Pernahkah Anda mendengar nama Prader-Willi Syndrome, Congenital Adrenal Hyperplasia atau Kawasaki Disease? Jika belum pernah, dapat dimaklumi karena yang disebut di atas adalah tiga jenis dari banyak jenis nama penyakit langka yang ada di dunia.
“Lebih dari 7000 penyakit langka telah diidentifikasi namun obat yang tersedia baru sekitar 5 persen saja,” demikian kata Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin ketika memberi sambutan secara virtual dalam acara peringatan Hari Penyakit Langka Sedunia pada Selasa, 28 Februari 2023 lalu.
Budi mendorong peningkatan deteksi dini dan diagnosis bagi pasien penyakit langka agar penanganan lebih terarah termasuk dengan meningkatkan kemampuan penegakan diagnosis dan tatalaksana fasilitas kesehatan. Ia menekankan pentingnya kolaborasi dalam penanganan penyakit langka. “Penanganan penyakit langka yang efektif diperlukan kolaborasi dan kemitraan berbagai pihak,” imbuhnya di hadapan para peserta yang hadir.
Peringatan Hari Penyakit Langka Sedunia ini diinisiasi oleh Laboratorium PT Prodia Widyahusada Tbk. dengan komunitas Indonesia Rare Disorders (IRD), yakni sebuah perkumpulan yang menghimpun para penyandang penyakit langka atau biasa disebut Odalangka. Penyelenggaraan acara tersebut dilakukan secara hybrid. Daring melalui Zoom dan kanal Youtube Prodia, sedangkan luring bertempat di lantai 10 Auditorium Prodia Tower, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat.
Perusahaan klinis dan laboratorium dengan kode saham PRDA ini juga menggelar seminar seputar penyakit langka yang bertema “Bangun Paradigma Sehat Bersama Penyakit Langka”. Sebanyak tiga narasumber dihadirkan dalam webinar, yang mana para narasumber merupakan ahli yang berkecimpung di bidang genetika, perwakilan dari Prodia, dan orang tua dari anak penyandang penyakit langka atau Odalangka.
Penyakit Langka Tetapi Nyata
Prof. dr. Sultana MH Faradz, PAK, PhD, salah satu narasumber dalam seminar mengatakan penyakit langka atau rare disease merupakan penyakit yang menyerang sebagian kecil populasi di beberapa bagian dunia. Ada juga sebutan orphan disease yaitu penyakit langka yang kurang mendapat perhatian terutama dalam masalah pengobatannya. “Kecuali pemerintah turun tangan,” katanya.
Sultana menyebutkan beberapa kriteria definisi dari penyakit langka. Yang pertama penyakitnya menyerang di bawah 200.000 orang dengan berbagai kemungkinan penyakit. Pada beberapa negara, acuan rasio pasien penyakit langka berbeda-beda.
“Jadi sampai saat ini Indonesia dan juga dunia masih menggunakan standar Amerika yaitu 200.000 orang dengan berbagai kemungkinan penyakit,” terang professor di bidang genetik medik ini.
“Kalau di Indonesia, kita belum bisa menyampaikan sebetulnya ada berapa? Harapannya nanti baru dengan menerima banyak kasus (penyakit langka), kita bisa menghitung berapa kasus-kasunya,” terangnya.
Kriteria lain definisi dari penyakit langka yakni, penyakit ini belum pernah dilihat sebelumnya, tidak dikenali, tidak umum. Serta menderita sesuatu yang berbeda dari berbagai jenis kelainan dan jarang terlihat.
Budi pun sempat membeberkan bahwa mayoritas penyakit langka yang ada di dunia umumnya disebabkan oleh kelainan genetik yang jumlahnya mencapai 80 persen. Sedangkan faktor non-genetik sekitar 20 persen.
Hal serupa dikatakan oleh Prof. Sultana bahwa kebanyakan penyakit langka muncul saat lahir dan disebabkan oleh masalah genetik alias menurun atau mutasi spontan.
“Akibat kelainan genetik ini akan menjadikan penyakit langka diderita sepanjang hidup seseorang dan biasanya muncul pada awal kehidupan,” paparnya. Selain itu ada 30 persen anak dengan penyakit langka akan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun.
Penyebab lain adalah paparan zat di saat waktu pembuahan atau kehamilan, misalnya spina bifida dikaitkan dengan kekurangan asam folat saat konsepsi awal kehamilan. Dikutip dari situs Alodokter.com, spina bifida adalah cacat lahir yang terjadi akibat terganggunya pembentukan tabung saraf selama bayi dalam kandungan. “Paling sering terjadi adalah defisiensi asam folat yang tidak diberikan pada masa awal kehamilan untuk masa pembuahan,” infonya.
Oddysey Diagnostic, Jalan Panjang Menegakkan Diagnosis
Rani Himiawati Arriyani, perwakilan dari perkumpulan IRD dalam acara ini mengatakan penting untuk menegakkan diagnosis penyakit langka.
“Spektrum penyakit langka yang luas dan gejala yang muncul relatif umum, seringkali menyebabkan kesalahan diagnosis awal dan penanganan medis yang kurang presisi, sehingga timbul beban mental dan biaya bagi odalangka dan keluarga,” tuturnya.
