalah sesi meditasinya. Rasanya luar biasa, nggak kepikiran sebelumnya. Biasanya saya ikut meditasi bunda, tapi ternyata hal-hal yang dibahas itu benar-benar ada dalam diri kita.”
Bagi Dismas, meditasi ini tidak hanya penting, tetapi juga membawa manfaat yang signifikan dalam kehidupannya. “Saya merasa beruntung mendapatkan pencerahan dari hasil meditasi ini. Manfaatnya benar-benar terasa. Karena sudah sering ikut, dampaknya mulai terlihat di kehidupan sehari-hari saya—dari cara berpikir, mengolah emosi, hingga mengambil keputusan. Semua itu sangat terpengaruh,” tambahnya.
Kelebihan dari meditasi bedah karma, menurutnya adalah pendekatan yang mengajak peserta untuk melihat dan mengoreksi diri mereka sendiri. “Semakin kita melihat ke dalam diri dan mengoreksi apa yang perlu diselesaikan, semakin besar dampaknya. Misalnya, saya jadi sadar ternyata dalam diri saya masih ada rasa marah yang sering terlewat dalam meditasi lainnya. Kesadaran itu sederhana, tapi dampaknya besar karena bisa menghasilkan perubahan nyata,” jelasnya.
Meditasi bedah karma juga memberikan ruang untuk pembersihan karma, tidak hanya secara individu, tetapi juga dalam hubungan dengan tanah air. “Kemarin, kami melakukan pembersihan karma dengan Indonesia. Harapannya, kehidupan kita di Indonesia bisa jadi jauh lebih baik,” ungkapnya penuh harap.
Ia berharap semakin banyak orang yang ikut serta dan mengenal diri sendiri melalui meditasi ini. “Dengan begitu, mereka bisa lebih tahu ke mana arah pertumbuhan mereka. Ini bukan hanya tentang meditasi, tapi tentang hidup yang lebih bermakna,” tutupnya.
Meditasi secara bersama-sama ini tidak hanya mencetak rekor baru, tetapi juga memberi harapan bahwa langkah-langkah sederhana seperti meditasi dapat menjadi salah satu alternatif. Terutama untuk membantu masyarakat dalam menjaga kesehatan mental.
Penulis: Dian Amalia Ariani
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post