Salah satu kebiasaan saat Lebaran adalah makan bersama dan bersalaman. Sebelum Lebaran, Presiden Joko Widodo sudah mengimbau agar selama libur Lebaran, masyarakat yang berkunjung dan silaturahmi tidak melakukan kontak erat, termasuk makan bersama.
Padahal, selain makan bersama, salah satu kontak erat yang kerap menjadi kunci pergaulan adalah kebiasaan merokok. Sayangnya, tidak ada ungkapan dari pemerintah perihal anjuran untuk mengurangi konsumsi rokok selama libur Lebaran.
Menurut dr. Feni Fitriani Taufik, Sp.P(K), dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Indonesia adalah negara dengan jumlah perokok terbanyak di Asia Tenggara yaitu sebesar 65,19 juta atau setara 34 persen dari total penduduk Indonesia pada 2016 lalu. Tak hanya itu, dia mengutip dari Global Youth Tobacco Survey (2019), bahwa sebanyak 19,2 persen pelajar menghisap rokok. Menurut dr. Feni, angka ini adalah bukti dari keberhasilan industri rokok dalam membidik remaja sebagai pelanggan masa depan rokok.
“Indonesia ini baby smoker country. Makin banyak remaja merokok. Makin awet jadi pelanggan. Adiksi ini bikin susah berhenti,” tutur dr. Feni dalam diskusi yang digelar Komnas Pengendalian Tembakau dan Kementerian Kesehatan, 24 Maret 2022 lalu.
Dia pun mengingatkan dalam kaitannya dengan pengendalian Covid-19, salah satu medium penularan virus ini adalah di arena hidung, mulut, dan tangan. Adapun tiga organ tubuh ini memiliki fungsi utama saat seseorang merokok.
“Saat merokok kan lepas masker. Ujung rokok di tangan, dan itu pasti kena di mulut, virus menyebar saat itu, sehingga menjaga diri dari Covid-19 itu harus dari mulut, hidung, dan tangan” ungkap dr. Feni.
Tak hanya rokok konvensional, dr. Feni juga menyinggung kebiasaan merokok bersama dengan jenis rokok elektronik atau vape. Para pengguna vape kerap kali mengisap bersama, dan beberapa juga menggunakan secara bergantian. Alhasil, potensi penularan virus menjadi lebih besar akibat kontaminasi virus.
Lebih lanjut, dia pun mengingatkan, bahwa virus SARS-CoV-2 ini sangat bisa menimbulkan penyakit pernapasan lain yaitu pneumonia.
Merokok juga merusak sistem imun dan membuat seseorang lebih rentan terinfeksi penyakit. Apalagi, perokok juga dua kali lipat lebih mudah tertular penyakit influenza, memiliki gejala yang lebih berat. “Makanya, gejala Covid-19 yang berat ditemukan lebih banyak pada pasien dengan riwayat merokok 17,8 persen, dibandingkan yang bukan perokok hanya 9,3 persen,” tuturnya.
SUSAH BERHENTI MEROKOK, KOK BISA?
Ada ragam penyebab seseorang memutuskan menjadi perokok. Misalnya; ada proses pertumbuhan seseorang yang mengalami perubahan biologis dan pencarian jati diri sehingga sulit mengontrol diri dan mudah terpengaruh tren. Beberapa faktor eksternal adalah adalah penjualan rokok secara bebas dengan harga murah, ditambah dengan sponsor, iklan, dan promosi rokok yang menjamur.
Rokok sebagai barang adiktif memiliki kandungan nikotin yang menyerang otak bagian depan. Padahal, menurut Sekretaris Jenderan Indonesia Youth Council for Tobacco Control Rama Tantra Solikin, otak bagian depan atau pre-frontal cortex remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan sampai 20 tahun bertanggung jawab terhadap kemampuan kognitif, misalnya, pengambilan keputusan. Fungsi otak bagian depan juga adalah untuk meningkatkan kemampuan analisis, stabilitas emosi, dan kecerdasan. Inilah yang menurut Rama membuat sulit seorang perokok untuk bisa berhenti merokok.
“Agak susah nyuruh orang merokok karena mereka mendebat, ini kita sumbang pada negara, dan ini adalah hal yang sebenarnya gangguan dalam otak bagian depan sehingga tidak mampu menganalisis,” tutur Rama.
Oleh karena itu, peran eksternal dari mulai lingkungan masyarakat dan pemerintah sangat penting untuk menekan angka perokok. Contoh sederhana, jika ingin ayah atau adik dan kakak Anda berhenti merokok, Anda bisa menjadi support system yang membantu dan mendampingi dalam proses perubahan perilaku.
