Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Profil
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Opini
  • Infografis
No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Profil
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Opini
  • Infografis
No Result
View All Result
Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Profil
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Opini
  • Infografis

Lemak! Apa yang Kau Lakukan Padaku itu Jahat!

Apakah anda tahu soal lemak trans? Percaya tidak, lemak trans itu punya daya rusak yang sangat jahat! Walau wujudnya sangat kecil yang bahkan hanya bisa dilihat dengan mikroskop, tapi lemak trans bisa membuat manusia menderita bahkan bisa menggoyang perekonomian negara.

by Krisnatama
Tuesday, 12 August 2025
A A
Lemak! Apa yang Kau Lakukan Padaku itu Jahat!

Ilustrasi sakit jantung. (Sumber: Canva/2025)

Nafas Sari Dewi Putri terengah-tengah. Setelah berjalan sekitar 700 meter dari Stasiun MRT Fatmawati akhirnya perempuan 28 tahun tiba juga di Gedung Griya Husada Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati, Selasa (8/7/2025). Sambil duduk di ruang tunggu, Sari mengatur nafasnya sambil mengelap keringatnya yang bercucuran di dahi dan pipinya.

“Kayaknya enggak jauh tapi pas jalan capek banget,” ujarnya.

BacaJuga

Menguak Motif Industri Rokok Menggugat Standarisasi Kemasan

Anak Muda Rentan Stres, Koping Adaptif Jadi Solusi

Perempuan dengan berat badan 110 kilogram dengan tinggi 155 cm ini mengatakan, sudah tiga tahun terakhir mengalami serangan jantung. Dengan postur tubuhnya, Indeks Masa Tubuh (BMI) Sari pada posisi 45,79 yang artinya obesitas kelas III atau obesitas morbid. Ini menunjukkan tingkat obesitas yang sangat tinggi dan sangat berisiko untuk berbagai masalah kesehatan.

Siang itu, Sari hendak memeriksakan kondisi jantungnya. Ia bercerita, Sabtu malam pekan sebelumnya, saat menghadiri acara pernikahan kenalannya, dirinya banyak mengambil makanan mulai dari kambing guling hingga es doger. “Besoknya dada tuh terasa nyeri,” ujar Sari.

Ilustrasi jantung. (Sumber Foto: Kenny Eliason/Unsplash.com)

Sari mengingat, serangan pertama terjadi pada suatu pagi di 2022. Saat itu, Sari hendak berangkat kerja dari indekosnya di bilangan Cipete, Jakarta Selatan. Tiba-tiba kepalanya pusing dan dada sebelah kirinya terasa nyeri sekali. Seketika itu juga ia pun tak sadarkan diri. Untungnya, ada penjaga kos yang melihatnya dan langsung membawanya ke RSUP Fatmawati.

Kata dokter, lanjut Sari, dia mengalami serangan jantung. Penyebabnya, terjadi penyumbatan aliran darah ke jantung akibat menumpuknya plak lemak. Pemicunya adalah pola makan yang tinggi gula, garam, lemak (GGL) ditambah gaya hidup yang tidak sehat.

Sejak kecil saat masih tinggal bersama orangtuanya di Yogyakarta ini, Sari memang senang jajan cemilan. Saat itu baik ayahnya maupun ibunya seringkali mentraktir dia martabak manis (terang bulan) ketika Sari berulang tahun atau dapat nilai bagus di sekolah. Selain itu, saat menemani ibunya ke pasar dia seringkali beli jajanan pasar seperti gorengan dan roti di pasar.

Kebiasaan nyemil itu pun terbawa hingga dewasa. Setelah lulus kuliah dan merantau ke Jakarta, Sari makin hobi jajan cemilan. Di sisi lain, aktivitas fisik Sari juga sangat kurang. Sebagai seorang akuntan di kantor akuntan publik, dia lebih banyak berkutat di balik meja. Apalagi dia juga seorang perokok yang bisa menghabiskan sebungkus rokok dalam 1-3 hari sekali.