Rani yang merupakan ibu dari dua anak odalangka menceritakan bagaimana lika-liku yang harus ditempuhnya (dulu) guna menegakkan diagnosis penyakit langka pada dua buah hatinya itu.
Sulitnya menegakkan diagnosis penyakit langka tidak dipungkiri baik oleh para narasumber lain. Prof. Sultana menguraikan beberapa permasalahan yang biasa ditemui pada rare disorders antara lain memerlukan menunggu waktu yang lama mulai dari gejala sampai tegak diagnosis, misdiagnosis yang menyebabkan penanganan yang tidak tepat, berpindahnya dari praktisi ke praktisi dan dari diagnosis palsu ke diagnosis palsu yang mengakibatkan pasien mengalami shopping doctor, dan kurang ada penanganan psikologik, misalnya konseling genetika atau diabaikan.
Sementara Miswar Fattah, selaku Head of Research and Specialty Test Development PT Prodia Widyahusada Tbk. menyebut kondisi ini sebagai The Oddysey Diagnostic. Bila didefinisikan artinya pengembaraan diagnosis dimana para penyandang penyakit langka dan keluarganya harus melalui fase panjang hingga menemukan diagnosis yang tepat untuk penyakit langkanya itu.
Minimnya jumlah penyandang penyakit langka bukan berarti tidak ada pemeriksaan yang mumpuni untuk menegakkan diagnosis. Sayangnya, perlu melakukan banyak pemeriksaan karena tidak ada satu pemeriksaan tunggal yang langsung dapat menegakkan diagnosis penyakit langka.
Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis penyakit langka dapat dilakukan misalnya melalui pemeriksaan kromosom konvensional untuk mengetahui Cryptic Chromosonal Abnormalities, Microdeletion (gain and loss), dan rare disease. Selanjutnya pemeriksaan berbasis molekular atau analisis DNA lebih lanjut hingga pemeriksaan dysmorphology.
Salah satu dari pemeriksaan molekular atau analisis DNA adalah pemeriksaan CMA atau Chromosonal Micro-Array. Mengutip Jurnal Pediatri Endocrinol milik National Center for Biotechnology Information (NCBI), Amerika Serikat, CMA adalah teknologi pemeriksaan sampel yang digunakan untuk mendeteksi mikrodelesi atau duplikasi, dengan tingkat sensitivitas aberasi submikroskopik yang tinggi.
Jenis pemeriksaan inilah yang menjadi salah satu program CSR dalam rangka meperingati HUT ke-50 PT Prodia Widyahusada Tbk., dan ini diluncurkan bersamaan dengan acara peringatan Hari Penyakit Langka Sedunia 28 Februari 2023 lalu.
Menyikapi program ini, Budi G. Sadikin sangat mengapresiasi dan berharap kampanye pencegahan dan deteksi dini dari penyakit langka oleh Prodia semakin diperluas. Sementara Rani yang mewakili perkumpulan IRD juta menaruh harapan besar terkait program ini.
“Besar harapan kami, masyarakat dapat semakin paham pentingnya deteksi penyakit langka dan meningkatkan perhatian serta pemahaman penanganan mengenai penyakit langka melalui program CSR yang diberikan oleh Prodia ini,” ujar Rani.
Nantinya sebanyak 250 Odalangka akan berpartisipasi pada program CSR pemeriksaan geneticlyang melibatkan sejumlah cabang Prodia yang tersebar di seluruh Indonesia mulai Februari hingga September 2023.
Peranan Konselor Genetika
Selain pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis, faktor lain yang penting ialah peranan dari konselor genetika. Sebelumnya Prog. Sultana memaparkan salah satu kesulitan menegakkan diagnosis penyakit langka salah satunya karena kurang ada penanganan psikologik, misalnya konseling genetika atau diabaikan. Namun, seiring dengan fasilitas dan teknologi yang makin baik dan bertambahnya ahli genetika, ia mendorong komunitas ilmiah (genetika) untuk lebih berperan.
“Peran profesional dari komunitas (genetika) dibutuhkan untuk deteksi dini dan diagnosis terhadap penyakit langka yang diderita seseorang. Hal tersebut sangat penting karena tidak semua dokter maupun RS dapat mendeteksi penyakit langka,” terang Prof. Sultana yang merupakan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.
Sementara tahapan dari pemeriksaan genetik yang melibatkan konselor genetika dimulai dari pre-test counseling yaitu menyusun pedigree dan mengeksplorasi riwayat kesehatan pasien dan keluarga, memfasilitasi pasien dalam mengambil keputusan terkait pilihan melakukan tes genetik.
Proses dilanjutkan dengan post-test conseling dengan tujuan untuk membantu pasien dan keluarga memahami hasil tes genetik, dan memahami implikasi medis dan pengaruhnya pada keluarga dari tes genetik.
Terakhir dan yang tak kalah penting adalah supportive conseling atau memberikan dukungan dan pendampingan bagi pasien dan keluarga terkait hasil tes genetik dan rencana terapi ke depannya.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post