“Misalnya, ajaklah mereka ke tempat yang tidak membuat mereka merokok. Atau, kalau biasanya di rumah ada asbak, berarti asbaknya dihilangkan. Lalu, jangan masuk juga ke smoking area,” ungkap Rama.
Sementara itu, Dr. Dra. Rita Damayanti, MSPH selaku Ketua Bidang Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Komnas Pengendalian Tembakau mengingatkan langkah lain mendorong perubahan kebiasaan merokok adalah membangun pemahaman bahwa merokok adalah perilaku asosial.
“Harus diubah [persepsi] bahwa ngerokok itu harus bareng-bareng. Ngerokok itu tidak keren. Ini bukan lagi perilaku keren, kalau kamu menyebar penyakit ke orang lain biar sakit,” terangnya.
ANJURAN JANGAN LEPAS MASKER
Selama libur Lebaran, pemerintah dan segenap tenaga medis masih berjaga dan membuka pelayanan. Hal ini menjadi standar untuk tetap siaga dalam potensi kenaikan kasus Covid-19 pasca libur Lebaran.
Menurut Direktur RSUP Persahabatan, DR. dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K) FISR, FAPSR, pihaknya akan beroperasi sesuai saran dan anjuran pemerintah.
“Misalnya, kita anjurkan saat Lebaran tidak makan bersama. Kalau ada makanan, ya makanan bisa dibawa pulang, dan jangan lepas masker,” tuturnya.
Untuk jadwal layanan, direksi dan manajemen rumah sakit masih akan tetap beroperasi, begitu pula dengan jadwal jaga dokter spesialis dan dokter umum. RSUP Persahabatan juga sudah mengatur jadwal jaga tenaga kesehatan, jadwal petugas administrasi, dan petugas keamanan.
“Jadi, kalau ada pasien Covid-19 gejala berat, bisa walk-in lewat IGD [Instalasi Gawat Darurat]. Sementara untuk perawatan, tetap masuk ke perawatan, isolasi, maupun intensive care unit,” sambungnya.
Tak hanya itu, RSUP Persahabatan juga membuka layanan daring, dan tidak ada perubahan dari mekanisme yang sebelumnya sudah berlaku.
“Begitupun stok obat, sudah dipersiapkan. BUMN [suplier obat] memang libur, tetapi kami ada persediaan dari perusahaan farmasi swasta yang akan tetap buka untuk obat-obat life-saving,” tuturnya.
Sementara itu, untuk layanan vaksinasi Covid-19, selama libur lebaran akan ditiadakan. Keputusan ini diambil mengingat angka kasus Covid-19 mengalami penurunan seiring dengan tingginya angka vaksinasi.
“Ya, ada faktor kebutuhan vaksinasi Covid-19 juga berkurang.”
Hal ini terbukti berdasarkan data cakupan vaksinasi yang diperoleh dari Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) hingga Rabu, 27 April 2022 lalu, total cakupan vaksinasi sebanyak 400,5 juta suntikan dari target 450 juta.
Menurut Juru Bicara COVID-19 Kementerian Kesehatan RI dr. Siti Nadia Tarmizi, M. Epid, pencapaian ini terjadi berkat dukungan dari seluruh masyarakat.
Secara rinci cakupan dosis 1 mencapai 199 juta atau 95,63 persen. Cakupan dosis 2 mencapai 164,5 juta atau setara dengan 79 persen, dan cakupan vaksin dosis 3 mencapai 36,8 juta atau 17,68 persen.
Golongan lanjut usia (lansia) di atas 60 tahun merupakan prioritas pemerintah untuk divaksinasi. Lansia merupakan kelompok yang paling rentan terpapar dan paling tinggi risiko kematian dan kesakitan akibat Covid-19.
Saat ini cakupan vaksinasi Lansia dosis pertama mencapai 17,5 juta atau 81,66 persen, untuk dosis kedua 13,9 juta atau 64,74 persen, dan dosis ketiga mencapai 3,7 juta atau 17,22 persen.
Percepatan cakupan vaksinasi Covid-19 menjadi penting untuk mencegah penularan terutama pada lansia. oleh karena itu, dr. Nadia meminta masyarakat membantu para lansia untuk segera mendapatkan vaksinasi.
Adapun sejumlah strategi yang sudah dilakukan untuk mengakselerasi vaksinasi lansia adalah dengan terus membuka sentra-sentra vaksinasi di seluruh Indonesia. Sentra vaksinasi itu dapat memudahkan lansia mendapatkan vaksinasi di tempat tinggal yang terdekat.
“Silakan datang ke seluruh pos pelayanan vaksinasi atau sentra pelayanan vaksinasi. Kami mengimbau bagi keluarga yang memiliki anggota keluarganya yang belum mendapatkan vaksinasi untuk segera divaksinasi,” kata dr. Nadia.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post