Jakarta, Prohealth.id – Masyarakat Indonesia selama satu pekan terakhir telah dihebohkan dengan kasus penganiayaan yang dilakukan MDS (20), putra pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, terhadap korban D (17) anak di bawah umur yang merupakan putra pengurus GP Ansor.
Aksi kekerasan ini menyebabkan korban D masuk ke ICU dan tak sadarkan diri. Menurut tim medis RS Mayapada Kuningan, Jakarta Selatan, tempat korban D dirawat, ia mengalami Diffuse Axonal Injury (DAI).
Dikutip dari situs Hopkins Medicine, Diffuse Axonal Injury (DAI) adalah kondisi trauma pada otak akibat kekerasan fisik yang mengancam kerusakan otak. Kondisi DAI tercatat sebagai penyebab disabilitas sampai kematian. DAI ini juga menyebabkan kerusakan fungsi otak, menyebabkan hilangnya kesadaran atau koma, hingga kematian. Umumnya, pasien DAI ini hilang kesadaran selama 6 jam sampai lebih.
DAI adalah jenis cedera otak yang biasa mempengaruhi beberapa area otak misalnya; materi putih lobus temporal, materi putih lobus frontal, batang otak, hingga corpus callosum.
Kondisi DAI ini umumnya terjadi karena robekan akson di perbatasan antara substansia alba dengan substansia grisea pasca trauma. Sering kali tak tampak pada pemeriksaan CT-Scan, dapat dilihat dari pemeriksaan Gradient-echo axial magnetic resonance image. Jika makin parah, DAI akan menyebabkan kondisi dysautonomia alis disfungsi saraf otonom.
Sementara menurut situs Alodokter, DAI merupakan salah satu komplikasi yang paling berat yang dapat terjadi pada cedera kepala. Pada DAI terjadi kerusakan pada area yang sangat luas di otak yang dapat menyebabkan gangguan kesadaran hingga terjadinya koma. Menurut dr. Irna Cecilia dalam situs tanya jawab Alodokter, seseorang yang mengalami cedera kepala, apabila terdapat gejala seperti hilang ingatan, penurunan kesadaran, mual dan muntah, gangguan saraf seperti penghilatan, lemah tubuh, gangguan bicara, maka cedera tersebut dapat terbilang sedang ke berat.
“Orang tersebut disarankan untuk mendapatkan penanganan segera ke IGD untuk mendapatkan evaluasi lengkap melalui wawancara dan pemeriksaan fisik, lalu CT-Scan kepala untuk menyingkirkan perdarahan akut atau abnormalitas akut lainnya, terkadang MRI diperlukan apabila CT-Scan tidak konklusif,” tulis dr. Irna.
Setelah perlu dilakukan observasi selama 24-48 jam, tatalaksana bergantung dari penemuan CT-Scan dan evaluasi neurologis. Umumnya ahli saraf dan dokter bedah saraf dibutuhkan untuk penanganan lengkap.
Dalam situs Brain Injury Association of America, disebutkan 40 persen sampai 50 persen cedera terbanyak yang paling mematikan pada otak adalah kasus DAI. Akibatnya, banyak pasien yang sembuh dari fase kritis DAI mengalami disabilitas kemampuan mengingat, alias adanya gangguan ingatan dan kesulitan dalam mencerna informasi baru. Di Amerika Serikat, cedera otak traumatis DAI ini memang menjadi penyebab utama kecacatan dan kematian yang terjadi di kalangan anak-anak hingga dewasa muda. Umumnya kasus DAI di Amerika Serikat dialami oleh korban kecelakaan, kecelakaan saat berolahraga, sampai aksi kekerasan.
Berrdasarkan informasi yang dikumpulkan Prohealth.id, per Selasa (28/2/2023) kondisi D mulai membaik dibandingkan sebelumnya. Korban D memang tercatat mengalami koma lebih dari 6 jam. Kondisi D termasuk dalam kategori kondisi DAI sedang dan kritis. Adapun kondisi DAI dengan tingkat keparahan sedang biasa mengalami koma lebih dari 24 jam diikuti amnesia dalam waktu lama, gangguan memori ringan-sedang, gangguan perilaku dan kognitif. Sementara jika tingkat keparahan tergolong berat, maka pasien bisa mengalami koma berbulan-bulan dengan motorik fleksi atau ekstensi abnormal, gangguan kognitif, memori, bicara, sensorik, motorik.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post