Merokok memiliki dampak yang sangat negatif pada kesehatan dan produktivitas. Dikutip dari laman resmi P2PTM Kementerian Kesehatan, Quitline 0800 177 6565 adalah sebuah inovasi yang dikembangkan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan yang hadir membantu dengan memberikan layanan konseling berhenti merokok melalui telepon bebas biaya pulsa dan menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
Pada konseling perdana Anda hanya perlu menghubungi 0800 177 6565 melalui telepon genggam (HP) atau PTSN (telepon biasa/fixed line), selanjutnya konselor terlatih akan menghubungi penelepon sesuai perjanjian.
Selama ini Ditjen Promosi Kesehatan (Promkes) Kementerian Kesehatan merumuskan langkah mudah berhenti merokok dengan START. Lima huruf S.T.A.R.T ini terdiri dari beberapa arti.
Set = Tetapkan tanggal mulai berhenti.
Tell = Beritahukan kepada seluruh lingkungan sehari-hari seperti keluarga dan teman untuk mendukung.
Anticipate = Antisipasi dan kenali waktu timbulnya keinginan untuk merokok dan buat rencana untuk menghadapinya.
Remove = Jauhkan rokok dari jangkauan anda dan buanglah berbagai peralatan yang dapat mengundang ajakan untuk merokok.
Talk = Konsultasikan ke layanan upaya berhenti merokok yang telah disediakan oleh Kementerian Kesehatan melalui 0 800 177 6565 atau juga dapat melakukan konsulatasi di klinik UBM terdekat.
Tips berhenti merokok tersebut, diharapkan dapat membantu masyarakat dalam menghentikan diri dari kecanduan untuk merokok. Sayangnya tips dan Quitline tersebut sejak awal Januari 2023 sedang dihentikan. Pemberhentian tersebut dilakukan tanpa informasi pasti kapan layanan tersebut akan dilanjutkan.
Berikut petikan wawancara dengan Manajer Program Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), Nina Samidi, tentang efektivitas layanan upaya berhenti merokok.
Berdasarkan pengawasan Komnas PT, bagaimana pengelolaan Layanan Berhenti Merokok oleh Kementerian Kesehatan?
Menurut kami, layanan berenti merokok di Kemenkes memang sangat kurang. Sebenarnya waktu itu kami pernah melakukan FDG [Focus Group Discussion] dengan mengundang Kemenkes dan dinas kesehatan seluruh Indonesia. Bahkan kami melibatkan swasta seperti telemedisin dan sebagainya apakah mereka bisa membantu upaya, membantu memberikan layanan berenti merokok.
Seperti apa aktivitasi layanan berhenti merokok di Indonesia selama ini?
Jadi, layanan merokok ini memang bentuknya ada 2, dari Kemenkes yaitu penyedian unit-unit layanan berenti merokok di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FTKP), puskesmas-puskesmas, yang bentuknya fisik orang datang langsung dan berkonsultasi.
Kemudian yang kedua adalah Quitline, yaitu saluran telepon yang ada di pusat yaitu di Kemenkes. Saat ini saja untuk yang Kemenkes punya untuk Quitlinenya di hold dulu
Apa penyebab layanan UBM dihentikan sementara oleh Kemenkes?
Sesuai informasi yang kami dapat adalah kenapa Quitlinenya dihold (dihentikan) sementara karena memang ada pergantian kontrak atau sebagainya. Tetapi yang kami lihat juga, Quitline ini biayanya sangat mahal tapi yang memanfaatkan sedikit sekali. Ini sangat sayang, karena layanan atau fasilitas yang disediakan Kemenkes menjadi tidak efektif, tidak dimanfaatkan dengan baik. Banyak yang ingin berhenti merokok tetapi mereka tidak tahu harus kemana. Nah, ini perlu dicari oleh Kemenkes apa saja yang harus dilakukan, sehingga orang-orang yang tidak tahu Quitline jadi tahu, ada unit layanan berhenti merokok di puskesmas dan sebagainya. Jadi menurut kami memang masih sangat kurang, jauh dari harapan.
Apakah layanan berhenti merokok ini memang urgensi bagi sebuah negara?
