Jakarta, Prohealth.id – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin merinci mayoritas kenaikan kasus Omicron di dunia terjadi dalam kurun waktu yang sangat cepat dan singkat, berkisar antara 35 hingga 65 hari.
“Di Indonesia kita mengidentifikasi kasus pertama pada pertengahan Desember, tapi kasus mulai naiknya di awal Januari. Kita hitung antara 35-65 hari akan terjadi kenaikan yang cukup cepat dan tinggi. Itu yang memang harus dipersiapkan oleh masyarakat,” kata Menkes dalam keterangan pers yang digelar di Jakarta pada Minggu (16/1/2021).
Wilayah DKI Jakarta dan Bodetabek diperkirakan menjadi daerah pertama yang akan mengalami lonjakan kasus. Mengingat dari hasil identifikasi Kemenkes, mayoritas transmisi lokal varian Omicron terjadi di DKI Jakarta, dan diperkirakan dalam waktu dekat juga akan meluas ke wilayah Bodetabek. Mengingat secara geografis daerah-daerah tersebut berdekatan dan mobilitas masyarakatnya sangat tinggi.
“Kami juga sampaikan bahwa lebih dari 90 persen transmisi lokal terjadi di DKI Jakarta, jadi kita harus siapkan khusus DKI Jakarta sebagai medan perang pertama menghadapi varian Omicron, dan kita harus sudah memastikan bisa menangani dengan baik,” terangnya.
Merespons hal ini, Budi mendorong agar daerah meningkatkan kegiatan surveilans sehingga penemuan kasus bisa dilakukan sedini mungkin untuk kemudian di isolasi supaya tidak menjadi sumber penularan di tengah masyarakat. Pada pelaksanaannya, Kemenkes akan dibantu oleh TNI dan Polri.
Dia juga mengingatkan protokol kesehatan 5M seperti menggunakan masker, mengurangi mobilitas, menghindari kerumunan, mencuci tangan pakai sabun, menjaga jarak, serta aktif menggunakan aplikasi Pedulilindungi harus ditegakkan sebagai bagian penting pengendalian Covid-19.
Oleh karena itu, vaksinasi booster juga akan menjadi fokus pemerintah. Menurutnya cakupan vaksinasi booster di wilayah Jabodetak akan dikebut untuk meningkatkan dan mempertahankan kekebalan tubuh dari ancaman penularan varian Omicron.
“Selain prokes dan surveilans, juga dipastikan semua rakyat DKI Jakarta dan Bodetabek akan dipercepat vaksinasi boosternya agar mereka siap kalau gelombang Omicron nanti naik secara cepat dan tinggi,” ujarnya.
Berkaca dari puncak gelombang kenaikan kasus akibat varian delta pada 2021 lalu, Ketersediaan obat juga menjadi fokus Kementerian Kesehatan.
Di awal tahun 2022, Kemenkes telah mendatangkan 400 ribu tablet Molnupiravir sebagai obat terapi tambahan untuk pasien Covid-19 gejala ringan. Obat ini telah tersedia di Indonesia dan siap diproduksi dalam negeri pada April atau Mei 2022 oleh PT Amarox.
Selain Molnupiravir, Kemenkes juga akan mendatangkan Paxlovid yang rencananya akan tiba pada Februari. Obat-obat ini rencananya akan didistribusikan secara merata hingga ke apotik-apotik.
“Obat ini bukan hanya di Puskesmas maupun RS Pemerintah, nantinya juga akan tersedia di apotik-apotik sesuai dengan jenisnya yakni obat yang bisa dibeli umum dan obat yang bisa didapatkan hanya dengan resep dokter,” kata Budi.
Lebih lanjut terkait kesiapan RS, Budi menuturkan bahwa meski menular dengan sangat cepat, namun gejala pasien Omicron tergolong lebih ringan, karenanya tingkat perawatan untuk pasien dengan gejala sedang maupun berat yang membutuhkan perawatan di RS, presentasenya jauh kebih rendah dibandingkan varian Delta.
“Di negara-negara tersebut (yang mengalami puncak kenaikan kasus Omicron) hospitalisasinya antara 30 persen-40 persen dari hospitalisasi delta, jadi walaupun penularan dan kenaikannya lebih cepat dan tinggi, tapi hospitalisasinya lebih rendah,” ungkapnya.
Di Indonesia, kata Menkes Budi juga mengalami hal serupa. Dari total 500-an kasus konfirmasi Omicron sebagian besar gejalanya ringan bahkan tanpa gejala, hanya 3 pasien yang membutuhkan oksigen tambahan. Proses recovery juga lebih cepat, tercatat sekitar 300 pasien telah dinyatakan sembuh dan sudah diperbolehkan pulang.
Dengan berbagai kesiapsiagaan yang telah disusun oleh pemerintah untuk mencegah dan mengendalikan puncak gelombang kenaikan kasus Omicron, pemerintah meminta masyarakat untuk tetap tenang, selalu berhati-hati dan waspada. Yang terpenting protokol kesehatan 5M, vaksinasi dan harus dilaksanakan beriringan untuk memberikan perlindungan dari ancaman penularan Covid-19 varian Omicron yang sangat cepat.
Sementara itu, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi memaparkan, hingga Rabu, 12 Januari 2022, angka Covid-19 varian Omicron diketahui kembali bertambah 66 kasus, tercatat totalnya menjadi 572 kasus. Penambahan kasus tersebut terdiri dari 33 kasus dari pelaku perjalanan internasional dan 33 orang transmisi lokal.
“Sebagai tindak lanjut, seluruh pasien wajib menjalankan karantina kesehatan. Mayoritas menjalani karantina RSDC Wisma Atlet Kemayoran,” katanya. Jumlahnya sekitar 339 orang, sisanya menjalani karantina di RS yang telah ditunjuk oleh Satgas Penanganan Covid-19.
