Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Profil
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Opini
  • Infografis
No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Profil
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Opini
  • Infografis
No Result
View All Result
Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Profil
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Opini
  • Infografis

Masyarakat Sipil Waspadai Kerusakan Lingkungan di Maluku

Kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Tiongkok di Maluku dikhawatirkan akan menambah agresivitas kerusakan lingkungan di Maluku.

by Admin
Monday, 2 June 2025
A A
Masyarakat Sipil Waspadai Kerusakan Lingkungan di Maluku

Presiden Prancis Emmanuel Macron tiba di Indonesia. (Sumber: Sekretariat Negara RI/2025)

Jakarta, Prohealth.id – Kehadiran Emmanuel Macron, Presiden Perancis, di Jakarta pada 27-29 Mei 2025 lalu mencuri perhatian publik karena memperparah kemacetan yang tidak termitigasi akibat penutupan jalan utama Jakarta.

Salah satu agenda Perancis dalam kunjungan ini adalah mengamankan pasokan nikel Indonesia melalui Eramet, perusahaan asal Prancis. Hal inilah yang telah menimbulkan kehancuran lingkungan secara masif di Maluku Utara.

BacaJuga

TRANSISI ENERGI: Pentingnya Desentralisasi Pembiayaan Energi

Komitmen Pangan, Harus Selaras dengan Atasi Sampah Makanan

Seminggu sebelumnya, Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang melakukan kunjungan ke Indonesia. Agendanya serupa yaitu; mengamankan investasi di PT Weda Bay Nickel. Dua kunjungan beruntun dari dua negara investor nikel ini bukanlah kebetulan. Namun terkait dengan ambisi hilirisasi nikel pemerintah Indonesia yang memihak investor dan abai terhadap dampak lingkungan dan sosial.

 

Eramet, Tsingshan, dan Penghancuran Halmahera

Eramet adalah perusahaan tambang dan metalurgi Prancis yang menguasai 43 persen saham PT. Weda Bay Nickel (WBN). Adapun salah satu pemegang konsesi nikel terbesar di Indonesia dengan luas konsesi 46.065 hektare di Pulau Halmahera, Maluku Utara.

Eramet adalah pemilik saham terbesar kedua, di bawah Tsingshan dari Tiongkok dengan kepemilikan 57 persen. Pemerintah Prancis memiliki saham 27 persen di Eramet. Hal ini menandakan pemerintah Prancis memiliki tanggung jawab langsung terhadap dampak dari investasi PT WBN yang destruktif.

Eramet dan Tsingshan masing-masing telah mengeruk pendapatan bersih hingga setara Rp3 triliun dan Rp4 triliun dari eksploitasi nikel di PT WBN pada 2024. Namun lonjakan untung ini tidak dinikmati banyak masyarakat lokal yang menanggung beban kerusakan lingkungan dan kondisi kerja yang buruk.

Penelitian Nexus3 Foundation dan Universitas Tadulako menemukan cemaran logam berat pada laut, ikan, dan darah warga di lingkar tambang di Teluk Weda. Lebih dari itu, arsenik dan merkuri ditemukan dalam darah warga Gemaf dan Lelilef (Biaya Tersembunyi Nikel). Lebih parah lagi, kontaminasi logam berat juga telah merusak 15 sungai di sekitar teluk Weda.

Pengukuran kualitas udara dan air juga diduga dipalsukan untuk menyembunyikan fakta pencemaran dari tambang WBN. Investigasi media Prancis Mediapart menemukan adanya kecelakaan kerja fatal di tambang WBN yang ditutup-tutupi. Para pekerja dilaporkan bekerja selama 24 minggu berturut-turut dengan hanya 2 minggu libur.

Trend Asia juga mencatat maraknya kecelakaan kerja di kawasan industri nikel Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP). Ini adalah salah satu pengolah hasil tambang nikel PT WBN. Selama 2015-2024, di IWIP  terdapat 14 insiden kecelakaan kerja dengan 9 pekerja meninggal dan 30 pekerja terluka.

“Dari peristiwa macet di Jakarta hingga kerusakan lingkungan di Maluku, tergambar betapa pertemuan-pertemuan diplomatis hampir selalu menjadi pesta kepentingan elit tanpa memikirkan kepentingan masyarakat dan lingkungan,” ujar Arko Tarigan, juru kampanye Mineral Kritis Trend Asia.

Arko menjelaskan, di Maluku, semua cemaran logam berat dan kecelakaan kerja harus menjadi tanggung jawab penuh pemerintah Prancis, Indonesia, dan Tiongkok. Semua pihak harus menghormati perjanjian internasional tentang iklim dan biodiversitas serta menghormati  hak-hak masyarakat dan Konstitusi Indonesia.

“Jadi bukan hanya sibuk mengeruk keuntungan,” pungkasnya.

Asal tahu saja, Pulau Halmahera di Maluku secara keseluruhan telah dibebani banyak konsesi tambang dan industri. Kondisi ini mendorong perampasan lahan dan marjinalisasi masyarakat adat. Konflik dan kriminalisasi mendera banyak masyarakat adat Halmahera. Mulai dari masyarakat Maba Sangaji, Wayamli, hingga Tobelo Dalam, yang sempat viral di media sosial.

Selain itu, kawasan IWIP juga semakin sarat emisi dan polusi karena ditenagai oleh PLTU. Bahkan salah satu PLTU Weda Bay/IWIP Unit 12 Kapasitas 1×380 MW dibangun setelah Presiden China Xi Jinping berjanji untuk tidak membangun lagi PLTU baru di luar negeri.

Zakki Amali, peneliti Trend Asia menyatakan hilirisasi nikel kerap dijual sebagai proyek transisi energi untuk melawan perubahan iklim karena perannya dalam produksi baterai untuk kendaraan listrik. Namun ironisnya, ia dijadikan celah untuk membangun PLTU baru di luar mekanisme perencanaan energi nasional dan pengawasan emisi.

“Kerusakan lingkungan dan emisi karbon ini mengotori rantai pasok nikel. Sehingga ia gagal menjadi transisi energi yang benar-benar bersih dan adil,” ujar Zakki.

 

 

Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi

Bagikan:
Source: Presiden Macron ke Indonesia
Tags: industri nikelMalukunikelTrend Asia

Discussion about this post

https://www.youtube.com/watch?v=ZF-vfVos47A
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.

No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Profil
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Opini
  • Infografis

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.