Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

Mitologi Oyot Mimang dan Kegagalan Negara Memberantas Rokok Ilegal

Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai menjelaskan bahwa cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu, yaitu konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, dan pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

by Irsyan Hasyim
Kamis, 23 November 2023
A A
Mitologi Oyot Mimang dan Kegagalan Negara Memberantas Rokok Ilegal

Irsyan Hasyim, Redaktur Pelaksana Prohealth.id (Sumber foto: Dokumen TEMPO/2023)

Terdapat dua fungsi pemungutan cukai, yaitu sebagai alat budgetair dan alat regulerend (Surono & Purwanto, 2018). Pemungutan cukai dalam perspektif alat budgetair didefinisikan sebagai pengumpul penerimaan negara, sedangkan pemungutan cukai dalam perspektif alat regulerend didefinisikan sebagai instrumen kontrol pemerintah yang tidak hanya ditujukan sebagai penerimaan, tetapi memperhitungkan tujuan-tujuan lain seperti kesehatan masyarakat, pengendalian dampak sosial, dan sebagainya.

Salah satu barang yang dikenakan cukai di Indonesia adalah rokok atau sigaret. Menurut UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, rokok adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya,.

BacaJuga

Berikut Tips Kesehatan yang Perlu Dipersiapkan Saat Mudik Lebaran

Janji Jokowi: Penurunan Perokok Anak di Tahun Naga Kayu

Berdasarkan peraturan perundang-undangan itu, maka pemerintah secara rutin telah menarik cukai hasil tembakau. Namun, keberadaan rokok ilegal berpotensi mengurangi pendapatan negara dari cukai. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan telah terjadi kerugian negara akibat peredaran rokok ilegal sebesar Rp548,32 miliar pada tahun 2022 (CNN Indonesia, 2022). Walaupun dalam lima tahun terakhir telah terjadi penurunan. Khusus tahun 2022, penurunan mencapai 5,5 persen. Dalam data yang dipaparkan Sri Mulyani, jumlah kasus rokok ilegal pada 2014 sebesar 11,7 persen, menjadi 12,1 persen pada 2016, lalu 7 persen pada 2018, menjadi 4,9 persen pada 2020, dan 5,5 persen pada tahun 2022.

Kementerian Keuangan menemukan modus pelanggaran rokok ilegal beraneka ragam. Polanya seperti tidak menggunakan pita cukai, dan menggunakan pita cukai palsu. Biasanya penggunaan pita cukai palsu dengan memalsukan pita cukai resmi atau membeli pita cukai bekas.

Ada juga pelaku yang menyelundupkan rokok dari luar negeri ke Indonesia. Berdasarkan data Kemenkeu, penindakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) telah mengalami peningkatan dalam 4 tahun terakhir. Sebelumnya, hanya 6.300 penindakan pada 2019, namun angkanya meningkat menjadi 19.399 penindakan pada tahun 2022.

Maraknya peredaran rokok ilegal ini telah menggerus target pencapaian negara dari cukai hasil tembakau pada tahun 2023. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) mencatat bahwa penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) hingga akhir Agustus 2023 adalah Rp126,8 triliun (CNBC, 2023). Angka itu setara dengan 54,53 persen dari target total CHT APBN 2023 sebesar Rp232,5 triliun. Realisasi penerimaan CHT tercatat mengalami penurunan sebesar 5,82 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2022, yakni Rp134,65 triliun. Akibat keberadaan rokok ilegal ini, pemerintah hanya mematok realisasi cukai hasil tembakau pada akhir 2023 diperkirakan bakal mencapai Rp218,1 triliun atau 93,8 persen dari target APBN 2023.

 

Analisa Hukum Pelanggaran Pidana Pengedar Rokok Ilegal

Pengedar atau penjual rokok ilegal termasuk melakukan pelanggaran yang dapat berpotensi sebagai pelanggaran pidana. Sanksi untuk pelanggaran tersebut mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 54 berbunyi: “Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.”

Pasal 56 berbunyi: “Setiap orang yang menimbun, menyimpan, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut harus diduganya berasal dari tindak pidana berdasarkan undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.”

Selain mengatur mengenai sanksi bagi pelanggaran rokok ilegal, UU Nomor 39/2007 juga memberikan penjelasan mengenai jenis rokok yang wajib kena cukai. Berikut beberapa produk Hasil Tembakau menurut Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.

Pertama, rokok atau sigaret adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Sigaret terdiri dari sigaret kretek, sigaret putih, dan sigaret kelembak kemenyan.

Kedua, cerutu adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.