Terkait dengan kondisi pasien, Nadia menyebutkan tidak ada perbedaan karakteristik gejala antara pasien perjalanan luar negeri dan pasien transmisi lokal. Sebagian besar gejalanya ringan dan tanpa gejala. Gejala paling banyak yang dialami pasien adalah batuk, pilek dan demam.
”Hampir setengahnya atau sekitar 276 orang telah selesai menjalani isolasi, sedangkan sisanya 296 orang masih isolasi,” ujarnya.
Dari hasil pemantauan di lapangan, mayoritas gejalanya ringan dan tanpa gejala. “Jadi belum butuh perawatan yang serius,” imbuhnya.
Penambahan kasus Omicron dalam beberapa waktu terakhir telah berimplikasi pada lonjakan kasus harian nasional. Bahkan proporsi varian Omicron jauh lebih banyak dibandingkan varian delta.
“Dari hasil monitoring yang dilakukan Kemenkes, kasus probable Omicron mulai naik sejak awal tahun 2022. Sebagian besar dari pelaku perjalanan luar negeri, hal ini turut berdampak pada kenaikan kasus harian Covid-19 di Indonesia,” tuturnya.
Menghadapi lonjakan kasus Covid-19, Kementerian Kesehatan terus meningkatkan pelaksanaan 3T yakni Testing, Tracing dan Treatment terutama di daerah yang berpotensi mengalami penularan kasus tinggi.
”Langkah antisipasi penyebaran Omicron telah kita lakukan dengan menggencarkan 3T terutama di wilayah Pulau Jawa dan Bali,” ujarnya.
Untuk testing, Kemenkes telah mendistribusikan kit SGTF ke seluruh lab pembina maupun lab pemerintah dan memastikan jumlahnya mencukupi. Kapasitas pemeriksaan PCR dan SGTF juga diupayakan untuk dipercepat, sehingga penemuan kasus bisa dilakukan sedini mungkin.
“Terkait tracing, Kemenkes akan meningkatkan rasio tracing pada daerah yang jumlah kasus positifnya lebih dari 30 orang untuk mencegah penyebaran yang semakin luas,” katanya.
Khusus untuk treatment, Kemenkes menjamin ketersediaan ruang isolasi terpusat maupun isolasi mendiri untuk kasus gejala ringan dan tanpa gejala. Sementara untuk gejala sedang dan berat telah disiapkan RS dengan kapasitas tempat tidur yang mencukupi.
“Dengan demikian, pasien terkonfirmasi bisa menjalani isolasi dengan baik guna memutus mata rantai penularan Covid-19,” papar Nadia.
Mengingat varian ini jauh lebih cepat menyebar dibandingkan varian delta, dr. Nadia mengimbau masyarakat untuk selalu waspada dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan 5M dan menyegerakan mendapatkan vaksinasi Covid-19.
PENINGKATAN SIGNIFIKAN DKI JAKARTA
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Oktavia memaparkan, jumlah kasus aktif di Jakarta per tanggal 16 Januari 2022, naik sejumlah 47 kasus, sehingga jumlah kasus aktif sebanyak 3.816 (orang yang masih dirawat/isolasi).
“Perlu digarisbawahi bahwa 2.303 orang dari jumlah kasus aktif adalah pelaku perjalanan luar negeri. Sedangkan, kasus positif baru berdasarkan hasil tes PCR bertambah 566 orang, sehingga total 870.929 kasus, yang mana 283 di antaranya adalah pelaku perjalanan luar negeri,” terangnya.
Dwi mengimbau masyarakat agar mewaspadai penularan virus Varian Omicron yang terus meningkat di Jakarta. Dari 720 orang yang terinfeksi, sebanyak 567 orang adalah pelaku perjalanan luar negeri, sedangkan 153 lainnya adalah transmisi lokal.
Sementara itu, upaya 3T terus digalakan, selain vaksinasi Covid-19 yang juga masih berlangsung. Data Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta mencatat, dilakukan tes PCR sebanyak 18.111 spesimen.
Dari jumlah tes tersebut, sebanyak 17.748 orang dites PCR untuk mendiagnosis kasus baru dengan hasil 566 positif dan 17.182 negatif. Selain itu, dilakukan pula tes Antigen sebanyak 35.817 orang, dengan hasil 108 positif dan 35.079 negatif.
“Hasil tes antigen positif di Jakarta tidak masuk dalam total kasus positif karena semua dikonfirmasi ulang dengan PCR,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Dwi menyampaikan bahwa target tes WHO adalah 1.000 orang dites PCR per sejuta penduduk per minggu (bukan spesimen). Artinya target WHO untuk Jakarta adalah minimum 10.645 orang dites per minggu.”
Target ini telah dilampaui selama beberapa waktu. Dalam seminggu terakhir ada 106.120 orang dites PCR. Sementara itu, total tes PCR DKI Jakarta telah mencapai 753.277 per sejuta penduduk.
Dari jumlah kasus positif, total orang dinyatakan sembuh sebanyak 853.522 dengan tingkat kesembuhan 98 persen, dan total 13.591 orang meninggal dunia dengan tingkat kematian 1,6 persen. Indonesia sendiri memiliki tingkat kematian sebesar 3,4 persen.
“Untuk positivity rate atau persentase kasus positif sepekan terakhir di Jakarta sebesar 3,4 persen,” katanya. Sedangkan persentase kasus positif secara total sebesar 10,9 persen. WHO juga menetapkan standar persentase kasus positif tidak lebih dari 5 persen.
Penulis: Jekson Simanjuntak
Edito: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post