Beberapa bulan setelah serangan jantung itu, Sari yang saat itu berusia 25 tahun memutuskan untuk memasang ring di jantungnya. Sari harus merogoh koceknya sebesar sekitar Rp50 juta untuk memasang ring tersebut.

Dia rela membayar sendiri karena dia tidak mau repot mengurus dan melihat antrean BPJS yang menurutnya terlalu lama. Sari mengaku bahkan juga sempat beberapa kali meminjam uang di “pinjol” karena harus menalangi dulu biaya pengobatan pasca operasi.

“Waktu itu saya tidak pakai BPJS, karena sudah ketakutan karena dada ini sudah sering nyeri. Saya mau cepat-cepat diobati,” ujarnya.

Setelah pemasangan ring, Sari sempat disiplin dengan mengatur pola makan, kebugaran Sari membaik. Apalagi dia mesti mengurangi jajan dan berhemat untuk membayar pinjol.

Namun, lama kelamaan tetap saja dia kembali jatuh pada kebiasaan buruknya untuk jajan cemilan dan merokok.

Ilustrasi alat monitor detak jantung. (Sumber foto: Jair Lazaro/Unsplash.com)

Kini setelah dadanya kembali nyeri untuk kedua kalinya, Sari bertekad untuk mengubah pola hidupnya. Sari pun bertekad untuk berobat dengan BPJS Kesehatan agar keuangannya tidak ikut kembang kempis. “Saya takut sekali. Saya pikir sudah akan tiba waktunya saya. Ternyata Allah masih saya kasih saya kesempatan sekali lagi. Saya mau berubah.”

Seperti halnya Sari, begitu juga Dwi Putra Rahmat yang sudah menderita penyakit jantung di usia relatif muda. Pria 38 tahun ini juga menderita serangan aritmia yaitu detak jantungnya tidak teratur.

“Dada saya suka nyeri, apalagi kalau sudah jalan kaki agak jauh atau setengah berlari atau saat naik tangga yang banyak,” ujar Putra dihubungi Kamis (31/7/2025).

Kali pertama dia merasakan berdebar dadanya 4 tahun lalu. Saat itu Putra mengejar lift yang hendak ditutup saat dirinya sudah terlambat masuk kantor. Setelah itu dadanya kerap berdebar-debar dan nyeri.

Beberapa hari kemudian Putra pun memeriksakan diri ke dokter. Di sana, dokter mengatakan, Putra mengidap aritmia. Salah satu penyebabnya adalah tekanan darah tinggi yang dipicu oleh kombinasi akut konsumen makanan gula, garam, lemak berlebih dengan gaya hidup tidak sehat. Namun utamanya adalah makanan tinggi lemak yang sebabkan tekanan darah tinggi pada tubuhnya.

Sebagai karyawan event organizer, Putra mengaku seringkali beli cemilan seperti martabak dan roti untuk mengganjal perutnya saat harus berlembur. Tidak hanya itu, Putra dan teman-temannya juga kerap kali nonton pertandingan sepakbola. Saat itu mereka kerap membeli martabak sebagai kudapan.

“Begadang, merokok, dan nyemil enggak karuan. Kena deh jantung,” ujarnya.

 

Segala usia

Jahatnya lemak juga menyerang tubuh Antonius Yulianto. Pria yang bulan Agustus ini berusia 70 tahun ini menderita stroke sejak 2022 lalu. Mirip dengan apa yang dialami Sari, saat itu Yulianto tengah hadir dalam suatu acara dan menyantap hidangan kambing guling.

Keesokan harinya, saat hendak mengantar istrinya bekerja dengan berkendara motor, Yulianto tiba-tiba kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Yulianto masih bisa meneruskan perjalanan ke kantor istrinya. Hanya saja setibanya di rumah, dia mendapati lidahnya kaku dan bibirnya perot.

Saat dibawa ke rumah sakit, dokter bilang, ada sumbatan di kepalanya. Menurut dokternya, penyumbatan itu dipicu kadar gula dan kolesterol yang tinggi.