Ketiga, rokok daun adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.

Keempat, tembakau iris adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.

Kelima, Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam huruf ini yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.

Selain dijerat dengan UU Nomor 39/2017 tentang, para pelaku peredaran rokok ilegal berpotensi dijerat tindak pidana penyelundupan ketika memasukkan rokok dari luar negeri tanpa mengikuti regulasi yang berlaku. Pengertian penyelundupan ini terdapat di dalam Keputusan Presiden Nomor 73 Tahun 1967 tentang Wewenang Jaksa Agung Dalam Tindak Pidana Penyelundupan, pada Pasal 1 ayat (2), yang berbunyi: “Tindak pidana penyelundupan ialah tindak pidana yang berhubungan dengan pengeluaran barang atau uang dari Indonesia ke luar negeri (ekspor) atau pemasukan barang atau uang dari luar negeri ke Indonesia (impor).”

Maksud dari penyelundupan juga merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan bahwa sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 102 dan 102A yang berbunyi:

 

Pasal 102

Setiap orang yang:

a. mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (2);

b. membongkar barang impor di luar kawasan pabean atau tempat lain tanpa izin kepala kantor pabean;

c. membongkar barang impor yang tidak tercantum dalam pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (3);

d. membongkar atau menimbun barang impor yang masih dalam pengawasan pabean di tempat selain tempat tujuan yang ditentukan dan/atau diizinkan;

e. menyembunyikan barang impor secara melawan hukum;

f. mengeluarkan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dari kawasan pabean atau dari tempat penimbunan berikat atau dari tempat lain di bawah pengawasan pabean tanpa persetujuan pejabat bea dan cukai yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara berdasarkan undang-undang ini;

g. mengangkut barang impor dari tempat penimbunan sementara atau tempat penimbunan berikat yang tidak sampai ke kantor pabean tujuan dan tidak dapat membuktikan bahwa hal tersebut di luar kemampuannya; atau

h. dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang impor dalam pemberitahuan pabean secara salah.

 

Pasal 102A

Setiap orang yang:

a. mengekspor barang tanpa menyerahkan pemberitahuan pabean;

b. dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang ekspor dalam pemberitahuan pabean secara salah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (1) yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara di bidang ekspor;

c. memuat barang ekspor di luar kawasan pabean tanpa izin kepala kantor pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A ayat (3);

d. membongkar barang ekspor di dalam daerah pabean tanpa izin kepala kantor pabean; atau mengangkut barang ekspor tanpa dilindungi dengan dokumen yang sah sesuai dengan pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9A ayat (1).

 

Meski telah memiliki perangkat hukum yang memadai, masih banyak modus peredaran rokok ilegal ini, ibarat kisah Oyot Mimang dalam mitologi Jawa. Oyot Mimang adalah akar pohon yang tak berujung. Meski demikian mitologi Jawa menyebut Oyot Mimang sebagai mahkluk gaib yang membuat orang tersesat. Seperti itulah Direktorat Bea Cukai yang mewakili pemerintah, seolah linglung dan tak berdaya mengatasi peredaran rokok ilegal. Institusi negara ini seolah tak punya kemampuan membasmi rokok ilegal karena tersandung akar gaib sehingga lupa cara menegakkan hukum. Tak maksimalnya pengawasan peredaran rokok ilegal bakal berdampak pada tak terpenuhinya penurunan prevalensi perokok anak menjadi 8,7 persen sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024.

Ekonom senior sekaligus Ketua Dewan Penasihat Komnas Pengendalian Tembakau, Prof. Dr. Emil Salim menyebutkan maraknya rokok ilegal bagian dari law enforcement (Komnas PT, 2017). Rokok ilegal terjadi karena perusahaan rokok tak memasang pita cukai sesuai golongan. Sehingga memastikan perusahaan rokok memasang pita cukai sesuai golongan bisa menutup celah kerugian negara. Langkah ini seperti menghapus kutukan dari akar mimang yang membuat linglung penegakan hukum.

 

 

 

Penulis: Irsyan Hasyim, Redaktur Pelaksana Prohealth.id

Anggota Aliansi Jurnalis Independen Kota Jakarta (AJI Jakarta)

Jurnalis di TEMPO dan rutin menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, kesehatan, dan hukum.

Bagikan:
Tags: bea dan cukaicukai hasil tembakauCukai RokokIklan Rokok IlegalKementerian KeuanganMitologi JawaOyot Mimangrokok ilegalTarif Cukai Hasil Tembakau

Discussion about this post

https://www.youtube.com/watch?v=ZF-vfVos47A
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.

No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.