Upaya layanan berenti merokok adalah bagian dari MPOWER. MPOWER itu adalah poin-poin atau langkah-langkah apa saja yang dilakukan pemerintah dalam menurunkan perilaku merokok di sebuah negara. Nah, salah satu poin yang ada di MPOWER adalah layanan berhenti merokok. Kenapa? MPOWER itu ada 7 langkah. 1-5 itu adalah mendorong orang untuk berhenti merokok, mulai adanya PHW (pictorial health warning), peringatan kesehatan bergambar yang memberikan edukasi. Kedua, ada teks cukai yang memaafkan harga supaya orang berhenti merokok. Kemudian ada kawasan tanpa rokok, tapsban, kemudian ada larangan iklan promosi dan sponsor. Semua itu adalah langkah-langkah yang dilakukan sebuah negara untuk mendorong orang berhenti merokok.
Maka, ketika orang tereduksi dan ingin berhenti merokok, bagaimana caranya? Inilah kenapa ada namanya layanan berhenti merokok karena layanan ini yang akan membantu para perokok untuk berenti merokok lepas dari adiksi.
Apakah komitmen Kemenkes dalam mengendalikan konsumsi tembakau melalui Layanan Berhenti Merokok belum optimal?
Namun sayangnya memang dari tingginya perokok di Indonesia kita tidak melihat Kemenkes serius untuk memberikan layanan berenti merokok. Bahkan sebenarnya MPOWER poin 1-5 pun kita masih pertanyakan, karena juga belum kuat PHW. Padahal PHW merupakan amanat dari Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Pasal 114 dan {asal 116) yang kemudian diturunkan menjadi Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Tembakau Bagi Kesehatan (Pasal 14–17) serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan Pada Kemasan Produk Tembakau) cuma 40 persen, cukai rokok masih kecil, KTR belum diawasi dengan benar, tapsban belum efektif, promosi iklan dan sponsor masih sangat marak.
Jadi bisa dikatakan layanan berenti merokok disini menjadi seadanya saka. Artinya perokok yang sulit berhenti makin tidak tahu mereka mau berhenti caranya bagaimana, dan harus kemana.
Apa akibat dari sulitnya pecandu mencari pertolongan? Apakah akhirnya tidak jadi berhenti merokok?
Ya, akhirnya mereka kembali merokok lagi. Apalagi sekarang ada e-cigarette (rokok elektronik) mereka mencari solusi sendiri. Sedangkan informasi-informasi yang menyesatkan e-cigarette yang akan membantu atau menjadi berhenti merokok itu akhirnya ditelan mentah-mentah oleh perokok sehingga mereka pun lari ke e-cigarette, padahal itu ada adiksi yang berbeda membuat mereka menjadi kecanduan.
Menurut data Komnas PT, apakah terdapat peningkatan orang yang berhenti merokok setelah adanya Layanan Berhenti Merokok?
Kami tidak punya datanya, karena Kemenkes juga tidak membuka datanya bagaimana perkembangan orang-orang yang misalnya menelpon ke Quitline dan berkonsultasi. Kemudian apakah ada follow up, monitoring, berhenti atau tidak, jadi kami juga kurang paham. Begitu juga dengan unit-unit layanan berhenti merokok di puskesmas-puskesmas. Sehingga sebenarnya kalau seumpama kita tahu datanya seperti apa, apakah efektif atau tidak, kita bisa membantu dari organisasi sipil untuk meningkatkan layanan berhenti merokok ini. Cuma sampai sekarang kita tidak tahu berapa banyak sih yang menggunakan dan sebagainya, follow up seperti apa, dimonitor atau tidak. Karena yang kami dengar justru unit layanan berhenti merokok ini malah dijadikan telpon iseng sama orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Iseng telepon malam-malam untuk mengisi waktu mereka. Orang-orang iseng ini justru tahun dan memanfaatkan justru banyak yang butuh malah mereka tidak tahu.
Selain Kemenkes kurang optimal, apa lagi penyebab banyak masyarakat yang ingin berhenti merokok namun tidak mengetahui adanya Layanan Berhenti Merokok?