“Saya kaget. Saya kira hanya kecapekan saja, ternyata kena stroke,” ujar Yulianto dalam panggilan video, Senin (7/7/2025).

Setelah alami stroke, Yulianto yang biasanya biasanya enerjik dan banyak bicara itu kini menjadi pendiam. Khawatirnya, sifat terlalu pendiam dan apatis, bikin Yulianto bisa tak awas dengan kondisi berbahaya.

Saat diajak berbicara, Yulianto perlu waktu merespon 2-5 detik untuk merespon apa yang lawan bicaranya sampaikan. Di tengah-tengah pembicaraan, suara Yulianto kadang tercekat. Ekspresi wajahnya juga kadangkala berubah tiba-tiba seperti ingin menangis, padahal dia dalam kondisi emosi biasa saja.

Setelah hampir satu tahun rawat jalan di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (PON) di Cawang, Jakarta Timur, Yulianto dinyatakan sembuh. Yulianto dan keluarga pun sangat bersyukur karena hampir semua biaya pengobatan mulai dari biaya dokter, pemeriksaan laboratorium, hingga obat-obatan ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

“Puji Tuhan. Kalau tidak (ditanggung BPJS Kesehatan) ya (biayanya) berat,” ujar Yulianto

Namun, rupanya penyakit itu belum sepenuhnya lenyap dari tubuhnya. Pada 28 Mei 2025 lalu, datang kembali serangan stroke kedua. Yulianto yang kini tinggal di Klaten, Jawa Tengah, menjalani pengobatan di sana.

Plak lemak yang menggumpal sehingga memicu penyakit jantung juga dialami oleh Thomas Dwi Joko. Pria 72 tahun asal Yogyakarta ini bercerita, dokter yang menanganinya menjelaskan, telah terjadi penumpukan plak kisaran 50 peren di pembuluh darah ke jantungnya.

Setelah menjalani perawatan intensif hingga 2 hari lamanya, kondisi kesehatan Joko membaik. Kini, Joko harus secara rutin kontrol ke dokter tiap bulan dan mengonsumsi obat kolesterol dan pengencer darah setiap hari.

“Sejak saat itu, gaya hidup saya pun berubah. Saya berhenti merokok, mengurangi makanan berlemak dan digoreng. Kini saya hidup lebih teratur, tidak merokok dan hanya bersepeda dengan jarak dekat saja,” ujarnya.

Tekad hidup sehatnya berbuah baik. Joko bercerita, usia kontrol dengan melakukan serangkaian test fisik, dirinya mendapatkan apresiasi dari dokter, karena kondisi fisiknya di atas rata-rata manusia dengan usia 72 tahun.

 

Bahaya lemak trans bagi tubuh

Sari, Putra, Yulianto, dan Joko adalah contoh nyata betapa jahatnya lemak trans. Kendati penyakit jantung dan stroke itu disebabkan oleh berbagai hal, namun tidak dapat dipungkiri bahwa lemak trans adalah salah satu faktor risiko pemicu berbagai penyakit tidak menular (PTM) yang bersifat katastropik seperti jantung dan stroke.

Peneliti Senior South East Asia Food and Agricultural Science and Technology (Seafast) Center IPB University Nuri Andarwulan menjelaskan, banyak makanan di sekitar kita yang tanpa disadari mengandung ancaman lemak trans.

Lemak trans adalah asam lemak tak jenuh dengan setidaknya satu ikatan rangkap dalam konfigurasi trans. Senyawa tersebut dapat berasal dari sumber alami atau diproduksi secara industri melalui hidrogenasi parsial minyak nabati.

Nuri menjelaskan, konsumsi lemak trans berbahaya bagi tubuh karena dapat meningkatkan kadar Low Density Lipoprotein (LDL) atau biasa disebut kolesterol jahat dan menurunkan kadar High Density Lippoprotein atau kolesterol baik.

