Jakarta, Prohealth.id – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan dalam waktu dekat akan membuat satuan tugas (satgas) khusus pencegahan rokok ilegal.
Hadirnya satgas khusus pencegahan rokok ilegal dimaksudkan untuk membendung peredaran rokok ilegal yang selama ini cukup marak di masyarakat.
“Insyaallah saya akan melakukan pembentukan satgas pencegahan rokok ilegal dan cukai rokok,” kata Djaka Direktur DJBC seperti dilansir dari CNBC Indonesia.
Di samping itu data menunjukan dari Indo Data ada 127,53 miliar batang rokok ilegal yang tersebar di masyarakat. Dalam surveinya Indo Data menulis negara berpotensi kehilangan pendapatan sebesar Rp53,18 triliun.
Djaka menyebut selama rentang enam bulan pertama tahun 2025, pihaknya terus melakukan penindakan terhadap rokok ilegal. Meski begitu tindakan memberantas rokok ilegal mengalami penurunan sebesar 13,2 persen.
Namun, kata Djaka secara kualitas jumlah barang yang ditindak naik 32 persen, sampai saat ini ada 285,81 juta batang yang berhasil diamankan.
Kehadiran satgas jadi harapan baru untuk penindakan rokok ilegal yang serius. Tulus Abadi, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Nasional Pengendalian Tembakau mendukung rencana DJBC Kementerian Keuangan yang membentuk satgas penindakan rokok ilegal.
“Rokok ilegal akhir-akhir ini cukup marak beredar di pasaran. Menurut hasil survei CISDI angka prevalensinya bisa mencapai 10,77 persen,” katanya melalui pesan singkat, 1 Juli 2025.
Menurut Tulus rokok ilegal memiliki dosa ganda alias merugikan semua pihak. Terutama dosa bagi kesehatan konsumen, dan dosa bagi negara seperti kehilangan pemasukan pendapatan.
Tulus yang sekaligus ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) berharap rencana pembentukan satgas penindakan rokok ilegal berbanding lurus dengan penegakan hukum di Pemerintah Daerah (Pemda). Sebab menurut Tulus gelontoran dana yang dibagikan dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sebesar 10 persen, seharusnya wajib dialokasikan untuk penegakan hukum dilakukan Pemda.
“Jika Pemda mengalami penurunan penegakan hukum rokok ilegal diberikan sanksi. Sanksi itu berupa dengan salah satu cara dana DBHCHTnya 10 persen itu tidak dicairkan, untuk apa dicairkan jika dana tersebut tidak digunakan secara optimal,” ungkapnya.
Bagi Tulus, kehadiran satgas pencegahan rokok ilegal ini anggotanya perlu melibatkan keterwakilan publik. Keterwakilan publik itu bisa diambil dari lembaga atau individu yang memang selama ini concern dengan isu pengendalian tembakau.
Di samping keterwakilan publik jadi lebih luas dari sisi target dan beragam. Tapi satgas ini pula harus melakukan review atau mereformasi sistem layer cukai yang masih terlalu banyak. Hingga saat ini layer cukai menyentuh 8-9 layer.
“Idealnya hanya tiga sampai lima sistem layer cukai rokok, sebab masalahnya layer inilah yang jadi pemicu maraknya rokok ilegal,” katanya.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post