Jakarta, Prohealth.id – Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) adalah aplikasi yang berfungsi mengintegrasikan data dari berbagai tingkatan pemerintahan, mulai dari desa hingga pusat yang dapat dipantau setiap waktu.
Koordinator Pelaksana Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Pahala Nainggolan, menyebutkan informasi terpusat dalam SIPD dapat menjadi alat yang ampuh untuk mencegah terjadinya korupsi di daerah.
“Dengan SIPD, kita bisa melihat anggaran daerah digunakan untuk apa. Bisa melihat apakah anggaran tersebut digunakan untuk kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat atau justru untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu,” kata Pahala dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) pada 28 Agustus 2023 lalu.
Pahala yang juga menjabat Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menjelaskan bahwa SIPD bukan hanya menyambungkan perencanaan program sampai laporan keuangan, tetapi juga juga memuat data-data laporan keuangan di tingkat terbawah hingga teratas, yakni mulai dari desa, kabupaten, provinsi, Kementerian Dalam Negeri, hingga Kementerian Keuangan.
Hal ini, lanjut Pahala, bertujuan untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas anggaran daerah secara menyeluruh. Dengan menghubungkan laporan keuangan dari semua level pemerintahan, pemerintah dapat melihat kondisi keuangan secara lebih komprehensif.
Sebelum adanya SIPD, dia menambahkan, setiap daerah memiliki sistem informasinya sendiri-sendiri. Alhasil, sistem yang sendiri-sendiri ini membuat pengelolaan anggaran daerah menjadi kurang efektif dan efisien.
“Kurangnya integrasi data juga membuat pengawasan anggaran daerah menjadi lebih sulit. Masyarakat dan lembaga pengawas kesulitan untuk mengakses data anggaran dan program daerah secara lengkap dan akurat,” kata Pahala.
Dia mengatakan dalam SIPD terdapat rincian alokasi penggunaan anggaran tersebut. Melalui SIPD, pemerintah pusat dapat melihat penggunaan anggaran daerah dengan detail, bahkan sampai alokasi anggaran untuk rapat, makan minum, dan perjalanan dinas.
Begitu juga dengan pengawasan pada tiap tahapannya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban anggaran.
Sebagai contoh, kata Pahala, terjadi di Kabupaten Cirebon yang memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Rp7 triliun. Namun, dari total anggaran tersebut, yang masuk “tagging” pengentasan kemiskinan ekstrem hanya sekitar Rp115 miliar atau 1,62 persen.
“Dengan fungsi pembinaan evaluasi dari Kemendagri, SIPD kalau sudah jalan penuh, ini (anggaran) Rp115 miliar itu tidak bisa, terlalu sedikit. Terlebih Kabupaten Cirebon ini termasuk salah satu daerah termiskin di Provinsi Jawa Barat,” kata dia.
Kemudian ketika dibedah lagi, Pahala menambahkan, dari 1,62 persen tersebut ternyata tidak ada yang masuk untuk kegiatan bantuan sosial (bansos). Menurut dia, Pemda justru mencantumkan anggaran untuk honorarium, belanja alat kantor, bahkan belanja makan dan minum rapat.
“Bayangkan ini bukan untuk menginjeksi langsung ke orang miskin, tapi malah buat makan minum rapat. Ke depan pasti tidak bisa yang seperti ini,” ujarnya.
Selain itu, Pahala menambahkan penggunaan SIPD juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan anggaran dan program daerah. Bahkan, kata dia, SIPD tidak akan berfungsi secara maksimal tanpa partisipasi kritis dari masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan media massa.
Untuk itu, Pahala mengajak masyarakat dapat mengakses data SIPD secara berkala melalui laman Kemendagri sehingga SIPD bisa menjadi sarana pengawasan dan pencegahan korupsi di daerah.
“Masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan SIPD untuk melakukan analisis dan memberikan masukan terhadap anggaran dan program daerah,” ujar dia.
Dengan SIPD, kata Pahala, masyarakat dapat lebih mudah memantau penggunaan anggaran daerah dan melaporkan adanya penyimpangan. Oleh karena itu, SIPD menjadi alat yang ampuh untuk mencegah korupsi di daerah. Menurut dia, fungsinya sama seperti Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKP), SIPD dapat menjadi sumber data yang penting untuk investigasi kasus korupsi.
“Dengan SIPD, media massa dapat melihat pola penggunaan anggaran daerah yang mencurigakan,” katanya.
Menjelang peluncuran SIPD pada September 2023, Pahala menyebut masih ada tantangan yang harus dihadapi, yakni keengganan pemerintah daerah untuk berpindah dari aplikasi yang sudah digunakan selama ini.
Maka dari itu, Pahala mengimbau pemerintah daerah untuk mengintegrasikan aplikasi yang dimiliki daerah dengan SIPD. Proses integrasi ini dilakukan oleh Kemendagri.
“Pemda hanya perlu menyediakan data dan informasi yang diperlukan untuk proses integrasi. Pemda juga dapat menambahkan fitur-fitur baru ke dalam SIPD. Namun, fitur-fitur baru tersebut harus sesuai dengan kebutuhan daerah,” ujarnya.