Peningkatan LDL dan penurunan HDL dapat menyebabkan penumpukan plak di arteri, meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.

“Bayangkan pembuluh darah itu selang, HDL itu kecil tapi jalannya kencang. Sementara LDL itu besar dan lambat. Karena lambat dia mudah teroksidasi dan bisa nempel jadi plak menghambat aliran darah. Ini memicu berbagai penyakit serius seperti jantung dan stroke,” ujar Nuri.

Hasil kajian dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Seafast Center IPB yang dipublikasi pada Mei 2024 menyebutkan, sebanyak 11 dari 130 sampel makanan yang diteliti mengandung lemak trans yang tinggi atau lebih dari 2 gram per 100 gram dari lemak total sesuai dengan rekomendasi WHO.

Adapun makanan yang mengandung tinggi lemak trans tersebut, antara lain, mentega putih yang mencapai 4,21 gram per 100 gram, campuran mentega dan margarin (22,68 gram per 100 gram), biskuit pie original (9,34 gram), wafer cokelat (2,38 gram), roti maryam (4,5-6,48 gram), martabak manis cokelat (4,19 gram), dan croissant (2,09-5,34 gram). Begitupun gorengan juga mengandung lemak trans apabila dimasak dengan minyak goreng yang sama secara berulang.

Padahal, sebagian jenis makanan ini sering dikonsumi masyarakat. Mengutip publikasi berjudul “Konsumsi Kalori dan Protein Penduduk Indonesia dan Provinsi September 2024” yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Mei 2025, menyebutkan, tingkat konsumsi kue kering; biskuit; wafer mencapai 25,22 kalori per kapita per hari. Adapun tingkat konsumsi gorengan tahu; tempe; bakwan; pisang goreng mencapai 38,33 kalori per kapita per hari. Bila kedua jenis makanan ini dijumlahkan maka menghasilkan 63,55 kalori atau setara dengan 3 persen dari 2.120 kalori yang merupkan rata-rata konsumsi kalori warga Indonesia per hari.

Tak hanya itu, martabak manis pun termasuk cemilan favorit masyarakat. Ini tercermin dalam riset “Tren Surga Makanan GoFood 2024” yang menempatkan martabak manis sebagai jajanan manis terlaris 2024.

Penelusuran Pro Health di pedagang martabak manis di kawasan Pamulang dan Ciputat menemukan para pedagang menggunakan mentega dan margarin saat membuat hidangan tersebut. Memang perlu penelitian laboratorium lebih lanjut untuk mengonfirmasi kadar lemak trans di dalam martabak manis itu. Namun, berkaca dari hasil penelitian WHO dan Seafast Center IPB, bahan pangan dan jenis makanan itu mengandung lemak trans.

National Professional Officer for Policy and Legislation WHO Indonesia Dina Kania mengatakan, masyarakat perlu mulai mewaspadai ancaman tersembunyi trans lemak. Sebab, kandungan lemak trans yang tinggi ditemukan pada produk-produk yang banyak dikonsumsi masyarakat seperti biskuit, wafer, bolu, pastri, dan jajanan kaki lima seperti martabak dan roti maryam.

 

Mengguncang negara

Tak hanya punya daya rusak pada kesehatan tubuh manusia, lemak trans juga mampu mengguncang negara bahkan dunia. Mengutip data WHO, trans lemak menyebabkan 500.000 kematian setiap tahun di seluruh dunia

Serangan jantung dan stroke yang salah satu faktor risikonya dipicu lemak trans juga mencatat angka kematian yang mengerikan di Indonesia.

Mengutip data Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) pada 2021 seperti diolah Kementerian Kesehatan, menyebutkan, stroke dan serangan jantung jadi PTM dengan jumlah penyebab kematian tertinggi. Sebanyak 18,5 persen kematian PTM berasal dari stroke. Adapun penyakit jantung jadi penyebab kematian kedua tertinggi dari PTM yakni sebesar 12,6 persen.

