Jakarta, Prohealth.id – Berdasarkan data dari Survei Status Gizi Nasional (SSGI) tahun 2022 menyebutkan, angka kejadian sstunting yang masih tinggi di Indonesia, yaitu sekitar 21,6 persen dan perlu penurunan 3,8 persen per tahun untuk capai angka 14 persen di tahun 2024. Angka ini menunjukkan bahwa hampir 1 dari 3 anak di Indonesia mengalami stunting.
Penemuan tersebut berkaitan dengan hasil penelitian dari Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) mencatat bahwa kejadian stunting pada anak yang merokok lebih dari 5,5 persen lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tidak merokok, dan setiap kenaikan 1 persen pengeluaran untuk rokok akan meningkatkan kemungkinan sebuah rumah tangga untuk jatuh ke dalam kemiskinan hingga 6 persen.
Merespon kondisi tersebut, Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) menyelenggarakan deklarasi dengan Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) untuk mendorong peran penting perempuan dalam perlindungan masyarakat, termasuk di dalamnya, dari bahaya produk zat adiktif rokok yang hingga saat ini masih menjadi salah satu masalah besar di Indonesia.
Kegiatan deklarasi ini diawali dengan penyampaian Orasi Kebangsaan oleh Ketua KOWANI, Dr. Ir. Giwo Rubianto Wiyogo, pembacaan deklarasi bertajuk “Gerakan Ibu Bangsa Selamatkan Indonesia dari Hegemoni Zat Adiktif” yang dibacakan oleh 5 organisasi anggota KOWANI mewakili 102 organisasi anggota KOWANI di seluruh Indonesia dan BKOW DKI Jakarta dan Banten yang dipimpin oleh Prof. Dr. Hj. Masyithoh, M.A, Ketua Koordinator Bidang Sosial, Kesehatan, dan Keluarga. Pidato pesan kunci disampaikan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang, SE, M.Si.
Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia Dr. Ir. Giwo Rubianto Wiyogo menyebutkan dalam upaya menyongsong Indonesia Emas pada tahun 2045 dengan sumber daya manusia yang sehat, berkualitas, dan produktif, selaku pengurus dan organisasi anggota Kongres Wanita Indonesia, berkomitmen untuk menangani peningkatan jumlah perokok anak. Ia menyebut, KOWANI mendesak pemerintah untuk segera merumuskan kebijakan yang kuat dalam menekan konsumsi produk rokok, baik yang mengandung zat adiktif dalam bentuk rokok konvensional maupun jenis baru.
“Gerakan Ibu Bangsa bertujuan menjaga, merawat, dan mengawasi implementasi kebijakan yang pro terhadap kesehatan, pembangunan, serta kesejahteraan sosial yang bebas dari produk zat adiktif,” terangnya, Selasa (6/6/2023).
Selain itu, KOWANI juga mendukung dan membantu upaya penyelamatan anak dalam 1000 hari pertama kehidupan dari kondisi stunting dan gizi buruk. Ia menegaskan penolakan KOWANI terhadap bentuk-bentuk pencitraan dan intervensi industri rokok, baik yang berselubung dengan corporate social responsibility (CSR), kerjasama sponsorship, maupun beasiswa. KOWANI juga mendukung pelarangan iklan rokok konvensional dan jenis baru di ruang publik, media cetak, dan elektronik. KOWANI mendorong kebijakan yang pro kesehatan dan berkomitmen untuk turut serta dalam edukasi masyarakat agar tidak merokok, termasuk jenis baru yang dapat mendorong adiksi dan merusak kebutuhan gizi.
Mengenai permasalahan konsumsi rokok di tengah keluarga dalam pengantarnya, Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH. Dr. PH selaku Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau menegaskan, terdapat dua tantangan besar yang dihadapi masyarakat.
Tantangan pertama pemborosan terhadap hal yang tidak produktif yang sebenarnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Tantangan ini terjadi karena adanya daya tarik yang kuat terhadap industri rokok dan para penjual zat adiktif.
Tantangan kedua terkait dengan pandangan agama Islam terhadap rokok. Menurut Prof. Hasbullah, meskipun mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, masih banyak ulama yang belum berani menyatakan rokok sebagai barang haram.
“Dalam pandangan ilmiah, rokok lebih berbahaya daripada minuman keras, namun belum ada manfaat yang ditemukan bagi perokok,” kata Prof. Hasbullah.
Tantangan ini muncul karena banyak ulama yang tidak berani menggali lebih dalam dan masih mempertahankan pandangan bahwa rokok hanya makruh. Hal ini mengharuskan para ulama dan cendekiawan muslim untuk melawan pemikiran-pemikiran yang mencari pembenaran, bukan mencari kebenaran.
Bahaya rokok bagi perempuan dan anak
Berkaca dari kasus stunting yang ada di Indonesia, Anggin Nuzula Rahma, S.Sos , Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan, KPPPA menegaskan pentingnya kesadaran dan pemahaman orang tua terhadap hak-hak anak serta pentingnya mendukung tumbuh kembang anak secara optimal.
Untuk itu, beberapa isu kesehatan anak yang perlu diperhatikan meliputi narkoba, rokok, kekurangan gizi dan malnutrisi akibat pengeluaran rumah tangga yang banyak dihabiskan untuk membeli rokok, tingginya kasus stres dan gangguan jiwa pada anak dan remaja, kekerasan yang dialami anak baik di lingkungan rumah tangga maupun di luar, tingginya angka resiko penyakit tidak menular (non communicable disease), serta keterbatasan akses pada makanan sehat seperti penurunan pemberian ASI eksklusif di desa.
Dalam konteks ini, para ibu menjadi garda terdepan dalam melakukan pendekatan dan pendidikan terhadap anak-anak untuk melawan isu-isu kesehatan ini. Orang tua juga memiliki kewajiban melindungi anak dari bahaya rokok dan memastikan kesehatan mereka sejak dalam kandungan.
“Rokok mencoreng hak anak untuk tumbuh dan berkembang dengan maksimal, dan dapat berdampak pada produktivitas, pendidikan, dan kesejahteraan anak. Selain itu, rokok dapat menjadi pintu masuk awal untuk penggunaan narkoba,” sambung Anggin.
Perwakilan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), dr. Mira Yulianti, Sp.PD. KP, menambahkan, bahwa Indonesia, sekitar 68 juta orang dewasa merokok, termasuk 2 persen perempuan. Ia menjelaskan, perempuan perokok memiliki resiko lebih tinggi terkena penyakit kanker serviks dan kanker payudara. Selain itu, merokok juga dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan pada kehamilan, seperti kehamilan ektopik, persalinan prematur, berat badan lahir rendah, serta mengalami keterlambatan perkembangan kognitif.
“Perempuan yang terpapar asap rokok pasif memiliki resiko lebih tinggi terkena kanker paru-paru. Dalam masyarakat, sering terdapat kasus sindrom kematian bayi mendadak yang berkaitan dengan paparan asap rokok pasif pada ibu,” terangnya.
Untuk itu, penting bagi perokok dan orang disekitarnya untuk menyadari bahaya merokok dan paparan asap rokok. Selain itu, menggunakan masker juga dapat membantu mencegah paparan terhadap asap rokok dan melindungi paru-paru dari risiko penyakit di masa depan.
Ike Widayanti, perwakilan Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia, dalam kesempatan yang sama, menyampaikan ia sempat terkena Kanker Pita Suara, yang menyebabkan dia kehilangan pita suara.
Discussion about this post