Jakarta, Prohealth.id – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah memberikan perhatian serius terhadap masalah kesehatan anak. Penyusuan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan diharapkan dapat memberikan perlindungan paripurna terhadap anak Indonesia.
KPAI bahkan telah membentuk Pokja RPP Kesehatan guna memberi masukan kepada pemerintah. Terdapat 8 kluster dalam RPP Kesehatan yang menjadi sorotan KPAI. Pertama ibu, bayi, anak dan remaja; kedua penyandang disabilitas, ketiga gizi, keempat upaya kesehatan jiwa, kelima usaha kesehatan sekolah, keenam kesehatan lingkungan, ketujuh perlindungan anak dari produk zat adiktif dan rokok elektronik; dan ke delapan skema pembiayaan kesehatan anak.
Ketua Pokja RPP Kesehatan KPAI Jasra Putra menyatakan, KPAI sangat mengapresiasi dan berterima kasih kepada Menteri Kesehatan atas upaya kerja keras menghadirkan UU Kesehatan yang berperspektif anak.
“Di UU Kesehatan yang baru, semua sudah masuk, bahkan sampai ke kegiatan keagamaannya,” jelas Jasra saat menyerahkan masukan KPAI tentang usulan 8 kluster dalam RPP Kesehatan kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin (9/10/2023).
Jasra memastikan Menkes menerima masukan KPAI tentang usulan 8 kluster dalam RPP Kesehatan. Menkes juga berkomitmen meningkatkan kualitas kesehatan anak Indonesia dengan menambah fasilitas kesehatan dan membangun sistem rujukan cepat.
Sementara itu, Ketua KPAI Ai Maryati mengatakan banyak aduan yang diterima KPAI mengenai akses kesehatan dan bentuk penanganannya dilakukan melalui mediasi. Misalnya laporan layanan ganguan jantung anak yang berakhir meninggal, yang dirasa orang tua korban penjelasan dari pihak rumah sakit masih kurang.
Ai Maryati mengakui, KPAI memang tidak melakukan layanan kesehatan secara langsung, namun ketika masyarakat terjadi permasalahan saat mengakses layanan kesehatan, maka KPAI memiliki kewajiban menjalankan mandat dari Presiden tentang pengawasan layanan, pelaksanaan kebijakan dan memberikan masukan. Karena rangkaian mandat itu, KPAI menilai perlunya keberpihakan pemerintah dalam akses layanan kesehatan seperti kebijakan afirmatif, pengembangan sistem informasi kesehatan dan sistem pembiayaan kesehatan yang komprehensif, kebijakan anggaran yang inklusif dan pengembangan mekanisme pengawasan dan evaluasi program untuk menjamin keberlanjutan program.
Menurut Ai Maryati, KPAI punya mandat melindungi anak sejak umur 0 sampai 18 tahun. Artinya, perlindungan anak dilakukan sejak dalam rencana kandungan dengan memberi derajat optimal dalam pelayanan, yang disebut dalam Undang Undang Perlindungan Anak sebagai upaya kesehatan yang komperhensif dan memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan tingkat mortalitas (kematian) anak di Indonesia cukup tinggi, biasanya karena prematur, berat badannya kecil, kurang gizi, atau komplikasi saat kelahiran, ada juga beberapa yang disebabkan soal genetik sebetulnya. Untuk kasus bayi prematur dilakukan dengan cara mendeteksi saat anak masih berada dalam kandungan. Di Indonesia ada 4,8 juta kelahiran bayi per tahun, yang sebagian besar lahirnya di puskesmas.
Untuk mengatasi stunting, Budi menyebut bahwa pemerintah kini sedang membereskan faskes tingkat puskesmas hingga rumah sakit, agar dibangun rujukannya agar bisa melakukan penanganan berat badan ketika anak dilahirkan.
“Kalau normalnya kan 2,4 kg, kalau sampai 1,8 kg ditangani rumah sakit di kota, kalau sampai 1 kg di rumah sakit propinsi, kalau kurang dari 1 kg agar bisa ditangani rumah sakit paripurnanya. Jadi ini kita tata, bangun rujukannya, karena kita butuh tata laksananya, orangnya, butuh alatnya. Karena banyak sekali bayi bayi kita meninggal karena ini,” jelas Menkes.
Dalam mencegah resiko kematian anak, lanjut Budi Gunadi, sejumlah upaya dilakukan. Di antaranya cek genetika bayi lahir melalui teknik mikro skrinning seperti sudah diterapkan di negara Vietnam, Bangladesh, Singapura, dan Malaysia.
“Jadi pada saat lahir di cek kakinya, ada genetic disease apa? Beberapa bisa di treatment, asal ketahuannya dini, di Indonesia belum melakukan itu. Korea sudah punya 60 cek genetik, Singapura di atas 40, Malaysia 10 sampai 12 cek,” ujar Budi.
“Jadi semua kelainan genetika bisa ketahuan dan bisa diobati dini, sehingga bisa sembuh. Sebenarnya, ada satu cek genetika yang dapat dilakukan di Indonesia, yaitu skrinning hipotiroid. Tahun depan, kami ingin dapat dilakukan dua cek genetika,” tegas Budi.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post