Dari aspek ekonomi, tingginya PTM kronis juga mengguncang pundi-pundi negara. Menurut analisis Litbang Kompas, penyakit jantung di 2024 dapat menimbulkan beban ekonomi Rp 67,34 triliun. Angka ini setara dengan sepertiga dari belanja kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 yang sebesar Rp 187,5 triliun.

Tingginya angka PTM ini ikut membebani keuangan negara. Sebesar 61,9 persen dari belanja Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2021 berasal dari PTM.

Penyakit jantung, kanker, dan stroke jadi tiga tertinggi penyumbang jumlah kasus dan biaya berobat JKN pada 2022. Total biaya pengobatan jantung dalam JKN pada 2022 mencapai Rp12,14 triliun dengan 15,49 juta kasus. Adapun kanker di posisi kedua dengan Rp4,50 triliun dengan 3,14 juta kasus. Sedangkan stroke di posisi ketiga dengan Rp3,23 triliun dengan 2,53 juta kasus.

Besarnya beban biaya JKN membuat BPJS Kesehatan pun dalam kondisi defisit. Dalam paparan rapat kerja (raker) bersama Komisi IX DPR pada 12 Februari 2025, keuangan BPJS Kesehatan dalam posisi defisit Rp9,56 triliun. Persoalannya adalah pendapatan BPJS Kesehatan mencapai Rp165,73 triliun, sementara beban JKN mencapai Rp 174,90 triliun.

Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, makin tingginya angka PTM kronis ini tak hanya jadi beban ekonomi pasien atau masyarakat, namun juga sudah menjadi tanggungan BPJS Kesehatan dan negara.

“APBN yang semestinya bisa diarahkan ke aspek produktif seperti penciptaan perluasan lapangan kerja, kini jadi lebih banyak tersita untuk biaya kesehatan masyarakat,” ujar Bhima dihubungi Rabu (9/7/2025).

Selain itu, tingginya angka kejadian PTM kronis seperti jantung dan stroke bisa memicu bertambahnya angka kemiskinan di masyarakat. Besarnya biaya pengobatan bisa mengerek turun masyarakat kelas menengah menjadi rentan miskin bahkan miskin, apalagi masyarakat rentan miskin menjadi miskin.

Apalagi saat ini, tingkat inflasi medis di Indonesia sangat tinggi. Berdasarkan laporan lembaga riset Mercer Marsh Benefits (MMB) yang berjudul “Indonesia Health and Benefits Study: 2024 edition”, inflasi medis di Indonesia mengalami kenaikan tiap tahunnya sejak 5 tahun terakhir.

Pada 2021, inflasi medis mencapai 12,1 persen. Tahun lalu, angkanya meningkat menjadi 17,9 persen. Pada 2021, tingkat inflasi nasional berada pada posisi 1,87 persen. Adapun pada 2024 inflasi mencapai 1,57 persen. Adapun tahun ini, MMB memproyeksikan laju inflasi tetap tinggi di angka 19,0 persen.

“Pertumbuhan pendapatan masyarakat yang sedang melemah di tengah kondisi ekonomi yang lesu ini membuat mereka tidak mampu mengejar pertumbuhan inflasi medis,” ujar Bhima.

Inflasi medis yang tinggi ini, lanjut Bhima, bisa mendorong masyarakat yang terjepit untuk mengambil “pinjol”. Kalau tidak berhati-hati, masyarakat justru bisa terjerat bunga mencekik yang justru makin menambah masalah hidupnya.

Tak hanya itu, dampak lainnya adalah menurunnya produktivitas. Ketika seorang sakit maka dia harus izin beristirahat tidak masuk kerja. Artinya ada potensi produktivitas yang hilang. Apalagi bila seseorang mengidap PTM kronis seperti jantung dan stroke, tentu masa kerjanya pun menurun dibandingkan tenaga kerja yang sehat dan bugar.  Apalagi sekarang banyak pasien usia muda yang terkena PTM kronis.

