Jakarta, Prohealth.id – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) akan melakukan pengawasan untuk tata laksana pencegahan stunting di beberapa daerah, salah satunya di Kabupaten Pasaman Barat, Priovinsi Sumatra Barat. Menurut Wakil Ketua KPAI Jasra Putra peninjauan ini dilakukan mengingat sebanyak 5438 anak mengalami stunting dengan prevalensi 35,05 persen menurut data SSGI 2022. Yang menjadi data daerah tertinggi di sana.
“Namun sayangnya dari data tersebut, intervensi berkelanjutan masih perlu dilakukan dalam menjangkau semua temuan. Begitupun peran Gugus Tugas masih perlu ditingkatkan,” kata Jasra melalui siaran pers yang diterima Prohealth.id, Jumat (17/3/2023).
Kepala Puskesmas Kecamatan Sasak Ranah Pasisia yang ditemui KPAI juga menyampaikan masih perlu dukungan dan sumber daya manusia (SDM) dalam menindaklanjuti temuan, dengan kompleksnya penyebab angka stunting yang masih tinggi. Beberapa persoalannya adalah akses jamban, akses air bersih, meningkatkan kesadaran imunisasi dasar lengkap, pengurangan asap rokok di keluarga, anak yang mengalami kecacingan, adanya ibu anemia, kesadaran menyusui dengan ASI eklusif.
Dalam kunjungan ke salah satu keluarga yang anaknya mengalami stunting, terungkap salah satu keluarga mengetahui anaknya stunting sejak 2 tahun lalu, ketika mendapat sosialisasi dari Gugus Tugas.
Sejak itu orang tua mengakses kegiatan Posyandu dengan mengikuti program imunisasi dasar lengkap dan mendapatkan gizi tambahan. Hanya yang masih menjadi harapan keluarga terkait masalah sanitasi di lingkungannya.
“Penyebabnya lainnya yang disampaikan bahwa anak tidak mendapatkan intervensi yang baik sejak dalam kandungan, sehingga kurang perhatian pada pencegahan program stunting, begitupun pemahaman tentang stunting masih kurang,” jelas Jasra.
Artinya, dari 5 tujuan program percepatan penurunan angka stunting, yaitu menurunkan angka prevalensi, meningkatkan persiapan menuju keluarga, mengerti tentang asupan gizi yang dibutuhan anak secara esensial dan spesifik, mengerti pola asuh anak sejak dari kandungan, keberpihakan akses dan kualitas layanan kesehatan, dan kualitas air minum, hidup sehat dan sanitasi, satu sama lain harus saling menunjang, hal ini yang perlu di kejar dari pembagian peran Gugus Tugas yang telah di bagi pemerintah, baik di K/L sampai impelementasinya di daerah. Oleh karena itu pentingnya hasil rekomendasi dari pengawasan, menjadi kebijakan afirmasi dan layanan program stunting yang lebih inklusi.
Jasra menilai, pengurangan angka stunting di Indonesia masih berjalan lamban, karena stunting dianggap sebagai persoalan yang tidak langsung kelihatan, tidak menunjukkan sakit yang harus segera ditolong. Sehingga persoalan stunting ini jauh dari pembahasan di masyarakat.
“Karena ketika dibilang anak stunting tidak secara waktu bersamaan dianggap berbahaya.”
Namun saying, orang tua baru menyadari kasus stunting seiring anak dinyatakan mengalami ganguan tumbuh kembang, baik dalam fisik dan jiwa. Mayoritas juga mengetahui setelah mendapat konfirmasi dari pihak dokter sang anak terdiagnosis stunting. Setelah observasi tenaga kesehatan bahwa kondisi stunting anak-anak mengancam jiwa, menyebabkan penyakit berkepanjangan, mengalami hambatan fisik dan jiwa, bahkan ancaman kematian.
Kondisi seperti ini kata Jasra memang sangat memprihatikan karena akan semakin berat ketika anak memasuki usia produktif terutama ketika kecerdasan emosinya rendah, mudah menyalahkan diri, disabilitas, sakit berkepanjangan, ditemukan penyakit berat, masalah kejiwaan.
“Karena ketika aspek fisik kesehatan tidak terperhatikan maka anak-anak akan mudah terserang jiwanya. Karena didalam fikiran yang sehat terdapat jiwa yang kuat,” terang Jasra.
Pencegahan stunting menjadi modal utama dan pertama dalam membentuk pondasi 1000 hari pertama kehidupannya, sejak dari kandungan sampai berumur 2 tahun.
“Karena stunting bicara pertumbuhan fisik, otak dan jiwa sang bayi yang belum jadi, untuk di bekali kekuatan dalam pertumbuhannya. Jangan kebalik, tumbuh tanpa dibekali kekuatan.”
Oleh karena itu, ada kebutuhan yang sangat serius sejak organ reproduksi aktif, menikah, dan hadirnya seorang anak. Jasra mengakui pentingnya intervensi pencegahan stunting dengan pemberian tablet penambah darah, persiapan calon pengantin, pengawasan rutin dan periode kehamilan, melahirkan sampai masa balita.
“Apalagi Kementerian di pasca pandemi sudah memberi alarm besar ke pemangku kepentingan daerah dampak pandemi dengan darurat pernikahan anak. Artinya kalau tidak diantisipasi upaya kita pada pencegahan stunting akan terus berhadapan dengan angka pernikahan dan perceraian yang tinggi, yang beriringan dengan pemurunan daya tahan ekonomi, yang juga telah diingatkan Bapenas sebelumnya,” tegas Jasra.
Ia menegaskan pengasuhan juga tidak hanya dimaknai kebutuhannya ketika sudah lahir, pengasuhan juga wajib dihadirkan sejak dalam kandungan, apa yang terjadi di dalam rahim sampai terlahir, terbukti sangat mempengaruhi pertumbuhannya ketika sudah terlahir di dunia.
Dengan begitu penting bagi masyarakat mulai melakukan cek kesehatan ayah dan ibu, khususnya pasangan baru sebelum merencanakan kehamilan. Selain itu wajib memastikan orang tua mengerti parenting, masa psikologis tumbuh kembang, mengecek rahim sebelum merencanakan kandungan, menghadirkan kasih sayang antar pasangan dalam pengasuhan bersama sejak dalam kandungan, mendapatkan asupan gizi yang seimbang, menjaga psikis pasangan yang dapat berdanpak pada gangguan selama kehamilan, ancaman kekurangan darah atau anemia, pemenuhan asupan gizi seimbang, mendapatkan imunisasi dasar lengkap sejak awal.
“Dan pembentukannya ketika anak mendapatkan itu semua maka stunting menjadi faktor pondasi pertama atau modal utama kehadiran anak di alam dunia dan menjadi sehat,” kata Jasra.
Discussion about this post