Dengan kebijakan ini, Pahala berharap penggunaan anggaran daerah dapat lebih efisien dan efektif. Upaya-upaya tersebut diharapkan dapat meningkatkan transparansi, akuntabilitas, partisipasi, efisiensi, dan efektivitas sistem perencanaan negara.
Meskipun SIPD memiliki potensi besar untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas anggaran daerah, Pahala mengakui bahwa masih ada sejumlah tantangan yang perlu dihadapi.
Salah satu tantangan tersebut adalah masih rendahnya literasi digital masyarakat. Masyarakat perlu memiliki pemahaman yang memadai tentang cara menggunakan SIPD untuk mengakses data anggaran dan program daerah.
“Selain itu, pemerintah juga perlu memperkuat aparat pengawasan internal pemerintah untuk memastikan bahwa anggaran dan program daerah dilaksanakan secara efektif dan efisien,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Agus Fatoni, menyampaikan SIPD memiliki berbagai manfaat, salah satunya adalah dapat menghemat anggaran daerah. Ia menyebutkan SIPD telah menghemat anggaran daerah hingga Rp15 miliar untuk setiap daerah.
“Dengan asumsi anggaran Rp 1 miliar untuk satu sistem, dan suatu daerah memiliki 15 sistem terkait perencanaan keuangan. Maka penggunaan SIPD dapat membuat suatu daerah menghemat anggaran Rp 15 miliar,” kata Fatoni.
Fatoni menjelaskan integrasi sistem pengelolaan keuangan daerah melalui SIPD membuat suatu daerah tidak perlu lagi mengeluarkan anggaran, misalnya untuk pembuatan aplikasi, pemeliharaan server, dan sebagainya.
“Sebelum adanya SIPD, setiap daerah memiliki sistem informasinya sendiri-sendiri. Hal ini menyebabkan duplikasi sistem dan pemborosan anggaran. Dengan adanya SIPD, sistem-sistem informasi daerah yang duplikatif dapat dihapus,” katanya.
Menurut dia, apabila jumlah Rp 15 miliar dikalikan dengan 549 pemerintah daerah, penghematan dari sistem pengelolaan keuangan berpotensi mencapai Rp8,2 triliun. Dia mencontohkan, SIPD telah membuat daerah dapat melakukan penghematan anggaran untuk penggunaan kertas hingga efisiensi sewa internet.
“Dari sisi penghematan kertas, Pemda Jawa Barat sudah menghitung dengan adanya SIPD ini nol persen kertas. Kertas yang dihemat untuk penata usaha keuangan saja bisa sampai Rp16 miliar. Pemerintah Kota Medan juga sudah menghitung, penggunaan sewa internet dan perjalanan dinas bisa menghemat Rp16 miliar,” ungkapnya.
Fatoni bercerita SIPD telah digunakan di 531 daerah secara bertahap sejak 2019, yakni untuk penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2020. Dia menjelaskan SIPD merupakan amanat dari Pasal 391 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana pemda wajib menyediakan informasi pemerintahan yang dikelola suatu sistem, yakni SIPD.
“Seluruh kepala daerah wajib menjalankan pengelolaan keuangan dengan SIPD,” katanya menegaskan.
Menurutnya, jika ditemukan ada pemerintah daerah tidak patuh terhadap SIPD, Kemendagri dapat meminta kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menunda atau bahkan memotong dana transfer ke daerah tersebut. Bahkan, kepala daerah dapat diberhentikan jika tidak patuh terhadap SIPD.
“Yang masih ingin bermain-main, tentu tidak suka dengan penggunaan SIPD. Karena transparan dan harus dipertanggung jawabkan. Sudah ketahuan lah nanti KPK, yang tidak mau pakai ini berarti mau main-main, mesti disoroti di situ,” katanya.
Adanya integrasi data seperti SIPD ini juga penting salah satunya dalam mengakselerasi pengentasan kemiskinan sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. Pelaksana tugas Deputi Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas, Maliki menyebutkan diperlukan pendekatan yang tidak biasa dalam pengentasan kemiskinan, salah satunya lewat integrasi data. “Data yang terintegrasi sangat penting untuk memastikan bahwa program-program pengentasan kemiskinan ekstrem berjalan dengan efektif dan efisien,” ucap Maliki dalam diskusi bersama Kemendagri dan KPK.
Menurut dia, SIPD menjadi angin segar dalam mewujudkan transformasi data menuju satu data Indonesia. Transformasi ini bertujuan untuk mengintegrasikan data dari berbagai sumber. Di samping itu, Maliki melanjutkan, SIPD juga dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas anggaran dengan menerapkan tagging atau penandaan, pada data anggaran.
“Dengan tagging, data anggaran dapat diklasifikasikan secara lebih akurat dan mudah dicari. Hal ini dapat meningkatkan transparansi anggaran, karena masyarakat dapat dengan mudah mengakses dan memahami data anggaran,” kata dia.
Discussion about this post