Semua dampak ekonomi tersebut jelas akan menahan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Padahal, Presiden Prabowo Subianto bercita-cita membawa pertumbuhan ekonomi tumbuh 7-8 persen. Saat ini, pada triwulan pertama 2025 pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4,87 persen jauh di bawah target.

“Masyarakat yang sehat tentu bisa mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Bhima.

 

Perubahan regulasi

Dina dari WHO mengatakan, untuk memperbaiki kondisi ini, pihaknya merekomendasi kebijakan eliminasi lemak trans. Pertama, membatasi kandungan lemak trans maksimal 2 gram per 100 gram total lemak di semua jenis makanan. Kedua, melarang produksi, impor, penjualan dan penggunaan minyak yang di hidrogenasi secara parsial (partially hydrogenated oil/PHO) atau trans lemak.

“Lemak trans ini harus dieliminasi. Karena, tubuh tidak ada kebutuhan lemak trans pada tubuh. Lemak trans justru berbahaya karena tidak bisa diurai oleh tubuh dan malah menetap di tubuh yang dapat menyumbat pembuluh darah yang berisiko pada penyakit jantung,” ujar Dina.

Ia mengatakan, saat ini sudah ada 53 negara di dunia dengan total 3,7 miliar penduduk yang telah menjalankan kebijakan eliminasi trans lemak. Di Asia Tenggara, Indonesia masih tertinggal dari Singapura dan Thailand soal kebijakan eliminasi lemak trans ini.

Di Singapura misalnya, pada 2021 mereka melarang penggunaan dan impor PHO sebagai bahan baku di semua jenis makanan yang dijual di Singapura. Dampaknya, asupan rata-rata lemak trans harian berkurang dari 2,1 gram di 2010 menjadi 0,2 gram di 2022.

Bhima menambahkan, pemerintah perlu menjalankan kebijakan preemptif seperti mendorong masyarakat aktif beraktivitas fisik caranya dengan membebaskan beban pajak ke jasa olahraga. Sebaliknya, pemerintah juga bisa menggunakan instrumen keuangan negara untuk mengendalikan makanan yang kurang bergizi dengan mengenakan cukai makanan proses dan cepat saji.

Ketua Tim Kerja Gangguan Otak dan Kardiovaskular Direktorat PTM Kementerian Kesehatan Fatchanuraliyah mengatakan, upaya pembatasan konsumsi lemak trans termasuk dalam strategi pengendalian konsumsi GGL.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 8 tahun 2024 tentang peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, industri pangan didorong untuk reformulasi produk tinggi GGL. Dalam aturan itu disebutkan, pemerintah akan menetapkan regulasi atau kebijakan untuk menetapkan batas maksimum.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar mengatakan, pihaknya memantau riset dan rekomendasi WHO soal lemak trans. Menurutnya, lemak trans itu memiliki kandungan berbahaya yang bisa memicu berbagai penyakit metabolik, kardiovaskular, dan degeneratif.

Menurutnya, ketika WHO sudah menetapkan standarnya, maka perlu diterjemahkan penerapanannya di Indonesia.

“WHO itu sudah pasti bekerja dengan berdasarkan sains dan data. BPOM bisa menggunakannya sebagai referensi standar,” ujarnya, seperti dikutip dari CNN.

Beragam riset juga menyebutkan, berbagai penyakit tidak menular di Indonesia itu banyak dipicu makanan mengandung GGL. Pihaknya mendukung penerapan PP 8/2024 agar mendorong keamanan gizi pangan yang akan dikonsumsi masyarakat.

 

 

Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi

 

Liputan ini mendapat dukungan hibah (fellowship) dari Global Health Strategies untuk pemberitaan tentang trans lemak.

Source: Jantung
Tags: Gula Garam Lemakjantungjantung koronerkadar lemakstroketrans lemak
ShareTweetSend

Discussion about this post

https://www.youtube.com/watch?v=ZF-vfVos47A
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Profil
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Opini
  • Infografis

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.