Dalam FDG yang kami lakukan poin utama dari layanan berenti merokok, ini adalah masalah komunikasi dan publikasi. Kemenkes perlu melakukan upaya publikasi sepuasnya supaya masyarakat benar-benar tahu bahkan hafal diluar kepala nomor Quitline. Sekencang-kencangnya, supaya orang yang ingin berjenti merokok tahu kemana mereka akan mencari bantuan berhenti merokok. Mereka akan dibantu supaya bisa dibantu mereka akan bagaimana.
Apa saja langkah konkret yang bisa dilakukan?
Nah, pertama di puskesmas-puskesmas coba kita lihat apakah puskesmas meletakan nomor Quitline, atau apakah Kemenkes melakukan publikasi misalnya melalui telemedisin untuk mempromosikan Quitline, atau di semua jaringan yang mereka punya dinas kesehatan, kemudian organisasi-organisasi kesehatan, mereka bisa minta untuk melakukan publikasi ini. Hanya memang pada akhirnya adalah tidak ada sistem atau mekanisme yang terukur, apakah mereka melakukan publikasi, seberapa banyak. Mungkin iya melakukan publikasi tetapi sebatas ada di media sosial saja. Kami tidak melihat upaya lebih jauh untuk penjajakan mempublikasikan layanan berhenti merokok ini.
Sebenarnya, berapa fasilitas untuk layanan upaya berhenti merokok?
Sebenarnya pemerintah punya target di 2024 itu ada 24 persen puskesmas dari seluruh kabupaten/kota, artinya ada sekitar 350 kabupaten/kota puskesmas yang menerapkan layanan berhenti merokok. Itu totalnya target itu ada sekitar 4000 unit layanan berenti merokok di puskesmas-puskesmas, tetapi di 2021 kemarin yang kami dapatkan datanya adalah hanya 253 puskesmas yang menerapkan yang punya unit layanan berhenti merokok. Artinya, hanya 2,5 persen, itu adalah target sejak RPJMN yang ditetapkan 2019-2024 sehingga perkembangan itu sangat lambat.
Apakah tidak ada mekanisme peningkatan kapasitas untuk meningkatkan layanan berhenti merokok?
Ini [layanan upaya berhenti merokok] berarti tidak berhasil, kami melihat tidak dikerjakan, sehingga seadanya saja. Memang mereka [Kemenkes] membuat pelatihan untuk tenaga kerja di puskesmas yang akan melakukan pelayanan berenti merokok. Tetapi setelah itu apakah dilakukan monitoring terus follow-up, kami juga kurang paham.
Seberapa banyak orang yang mengakses layanan berhenti merokok ini? Termasuk dengan mereka yang iseng?
Hanya 2,5 persen puskesmas yang menerapkan layanan berhenti merokok begitu juga dengan Quitline. Artinya, Quitline ini rendah sekali capaiannya. Saya kurang tahu angkanya saya perlu cari lagi datanya. Kalau tidak salah ada, tapi itu sangat kecil juga itu karena orang-orang iseng yang memanfaatkannya. Quitline tidak dimanfaatkan dengan baik oleh perokok yang ingin berhenti merokok karena mereka memang tidak tahu gitu.
Menurut Komnas PT, bagaimana sebaiknya agar pengendalian konsumsi tembakau ini bisa tercapai sesuai janji pemerintah dalam RPJMN 2020-2024?
Yang harus dilakukan Kemenkes adalah menetapkan bahwa layanaan berhenti merokok ini sebagai salah satu poin MPOWER yang sangat penting untuk mewadahi perokok yang ingin berhenti merokok. Ada yang sudah berhasil kami edukasi, yang sudah berhasil kita push, kami tekan supaya mereka tidak merokok dari langkah-langkah yang lain tobacco control yang lain maka mereka butuh tempat atau fasilitas, wadah layanan untuk bisa berhenti merokok.
Jadi sangat disayangkan karena sebenarnya melalui KTR [Kawasan Tanpa Rokok] sudah cukup berhasil. Perokok jadi kesulitan merokok di tempat kerja, dirumahnya, dan dia ingin berhenti tetapi kemudian tidak ada layanan yang. Jadi, yasudah, mereka ambil solusi yang lain. Yang kami takutkan adalah larinya [perokok yang mau berhenti] ke e-cigarette.
Pewawancara: Shinta Fitrotun Nihayah
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post