Jakarta, Prohealth.id – Ketua Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), dr. Nurul Ratna Mutu Manikam, M. Gizi, Sp.GK., mengatakan bahwa bulan puasa merupakan saat menahan diri, terutama agar tidak kalap saat mengonsumsi makanan.
“Selain itu, sebagai momen untuk mengubah lifestyle kita menjadi lebih sehat, dan melanjutkan kebiasaan baik selama bulan Ramadan,” ujarnya melalui siaran pers yang diterima Prohealth.id, Selasa (18/4/2023).
Setelah lebaran seringkali banyak orang yang mengalami beberapa masalah kesehatan dan kegemukan, karena perubahan pola makan yang drastis dan didorong oleh acara kumpul bersama yang menyuguhkan berbagai macam minuman dan makanan berkalori tinggi.
Menurut dr. Nurul, jika kebiasaan tersebut dibiarkan terus-menerus maka berat badan akan naik. “Karena asupannya banyak, makan sudah tidak lagi dibatasi, dan yang utama adalah karena kita tidak mengubah gaya hidup dalam jangka waktu lama,” ujar dr. Nurul.
Salah satu cara untuk dapat mengantisipasi hal tersebut adalah dengan melaksanakan puasa sunnah Syawal selama enam hari. Lalu, dilanjutkan dengan membayar utang puasa. Hal ini dilakukan supaya tubuh dapat terbiasa dan beradaptasi dengan pola makan yang teratur, sehingga berat badan tetap stabil. Selain itu, dr. Nurul juga memberikan saran agar tetap konsisten dalam menjaga pola makan dapat dilanjutkan dengan membiasakan diri berpuasa sunnah Senin dan Kamis.
Hal penting lainnya adalah asupan gizi yang seimbang, yakni makanan yang memenuhi makronutrien (Karbohidrat, protein, dan lemak) dan mikronutrien (Vitamin dan mineral). Sebagaimana anjuran Nabi, saat berbuka puasa kita dapat memakan kurma yang memiliki kandungan karbohidrat, serat, dan gula. Lalu, hal lain yang harus ditambah adalah protein yang bisa didapatkan dari tempe, tahu, telur, atau susu.
Selanjutnya, saat makan malam, dr. Nurul menyarankan sebaiknya makan makanan sesuai dengan kaidah “Isi Piringku” yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), yakni dalam satu piring terdiri dari 50 persen buah dan sayur, 50 persen sisanya terdiri dari karbohidrat yang diperoleh dari makanan pokok nasi, atau kentang, ubi, singkong, mie, atau roti, dan protein yang diperoleh dari lauk pauk. Selain itu, yang harus dipenuhi lainnya oleh tubuh adalah minum, mulai dari berbuka puasa sampai dengan sahur dianjurkan untuk minum 7-8 gelas.
Di sisi lain, gorengan seperti bakwan, tahu isi, dan sejenisnya selalu menjadi menu favorit masyarakat Indonesia untuk berbuka puasa. dr. Nurul mengatakan, gorengan didominasi oleh tepung (karbohidrat) dan minyak (lemak), sebagai contoh adalah bakwan goreng yang dalam satu porsinya mengandung hampir setara dengan 7-8 sendok nasi.
Biasanya orang akan berbuka dengan banyak makan gorengan, misal sehabis makan bakwan, seseorang cenderung memilih makan tahu isi dan lainnya. Sehingga, kalorinya sudah sama dengan setara dengan sepiring nasi, sayur, dan lauk pauk.
“Efeknya akan kenyang, karena secara kalori sudah memenuhi untuk sekali makan. Namun dari segi nutrisi, ini tidak seimbang karena sedikit sekali proteinnya. Apakah ada vitamin dan mineralnya? Ada, tetapi juga sangat sedikit,” kata dr. Nurul.
Oleh sebab itu, jika seseorang sudah makan 2-3 gorengan lalu ditambah makan nasi beserta lauk pauknya, hal ini akan mempengaruhi staminanya selama berpuasa. Badan akan terasa lemas karena sudah merasa kenyang namun nutrisinya tidak terpenuhi.
Tidak hanya itu, massa ototnya akan turun, lebih mudah sakit, dan loyo. Selain itu, bagi sebagian orang yang menjaga berat badan menjadi lebih sulit untuk menurunkan berat badannya.
Discussion about this post